Agus Salim dalam Sejarah: Pembuka Hubungan Diplomatik Indonesia dengan Negara-Negara Arab
Politik | 2023-07-12 21:18:40Profil Singkat
Agus Salim lahir di Koto Gadang, Bukittinggi, Minangkabau, 8 Oktober 1884. Agus Salim merupakan Menteri Luar Negeri Indonesia ketiga, yang menjabat pada tahun 1947-1949 di bawah kepemimpinan Presiden Sukarno dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri. Sebelum menjadi Menteri Luar Negeri, Agus salim telah terlibat dalam berbagai agenda dalam karir politiknya, diantaranya aktif dalam Sarekat Islam (1937), Anggota Volksraad/Dewan Rakyat (1924), Perintis Jong Islamieten (1925), Pendiri Barisan/Partai Penyadar (1936), Anggota Panitia (BPUPKI) (1945), hingga kemudian menjadi Menteri Muda Luar Negeri (1947), dan kemudian menjadi Menteri Luar Negeri di tahun yang sama (Raditya, 2017).
Kemampuan istimewa yang dimiliki Agus Salim, terutama kaitannya dengan Diplomasi adalah bahwa ia menguasi 7 bahasa internasional, yang meliputi, Belanda, Inggris, Prancis, Arab, Turki, Jepang, dan Jerman (Tempo, 2013). Kemampuannya dalam berdiplomasi membuatnya disegani oleh banyak pihak. Bahkan, ia pernah diejek seperti seekor kambing karena penampilannya yang berjenggot oleh lawan politiknya. Ketika ia memulai pidatonya, lawan politiknya mengeluarkan suara mirip kambing, sebagai bentuk ejekan terhadap Agus Salim. Dengan tenang, ia membalas dengan mengatakan bahwa Sungguh menyenangkan, kambing-kambing pun mendatangi ruangan ini untuk mendengarkan pidatonya. Sayang mereka kurang mengerti bahasa manusia sehingga menyela dengan cara yang kurang pantas. Lebih lanjut ia menyarankan kepada mereka untuk keluar ruangan, sekedar makan rumput di lapangan. Kalau pidatonya untuk manusia ini selesai, mereka akan dipersilakan masuk kembali dan kemudian ia berpidato dalam bahasa kambing untuk mereka (Matanasi, 2019). Perkataan tersebut sontak membuat lawan politiknya terdiam.
Peran dalam Dunia Diplomasi Indonesia
Salah satu prestasi terbesar Agus Salim adalah perannya dalam membuka hubungan diplomatik dengan negara-negara Arab pada tahun 1947. Dua tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 1945 merupakan kemerdekaan Indonesia. Salah satu syarat berdirinya suatu negara secara de jure adalah dengan memperoleh pengakuan dari Negara lain. Pada tahun 1947, Agus Salim bersama Rasjidi sebagai sekretaris bendahara, serta tiga orang anggota lain, Nazir St Pamoentjak, Abdul Kadir dan AR Baswedan terbang ke Bombay yang kemudian melanjutkannya ke Mesir (Hasits, 2014). Mereka terbang ke Mesir untuk melakukan diplomasi demi mendapatkan pengakuan dari negara lain atas kemerdekaan Indonesia demi terpenuhinya salah satu syarat de jure berdirinya suatu negara.
Kepiawaian Agus Salim dalam berdiplomasi memberikan kontribusi penting terhadap keberhasilannya memperoleh pengakuan dari Mesir. Mesir, dengan diwakili oleh Perdana Menteri yang sekaligus menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, Nokrasyi Pasya, dan pihak Indonesia yang diwakili oleh Menteri Muda Luar Negeri, Agus Salim, sepakat untuk membuka hubungan diplomatik Indonesia dan Mesir yang dituangkan melalui Perjanjian Persahabatan, Politik, dan Perdagangan Indonesia-Mesir akhirnya ditanda-tangani oleh kedua negara di Kementerian Luar Negeri Mesir di Kairo pada tanggal 10 Juni 1947. Naskah Perjanjian Persahabatan Indonesia Mesir ini ditulis dalam Bahasa Arab dan Prancis (Rahman, 2007). Mesir dalam konteks ini merupakan negara pertama di dunia yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Setelah pengakuan dari mesir, muncul pengakuan dari negara-negara Arab lainnya seperti Lebanon dan Arab Saudi pada tahun yang sama. Dengan diakuinya Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, maka posisi Indonesia semakin kuat dan upaya Belanda untuk Kembali menduduki Indonesia pada akhirnya tidak berhasil.
