Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gili Argenti

Gerakan Sosial Islam

Politik | Wednesday, 12 Jul 2023, 11:57 WIB
https://cnnindonesia.com/    foto: AFP" />
Ilustrasi aksi protes, sumber : https://cnnindonesia.com/ foto: AFP

Di dalam teori Gerakan Sosial Klasik (GSK) menjelaskan kemunculan aksi perlawanan bersifat kolektif yang melibatkan massa partisipan sangat banyak, disebabkan oleh adanya kesenjangan serta ketidakadilan ekonomi. Kesenjangan itu bersumber dari kebijakan tidak populis yang dikeluarkan pemerintah, sehingga kepemilikan atas kekayaan tidak terdistribusi secara merata dan adil ke seluruh lapisan masyarakat.

Kelompok borjuis-kapitalis dituding mendapatkan porsi kepemilihan lebih banyak dari kelas sosial lain. Keberpihakan sistematis pemerintah kepada kelompok itu, mengakibatkan terjadi ketimpangan sosial ditengah-tengah masyarakat. Dari adanya ketimpangan kepemilikan, akhirnya menjadi pemicu munculnya aksi-aksi perlawanan berskala massif.

Menurut GSK faktor utama hadirnya gerakan perlawanan bersumber dari adanya ketimpangan atas kekayaan, keyakinan GSK ini telah menjadi diskursus dalam ilmu-ilmu sosial, bahwa kehadiran aksi-aksi kolektif diberbagai penjuru dunia bersumber dari permasalahan sama, yaitu ketimpangan kepemilikan ekonomi, membuat gerakan sosial dimaknai secara tunggal, padahal kemunculan setiap gerakan perlawanan memiliki kekhasan, latar belakang atau keunikan berbeda-beda.

Karakteristik Gerakan Sosial

Secara umum gerakan sosial sendiri memiliki beberapa karakteristik. Pertama, aktor gerakan sosial memiliki karakter ideologis, memegang teguh cita-cita mengenai gambaran struktur masyarakat yang mereka inginkan, serta menyusun langkah strategi untuk mencapai gambaran masyarakat ideal itu, disertai sikap fanatik terhadap ideologi mereka miliki, terkesan memandang setiap fenomena sosial secara hitam-putih atau idealis.

Kedua, pemicu gerakan perlawanan, biasanya terkait perbedaan antara harapan dengan kenyataaan, terdapat keinginan mengenai terciptanya tatanan sosial berkeadilan, tetapi dalam praksisnya muncul penindasan yang mengakibatkan terjadi peminggiran sistematis pada kelompoknya.

Ketiga, terdapat unsur perekat diantara para partisipan pergerakan, unsur pemersatu diantara aktor-aktor gerakan, bisa berbentuk ideologi atau isu sosial-politik. Keempat, terdapat struktur organisasi menjadi wadah pengorganisasian perlawanan, biasanya coraknya bersifat ketat dan kaku, karena memiliki ideologi sangat kuat yang mengikat para partisipan.

Mengenal Gerakan Sosial Islam

Setelah menjelaskan konsep umum tentang gerakan sosial, berikutnya penulis akan menjelaskan secara spesifik tentang gerakan sosial Islam. Kenapa kita perlu membahas gerakan sosial Islam? Karena kemunculan gerakan sosial Islam tidak bisa dipahami dengan menggunakan kerangka teori GSK.

Perkembangan kontemporer diberbagai penjuru dunia menunjukan kemunculan gerakan sosial terkadang tidak dilatarbelakangi motif kesenjangan ekonomi, hal ini terlihat dari para aktor gerakan berasal dari kelompok secara finansial tergolong mapan, serta isu mereka angkat terkadang tidak menyentuh tema tentang kesejahteraan, tetapi isu terkait kesetaraan gender, demokrasi, kemerdekaan, hak asasi manusia, lingkungan, dan keagamaan. Termasuk Gerakan Sosial Islam (GSI), kemunculan salah satu dari gerakan sosial ini bersumber dari spirit keagamaan, dengan mengangkat isu sangat luas dan beragam, tidak hanya memperjuangkan peningkatan kesejahteraan ekonomi.

Terdapat beberapa sumber daya dari GSI, kemudian menjadi ciri sangat khas dari tipe gerakan sosial ini. Pertama, masjid yang menjadi lembaga utama bagi praktik keagamaan dalam masyarakat muslim, seringkali dimanfaatkan sebagai suatu struktur mobilisasi para partisipan. Di dalam masjid kalangan aktifis gerakan sosial menyelenggarakan khutbah, ceramah dan kelompok-kelompok studi untuk menyelenggarakan pesan gerakan, mengorganisasi tindakan kolektif dan merekrut anggota baru. Selain itu, masjid juga menawarkan jaringan organik dan nasional yang menghubungkan komunitas-komunitas aktifis diberbagai tempat (Wikatoorowicz, 2012).

Kedua, LSM-LSM Islam merupakan kumpulan organisasi tingkat menengah yang digunakan, LSM Islam seperti klinik medis, rumah sakit, yayasan-yayasan derma, pusat-pusat budaya dan sekolah-sekolah, telah menyediakan barang dan jasa untuk memperlihatkan bahwa Islam adalah jawaban persoalan-persoalan sehari- hari dalam masyarakat. Ketiga, para aktifis gerakan sosial Islam juga melakukan mobilisasi melalui struktur asosiasi-asosiasi profesional dan mahasiswa. Dalam masyarakat muslim, asosiasi-asosiasi ini sering kali berfungsi sebagai gelanggang politik alternatif dimana berbagai kontrol atas sumber daya kelembagaan (Wikatoorowicz, 2012).

