Korupsi, Extraordinary Crime yang Setara dengan Terorisme
Politik | 2023-07-27 08:50:08Konsep Kekuasaan
Kekuasaan menjadi orientasi utama dari kajian ilmu politik. Dikatakan oleh Andrew Heywood “All politics is about power”, yang artinya bahwa semua politik berkaitan dengan kekuasaan. Bahkan ditekankan olehnya politik sebagai usaha untuk memperjuangkan kekuasaan. Sedangkan di sisi lain, kekuasaan adalah hal yang sangat terbatas. Sehingga berbagai cara harus ditempuh untuk mendapatkannya. Kekuasan dapat difungsikan sebagai alat bantu untuk mencapai keinginan atau tujuan. Karena ide atau gagasan sebaik apapun jika tidak dibarengi dengan kekuasaan untuk mengimplementasikannya maka ide tersebut hanya sebatas ide, tidak akan dapat direalisasikan. Dalam konteks negara demokrasi, pembagian kekuasaan terbagi dalam 3 pilar, yaitu yudikatif, legislative, dan ekskutif. Konsep kekuasaan sebagai alat untuk mewujudkan keinginan dan sebuah tujuan harus didasarkan pada asas pengabdian kepada rakyat. Sehingga pemangku kekuasaan dalam menjalankan fungsi dan perannya tidak dapat menggunakan kekuasaan sebagai wasilah atau alat untuk mewujudkan keinginan pribadi.
Praktik Kekuasaan di Indonesia
Terkadang dalam praktik kekuasaan di Indonesia tidak seperti yang diharapkan. Dalam hal ini adalah kekuasaan digunakan untuk menunjang keinginan pribadi. Fenomena korupsi di kalangan pemegang kekuasaan di Indonesia menjadi contoh konkrit bahwa kekuasaan dijadikan alat untuk mewujudkan keinginan pribadi. Walaupun tidak semua pemangku kekuasaan terjerat kasus korupsi. Kasus terbaru tentang BTS di badan kementerian komunikasi dan informasi (Kominfo) yang ditaksir akan merugikan negara sebesar 8 Triliun. Korupsi merupakan tindak kejahatan Kejahatan ini tidak hanya dapat dilakukan oleh penyelanggara negara atau pemangku kekuasaan. Bahkan dikatakan oleh penyidik KPK yang juga pengajar pelatihan antikorupsi di ACLC, Edi Kurniawan bahwa korupsi dapat dilakukan oleh orang pintar, knowledgeable, dengan pengetahuan luar biasa di sektor-sektor tempat mereka berada.
Korupsi Sebagai Extraordinary Crime
Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum pemegang kekuasaan mempunyai dampak yang sangat luar biasa. Dilansir dari website resmi pusat edukasi antikorupsi bahwa korupsi memicu kerusakan yang besar dan meluas. Hal ini dapat diketahui dari dana puluhan triliun yang telah dikorupsi oleh 612 koruptor pada 2022 apabila dapat tersalurkan dengan tepat sasaran maka akan sangat bermanfaat bagi masyarakat. Seperti pembangunan sarana pendidikan, rumah sakit, dan infrastuktur. Maka tingkat kesejahteraan masyarakat akan meningkat dan masalah kemiskinan setidaknya akan terkurangi. Akan tetapi, pada realitanya para pemegang kekuasaan menggunakan kekuasaannya sebagai alat untuk mengambil keuntungan pribadi. Walaupun sejatinya para pemegang kekuasaan telah mendapatkan haknya berupa tunjangan atau gaji atas pekerjaan yang telah dilakukan. Hal ini disebabkan oleh adanya greedy (Keserakahan), opportunity (kesempatan), need (Kebutuhan) dan exposure (pengungkapan). Pada akhirnya kesejahteraan rakyat kecil akan menjadi taruhannya. Oleh karena itu, korupsi digolongkan sebagai extraordinary crime atau kejahatan yang luar biasa yang setara dengan terorisme. Selain alasan di atas, korupsi digolongkan sebagai extraordinary crime karena korupsi merupakan kejahatan sistemik yaitu kejahatan yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan secara tersistem, terancana, dan komplek. Korupsi juga dikatakan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) karena kejahatan ini merampas hak-hak rakyat kecil yang bergantung kepada pemerintah. Sehingga kesejahteraannya tidak tercapai.
Berbagai pemaparan di atas, telah memberikan gambaran kepada kita tentang sebuah konsep kekuasaan dalam perspektif politik, praktik kekuasaan di Indonesia, dan korupsi sebagai extraordinary crime. Dengan demikian, dalam rangka menyongsong tahun politik di Indonesia seyogyanya (sebaiknya) kita menentukan dan mempelajari karakter figure pemimpin yang berintegritas. Sehingga diharapkan nantinya saat menjadi pemimpin dapat membawa kemajuan bangsa. Adapun karakter dan nilai moral apa saja yang ideal dalam diri pemimpin. Telah penulis bahas dalam tulisan sebelumnya.
Penulis merupakan Santri Pondok Pesantren Mansajul Ulum sekaligus Mahasiswa Institut Pesantren Mathali’ul Falah Pati, Indonesia.
Email: [email protected]
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.