Dalam keberhasilan tersebut, Agus Salim memiliki peran yang teramat penting bagi masa depan Indonesia. Selain untuk membuka hubungan kerja sama dengan negara-negara Arab yang berguna di masa depan, perannya dalam pembukaan hubungan diplomatik sekaligus mengukuhkan Indonesia sebagai negara seutuhnya. Salah satu syarat keberhasilan diplomasi adalah kepiawaian diplomat (Setiawati, 2020). Kelihaian Agus Salim dalam berpidato di depan negara-negara Arab merupakan faktor yang penting dalam tercapainya diplomasi tersebut. Salah satu Bahasa asing yang dikuasai Agus Salim adalah Bahasa Arab. Kemampuan Bahasa Asing yang dimiliki Agus Salim membuatnya menjadi sosok yang disegani oleh pihak lain. Penguasaan Bahasa asing itu lah yang juga berpengaruh pada keberhasilan dari pembukaan diplomatik dengan negara-negara Arab.
Dengan dibumbui gaya humor yang menarik, Agus Salim berhasil memikat masyarakat dan pemerintah Mesir melalui pidato-pidatonya. Dalam konteks ini, setidaknya terdapat dua hal penting yang menentukan keberhasilan diplomasi Agus Salim. Pertama, mengenai Pidato yang juga disampaikan kepada rakyat Mesir, menjelaskan bagaimana diplomasi itu berhasil, mengingat bahwa salah satu syarat lain keberhasilan diplomasi adalah memperoleh dukungan rakyat (Setiawati, 2020). Yang kedua, gaya jenaka pidato Agus Salim merupakan bentuk cara seseorang dalam berkomunikasi. Komunikasi dalam diplomasi merupakan unsur penting yang menentukan keberhasilan dari diplomasi. Tran dalam Communication and Diplomacy in a Changing World, mengatakan bahwa komunikasi adalah untuk diplomasi seperti darah ke tubuh manusia. Setiap kali komunikasi berhenti, tubuh politik internasional, proses diplomasi, mati, dan akibatnya adalah terjadi konflik atau kekerasan. Sedangkan, Stearns dalam Talking to Strangers, mengatakan bahwa komunikasi adalah inti dari diplomasi. Tidak pernah ada diplomat yang baik yang menjadi komunikator yang buruk (Jönsson & Hall, 2005). Ini berarti bahwa gaya komunikasi Agus Salim yang menarik menjadi faktor penentu keberhasilan diplomasinya. Ketika ia berhasil memikat Mesir melalui pidatonya, artinya pesan yang berusaha disampaikan dapat diterima dengan baik dan mampu meyakinkan pemerintah dan rakyat Mesir untuk mengambil sikap mengakui kemerdekaan Indonesia.
Referensi
Hasits, M. (2014, April 24). Diplomasi Agus Salim di negara-negara Arab bikin Belanda pusing. Retrieved from Merdeka: https://www.merdeka.com/peristiwa/diplomasi-agus-salim-di-negara-negara-arab-bikin-belanda-pusing.html
Jönsson, C., & Hall, M. (2005). Essence of Diplomacy. London: Palgrave Macmillan.
Matanasi, P. (2019, Maret 6). Sejarah Hidup Agus Salim yang Pernah Diejek Mirip Kambing. Retrieved from Tirto: https://tirto.id/sejarah-hidup-agus-salim-yang-pernah-diejek-mirip-kambing-diBo
Setiawati, Siti Mutiah. (2020). Materi Diplomasi. Disampaikan pada 16 September 2020. Yogyakarta: Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada.
Raditya, I. N. (2017, Mei 2). Pendidikan Tanpa Sekolah ala Agus Salim. Retrieved from Tirto: https://tirto.id/pendidikan-tanpa-sekolah-ala-agus-salim-cnSC
Rahman, S. A. (2007). Diplomasi RI di Mesir dan Negara-Negara Arab pada Tahun 1947. WACANA, VOL. 9 NO. 2, 154-172.
Tempo. (2013). Agus Salim: Diplomat Jenaka Penopang Republik. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.