Indonesia dan Kesehatan Mental
Curhat | 2021-12-28 15:10:19Lahir dari keluarga yang tabu akan pentingnya kesehatan mental tentu hal yang sulit. Melihat orang yang bisa dengan mudah pergi ke psikologi tanpa mendapatkan pandangan aneh dari keluarganya merupakan sebuah privilage tersendiri.
Meskipun kesadaran masyarakat Indonesia dalam isu kesehatan mental di nilai terus meningkat, yang awalnya isu ini tidak pernah disinggung, perlahan mulai banyak dibicarakan. Namun, tetap saja untuk sebagian orang hal ini masih dianggap tabu dan terdapat stigma negatif.
Seringkali masyarakat Indonesia menganggap bahwa orang dengan masalah kesehatan mental adalah orang gila atau kerasukan setan. Tidak hanya itu, komentar-komentar miring seperti "lebay" "gitu doang" pun kerap kali dilontarkan kepada penderita.
Banyak juga yang menganggap orang dengan masalah kejiwaan adalah orang yang kurang pengetahuan agama dan tidak dekat dengan Tuhan. Padahal gangguan kejiwaan adalah kondisi medis di otak. Pernah sekali penulis bercerita tentang kesehatan mental seseorang kepada keluarga dan tanggapan yang di dapatkan adalah "mungkin dia kurang beribadah," sayangnya, hal ini tidak hanya terjadi sekali.
Bahkan, di Indonesia sendiri ada praktek pemasungan, ini merupakan tindakan ekstrem yang dilakukan. Pada 2016 lalu terdapat artikel yang menuliskan bahwa praktek pemasungan ini dilakukan pada ribuan orang penderita disabilitas prikososial, padahal praktek pemasungan sudah dilarang pemerintah sejak tahun 1977 silam. Ya, meskipun pertahun ini angka pemasungan di Indonesia sudah mulai berkurang, namun miris jika hal-hal seperti ini ternyata masih ada di Indonesia.
Indonesia tidak hanya membutuhkan kesadaran dalam kesehatan mental, melainkan juga pemahaman. Jika semakin banyak orang yang paham akan kesehatan mental, semakin banyak orang yang berbagi pengetahuannya, hal ini bisa saja mengurangi stigma negatif terhadap kesehatan mental di Indonesia.
Seperti halnya kasus yang pernah ditemukan penulis adalah seseorang yang mengalami depresi karena terjebak di dalam toxic relationship, jika orang tersebut memiliki pengetahuan tentang kesehatan mental seharusnya keadaan toxic itu sudah bisa disadari sejak awal dan tidak sampai ditahap depresi.
Sebagai generasi muda yang lebih peka terhadap isu ini, sudah saatnya untuk kita saling berbagi dan mengingatkan terhadap satu sama lain bahwa kesehatan mental adalah isu yang benar adanya dan penting untuk diperhatikan. Kesehatan mental bukanlah sekedar kurangnya ibadah, tapi jauh lebih dari itu.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.