Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Thareza Tifany

Strategi Pemerintah Melindungi Anak dari Tindakan Kekerasan Fisik, Psikis, dan Seksual

Pendidikan dan Literasi | 2023-08-01 16:48:31
https://pixabay.com/id/photos/kekerasan-wanita-pria-tangan-3405551/
https://pixabay.com/id/photos/kekerasan-wanita-pria-tangan-3405551/

Indonesia sebagai negara hukum telah menyatakan dengan tegas akan berupaya melindungi hak-hak yang dimiliki oleh setiap warga negaranya tanpa terkecuali dan tanpa memandang latar belakang usia, suku, bangsa, agama, adat istiadat maupun status sosialnya.

Sehingga, perlindungan terhadap hak-hak warga negara tersebut termasuk juga di dalamnya melindungi hak-hak yang dimiliki oleh anak sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM).

Ketentuan mengenai perlindungan hak anak oleh negara Indonesia sendiri telah tercantum dalam Undang-undang yaitu pada UUD 1945 Pasal 28B Ayat 2 yang menjelaskan bahwa setiap anak berhak atas hak-haknya, yaitu hak untuk kelangsungan hidup, hak untuk dapat tumbuh dan berkembang, serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Ketentuan hukum lainnya mengenai perlindungan hak anak terdapat pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU No.23/2002).

Dalam Pasal 1 UU tersebut, perlindungan anak didefinisikan sebagai segala upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin dan melindungi hak-hak yang dimiliki anak agar anak tersebut dapat hidup, tumbuh dan berkembang, serta berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, juga mendapat perlindungan dari segala bentuk tindakan kekerasan dan diskriminasi.

Namun, dalam praktiknya, ternyata implementasi perlindungan hak anak oleh pemerintah negara Indonesia masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak sekali ditemui pelanggaran terhadap hak-hak anak terutama mengenai hak atas perlindungan dari kekerasan.

Sejauh ini, masih sering ditemui tindakan kekerasan yang dilakukan kepada anak yang dapat membahayakan kesehatan fisik maupun kesehatan mentalnya. Bahkan, tak jarang kekerasan pada anak tersebut akhirnya dapat merenggut nyawa mereka.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah mencatat banyaknya tindak kekerasan yang dilakukan kepada anak Indonesia hingga saat ini. Setidaknya, selama tahun 2019, pihak KPAI telah menerima total 1.192 laporan terkait kekerasan yang dialami oleh anak-anak di bawah umur.

Kekerasan pada anak dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu kekerasan secara fisik, kekerasan secara psikis atau verbal, dan kekerasan seksual.

Kekerasan secara fisik dapat berupa tindakan memukul, menendang, melempari anak dengan benda-benda tumpul, melukai dengan senjata tajam, dan tindakan secara fisik lainnya.

Sedangkan, kekerasan secara psikis atau verbal dapat berupa perkataan kasar yang ditujukan kepada anak dan menyakiti hati anak, menyebut anak dengan nama-nama yang tidak pantas, juga melontarkan ancaman, dan lain sebagainya.

Adapun, kekerasan seksual dapat berupa pelecehan seksual yang dilakukan secara fisik maupun verbal.

Kekerasan-kekerasan tersebut tentunya akan membawa dampak negatif terhadap sang anak, yaitu diantaranya sebagai berikut :

1. Kekerasan Fisik

Dampak negatif yang diakibatkan dari kekerasan fisik, yaitu timbulnya luka memar berwarna merah kebiruan atau keunguan, cedera patah tulang, tidak sadarkan diri, luka ringan seperti goresan atau sayatan, hingga luka berat yang dapat menyebabkan terjadinya kematian.

2. Kekerasan Psikis

Dampak negatif yang diakibatkan dari kekerasan psikis, yaitu dapat menimbulkan rasa cemas yang berlebihan, rasa takut, perasaan tidak percaya diri dan cenderung tidak mencintai dirinya sendiri atau bahkan selalu menyalahkan dirinya sendiri, munculnya trauma, emosi yang sulit dikontrol, hingga terjadinya depresi yang akut.

3. Kekerasan Seksual

Dampak negatif yang diakibatkan dari kekerasan seksual, yaitu dapat menyebabkan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan yang nantinya memiliki dampak buruk yang lebih luas lagi seperti terjadinya kematian karena sang anak secara fisik masih belum mampu untuk mengandung.

