Analisis Psikososial Erikson Terhadap Tokoh Hanafi dan Corrie dalam Novel Salah Asuhan
Sastra | 2023-07-31 15:27:21Bagi kita yang suka membaca novel atau suka menonton film lawas, maka judul Salah Asuhan tidak asing bagi telinga kita. Salah Asuhan adalah satu dari sekian banyak novel terbitan Balai Pustaka yang diangkat ke layar lebar dan sinetron. Novel ini merupakan salah satu karya Abdul Muis yang menceritakan tentang dua tokoh yaitu Hanafi dan Corrie yang melakukan kawin campur yang akhirnya melahirkan banyak masalah terutama masalah adat istiadat.
Salah satu hal menarik dari novel ini dan novel-novel Balai Pustaka lainnya adalah adanya penggambaran tokoh utama novel yang selalu terlahir yatim piatu atau diasuh orang tua tunggal. Dalam novel Salah Asuhan, kedua tokoh yaitu Corrie dan Hanafi sama-sama diasuh oleh orang tua tunggal sejak kecil.
Tokoh Corrie ditinggal ibunya sejak umur 6 tahun sedangkan tokoh Hanafi ditinggal ayahnya sejak lahir. Diasuh orang tua tunggal menghadirkan banyak konflik yang terjadi sampai kedua tokoh menikah dan akhirnya gagal dalam pernikahan.
Apabila dianalisis pola asuh kedua orang tua kedua tokoh ini, dapat disimpulkan kedua tokoh ini sama-sama memiliki pola asuh permisif. Menurut Boumrind (1971) dalam Berk (2000), pola asuh permisif adalah kebalikan dari pola asuh otoriter yang mana orang tua terlalu membiarkan anak untuk berekspresi dan melakukan apapun yang diinginkan anak.
Akibat dari pola asuh permisif ini, kedua tokoh sama-sama tidak memiliki panutan dalam bertumbuh menjadi seorang perempuan dan laki-laki. Tidak heran apabila tokoh Hanafi dan Corrie gagal dalam membangun rumah tangga.
Pola asuh orang tua sangat berpengaruh dalam proses pertumbuhan anak terutama perkembangan psikologi. Kedua tokoh ini mengalami pertumbuhan psikologi yang sedikit pincang karena diasuh oleh orang tua tunggal yang memiliki pola asuh permisif. Untuk mengetahui dampak dari pola asuh permisif dalam perkembangan kedua tokoh ini, berikut adalah analisis perkembangan psikologi berdasarkan teori perkembangan psikologi sosial menurut Erik Erikson.
Fase 1: Rasa Percaya > Rasa tidak percaya
Fase ini terjadi antara umur 0-18 bulan. Pada fase ini, bayi belajar untuk percaya kepada orang lain terutama kepada orang tua melalui kasih sayang yang diberikan orang tua. Dampak dari tidak adanya panutan pada fase ini tidak terlihat karena kedua tokoh kehilangan salah satu orang tua bukan pada fase ini yang mana Corrie kehilangan ibunya pada umur enam tahun (Hal.10). Namun kepincangan akan terlihat karena secara otomatis kasih sayang yang diberikan oleh orang tua tunggal akan lebih berlebihan sehingga rasa percaya dan membutuhkan orang tua juga akan berlebihan. Hal ini yang dialami juga oleh Corrie yang mana dirinya sangat bergantung penuh pada ayahnya (Hal. 101).
Fase 2: Otonomi >
Fase ini terjadi ketika anak berusia 18 bulan sampai 3 tahun. Pada fase ini anak diberi kebebasan untuk membuat pilihan sehingga anak dapat belajar untuk menumbuhkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan kemandirian. Pola asuh orang tua yang permisif menyebabkan kedua tokoh ini menjadi sangat bebas dalam membuat pilihan yang menyebabkan mereka bertumbuh menajdi anak yang egois.
Keegoisan ini terlihat dari sikap Corrie yang bertindak semena-mena terhadap pembantu (Hal. 14) dan sikap Hanafi yang semena-mena terhadap ibunya (Hal. 25). Dalam fase ini, sudah sangat terlihat jika pola asuh yang permisif sangat berpengaruh dalam menciptakan kepincangan dalam pertumbuhan psikologi Hanafi dan Corrie.