Bentuk Gerakan Sosial Islam

Gerakan sosial Islam di Palestina sangat berpengaruh adalah Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah (Hamas) arti harfiahnya “Gerakan Perlawanan Islam”. Hamas mencantumkan Islam sebagai asas utama gerakan, memiliki tujuan membebaskan Palestina dari penjajahan zionis Israel.

Hamas memulai aktifitas gerakannya dari masjid, menghidupkan kembali fungsi masjid seperti zaman Nabi Muhammad SAW, dengan mengintensifkan berbagai pertemuan-pertemuan, seperti kegiatan mempelajari Al-Qur’an beserta tafsirnya, pembentukan halaqah dzikir, serta mengkaji khazanah ilmu pengetahuan Islam seperti mempelajari fiqih dan sirah nabawiyah. Selain menjadikan masjid tempat beribadah dan mempelajari Islam, Hamas juga menjadikan masjid tempat belajar (sekolah) bagi anak-anak Palestina, menyediakan perpustakaan menghimpun ribuan referensi ilmu pengetahuan, yang dapat diakses masyarakat, serta menyediakan sarana latihan fisik atau berolah raga (Izzuddin, 1993).

Basis pendukung Hamas umumnya berasal dari kelompok intelektual (kelas menengah) tersebar di kampus-kampus di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Mereka membentuk jaringan civil society berupa LSM Pendidikan dan kemanusiaan, rumah sakit, sekolah, perguruan tinggi, serta berbagai asosiasi bersifat profesional.

Di Indonesia dimasa kemerdekaan gerakan sosial Islam sangat dikenal luas adalah Laskar Hizbullah, menjadikan Islam menjadi spirit perlawanan, para pejuang laskar melakukan internalisasi ideologi di dalam masjid, menyampaikan khotbah Jum'at dan menyelenggarakan berbagai pengajian. Para pejuang Laskar Hizbullah sangat menyakini seruan perang sabil dari para ulama sebagai panggilan suci keagamaan harus diikuti sebagai wujud aktualisasi keyakinan seorang muslim (Fogg, 2020).

Sedangkan dimasa politik kontemporer, salah satu gerakan sosial Islam di Indonesia yang berhasil bertransformasi menjadi kekuatan politik sampai sekarang adalah Jamaah Tarbiyah. Komunitas Tarbiyah sendiri muncul ditahun 1980-an, memiliki akar gerakan di masjid-masjid kampus diseluruh Indonesia, mereka melakukan pengkaderan dengan sistem liqo atau usrah. Pada tahun 1990-an mereka mulai tampil ke publik secara terbuka dengan mendirikan berbagai LSM kemanusiaan, lembaga pendidikan, dan perkumpulan profesional. Basis utama kelompok Tarbiyah berasal dari kelas menengah perkotaan, yang secara finansial bisa dikatakan mapan. Di awal refomasi mereka akhirnya mendirikan partai politik Islam yang masih eksis melewati pemilu di era reformasi sajak 1999, 2004, 2009, 2014, 2019, nanti 2024 (Rahawarin, 2023).

Sedangkan di Al-Jazair salah satu gerakan sosial berpengaruh adalah Front Islamic du Salut atau dalam bahasa Indonesia Front Keselamatan Islam (FIS). Pergerakan Islam yang memenangkan pemilu di tahun 1991, berawal dari gerakan dakwah yang berpusat di masjid-masjid seantero Al-Jazair, FIS melakukan pemberdayaan masyarakat melalui beragam aktifitas seperti pendidikan, pengajian, dan ekonomi umat. Gerakan sosial Islam ini mendapatkan sambutan luas dari masyarakat, disebabkan FIS memiliki karakter kultur gerakan bersifat longgar atau mengakomodasi beragam paham keagamaan, serta pandangan keagamaan lebih moderat, sedangkan basis pendukung FIS sendiri berasal dari kelas menengah muslim perkotaan (Wiktorowicz, 2012).

Penutup

Gerakan Sosial Islam (GSI) memiliki keunikan dan kekhasan yaitu menjadikan masjid sebagai poros utama pergerakan, serta memiliki basis pendukung dari kelompok kelas menengah, secara finansial bisa dikatakan mapan, sehingga tuntutan mereka menyasar isu-isu lebih luas jangkauannya seperti kesetaraaan, pendidkan, demokratisasi, dan kemanusiaan. Bukti komitmen mereka pada isu-isu itu dibuktikan dengan mendirikan LSM atau lembaga pendidikan memiliki konsen pada hal-hal tersebut.

Gili Argenti, Dosen FISIP Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA), Ketua Bidang Hikmah dan Hubungan Antar Lembaga Pemuda Muhammadiyah Karawang.

Sumber Referensi

1. Fogg, Kevin W. 2020. Spirit Islam Pada Masa Revolusi Indonesia (Naura, Jakarta).

2. Izzuddin, Ahmad. 1993. Hamas Intifadlah Yang Di Lindas (Gema Insani Press, Jakarta).

3. Rahawarin, Zainal Abidin. 2023. Dinamika Politik Islam Indonesia (Pustaka Pelajar, Yogyakarta).

4. Wiktorowicz, Quintan. 2012. Gerakan Sosial Islam : Teori, Pendekatan dan Studi Kasus. (Penerbit Gading Publishing dan Paramadina, Jakarta).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image