Selain itu, dampak negatif lainnya ialah kerusakan pada organ-organ reproduksi yang juga sangat berbahaya terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup anak, hilangnya virginitas, timbulnya gangguan jiwa yang disebabkan sang anak merasa dirinya tidak lagi berharga sebab kekerasan seksual tersebut telah merampas impian dan cita-citanya, hingga menyebabkan anak nekat melakukan tindakan bunuh diri.

Ironisnya, pelaku tindakan kekerasan terhadap anak biasanya justru merupakan orang-orang yang memiliki hubungan paling dekat dengan si anak, seperti orang tua kandung maupun tiri yang harusnya menjadi tempat berlindung utama oleh sang anak, keluarga dan kerabat dekat, teman dan sahabat sepermainannya sendiri, atau malah guru yang seharusnya dapat berperan sebagai pengganti orang tua saat anak berada di sekolah.

Jika orang-orang terdekat dari sang anak sendiri nyatanya tidak mampu memenuhi hak anak untuk mendapat perlindungan dari tindakan kekerasan dan malah menjadi pelaku dari tindakan kekerasan itu sendiri, maka pemerintahlah yang harus turun tangan.

Perlindungan dari negara khususnya dalam hal ini pihak pemerintah harus menjadi yang paling utama. Hal itu dikarenakan, negara memiliki kekuatan dalam bentuk undang-undang untuk melindungi anak-anak dari segala macam bentuk kekerasan atau perampasan hak-hak anak.

Negara atau pemerintah memang memiliki kewajiban penuh dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki anak karena anak ialah harapan masa depan dari bangsa dan negara.

Adapun, upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah negara Indonesia dalam melindungi hak anak dari segala bentuk tindakan kekerasan, yaitu :

1. Pemerintah khususnya pihak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui hak legislasinya dapat merumuskan peraturan perundang-undangan yang mengatur pemberian hukuman bagi pelaku kekerasan anak seberat-beratnya dan semaksimal mungkin hingga timbul efek jera pada para pelaku.

2. Pemerintah dapat memasukkan program dan mekanisme perlindungan anak dari tindakan kekerasan dalam kurikulum pendidikan umum di sekolah-sekolah lengkap dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai hal tersebut, penjelasan mengenai bentuk-bentuk tindakan kekerasan, serta hal-hal apa yang perlu dilakukan anak ketika ternyata benar-benar menjadi korban kekerasan seperti cara meminta bantuan dan pertolongan.

Hal tersebut tentu akan bermanfaat bagi anak agar anak mengetahui apa saja bentuk tindak kekerasan, bagaimana menghadapinya, bagaimana melaporkan tindakan kekerasan yang ia alami pada orang yang tepat, serta anak pun dapat lebih mengetahui bahwa ia telah dilindungi oleh negara khususnya pemerintah melalui segala peraturan perundang-undangan yang ada.

3. Pemerintah dapat melakukan penganggaran perlindungan anak sebagai bentuk pencegahan dini bagi terjadinya kasus kekerasan terhadap anak.

Dana yang dianggarkan digunakan untuk kepentingan komisi dan lembaga perlindungan anak serta untuk kegiatan sosialisasi mengenai bentuk tindakan kekerasan terhadap anak beserta ancaman hukuman yang akan didapatkan oleh para pelaku kepada masyarakat luas melalui berbagai macam metode pendekatan secara konsisten, menyeluruh dan berkelanjutan.

Seperti contohnya melalui iklan layanan masyarakat yang terdapat pada televisi dan radio. Selain untuk pencegahan dini, dana anggaran juga dapat digunakan untuk kegiatan rehabilitasi anak korban tindakan kekerasan agar terbebas dari rasa trauma dan depresi sehingga mampu melanjutkan hidupnya kembali.

4. Pemerintah khususnya anggota dewan sebagai wakil rakyat dan pembentuk opini publik dapat mengangkat dan mempromosikan isu-isu perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan dalam dewan sendiri dan di masyarakat luas.

Hal ini disebabkan, isu-isu mengenai kekerasan terhadap anak merupakan hal yang masih dianggap tabu oleh masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan seks atau agama. Keadaan ini merupakan penghalang bagi kemajuan program perlindungan anak.

5. Pemerintah dapat membentuk panitia kerja yang bertugas untuk melakukan pengawasan dengan menelusuri lebih jauh bagaimana kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam melaksanakan program perlindungan hak anak tersebut dijalankan, serta mengevaluasi kembali kebijakan yang ada kemudian melakukan perbaikan secara terus-menerus apabila diperlukan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image