Fase 3: Inisiatif >
Fase ini terjadi ketika anak berusia 3-6 tahun yang mana orang tua akan mendorong anak untuk mengeksploarasi hal-hal di sekitarnya untuk menumbuhkan rasa keingintahuan anak. Tidak dijelaskan secara eksplisit bagaimana masa kanak-kanak kedua tokoh ini, tetapi dari isi pembahasan Corrie dengan ayahnya mengenai kawin campur (Hal. 15), dapat diketahui bahwa ketika kecil rasa keingintahuan tersebut telah dilatih oleh orang tua tokoh tersebut.
Fase 4: Industri >
Fase ini terjadi ketika anak menginjak usia 6-12 tahun. Pada fase ini, anak akan melakukan segala sesuatu untuk mendapatkan pengakuan dari orang tua. Fase ini juga tidak ditunjukan secara eksplisit tentang keadaan kedua tokoh, tetapi dengan melihat watak kedua tokoh yang egois sebagai akibat dari pola asuh orang tua yang permisif, dapat memberikan gambaran jika kedua tokoh ini mendapatkan pengakuan yang berlebihan dari orang tua karena setiap tindakan yang dilakukan akan dituruti oleh orang tua tokoh.
Fase 5: Identitas >
Fase ini terjadi ketika anak menginjak usia 13-21 tahun. Pada fase ini, remaja akan memilih identitas dirinya. Dalam fase ini pola asuh orang tua harus demokratis yang mana orang tua tidak boleh mengekang ataupun terlalu membiarkan. Jika orang tua terlalu membiarkan, maka anak akan tumbuh menjadi anak yang bebas dan terjerumus dalam pergaulan yang tidak sehat. Fase ini menjadi fase yang sangat krusial bagi kedua tokoh.
Dalam fase ini, tokoh Corrie mengalami kebingungan peran. Kebingungan peran ini berdampak pada cara Corrie bertindak sebagai seorang perempuan. Kebingungan peran ini disebabkan karena dirinya tidak pernah mendapat panutan menjadi seorang perempuan dari Ibunya.
Corrie sangat sulit untuk terbuka dan berespons dengan laki-laki lain (Hal. 12-13), terlepas dari kecintaan yang mendalam kepada Hanafi. Hal yang berbeda terjadi pada Hanafi yang mana dirinya yang terlalu dibebaskan oleh ibunya terjerumus pada pergaulan bebas dengan teman-teman Belandanya seperti merokok di depan orang tua (Hal. 26), dan menghina agama dan adat istiadat (Hal. 25). Akibat dari pola asuh orang tua permisif pada fase ini sangat berpengaruh buruk pada fase-fase berikutnya.
Fase 6: Keintiman >
Fase yang terjadi pada usia 22-39 tahun ini, individu akan diperhadapkan dengan hubungan yang intim dengan individu lain dalam hal persahabatan maupun cinta. Jika individu gagal dalam membangun hubungan yang intim, maka individu akan cenderung mengisolasi diri dari hubungan dengan individu lain.
Pada fase ini, kedua tokoh berusaha untuk membangun hubungan yang intim dengan orang lain tetapi selalu gagal. Hanafi gagal menjadi ayah ketika membangun rumah tangga dengan Rapiah. Kegagalan ini disebabkan karena dirinya sendiri tidak pernah mendapat panutan menjadi seorang ayah yang baik.
Hanafi tidak menghormati istrinya Rapiah dengan menyebutnya sebagai koki dan penyedia hidangan saja (Hal. 86 dan Hal.120). Hanafi pun juga tidak dapat menghidupi istrinya dengan baik karena istrinya Rapiah hidup dengan tekanan sampai tubuhnya kurus (Hal. 121), terlepas dari faktor dirinya tidak mencintai Rapiah. Hal demikian juga terjadi ketika Hanafi menikah dengan Corrie.
Corrie tidak mampu menjadi seorang istri karena dirinya merasa tidak merdeka dan harus meninggalkan kehidupan lamanya (Hal.163). Kegagalan Corrie menjadi seorang isteri ini juga disebabkan karena dirinya tidak mendapat panutan bagaimana menjadi seorang ibu ketika masih kecil.
Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang permisif sangat berpengaruh pada tahapan pertumbuhan kedua tokoh. Dapat dikatakan bahwa masalah pola asuh ini yang menjadi pemantik konflik-konflik di dalam novel ini sehingga sangat tepat jika novel ini berjudul Salah Asuhan.
Daftar Pustaka
Muis, Abdul. (1928). Salah Asuhan. Jakarta: Balai Pustaka
Santrock, J. W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga
Berk. L. E. (2000). Child Development (5th ed.). USA: A Pearson Education Comp.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.