Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Salma Ayumi

Penerapan Pajak Karbon di Indonesia

Eduaksi | Monday, 10 Jul 2023, 16:53 WIB

Pajak karbon merupakan pajak atas pemakaian bahan bakar berbasis karbon yang memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Pajak karbon ini direncanakan akan diimplementasikan di Indonesia dalam upaya menangani dampak dari perubahan iklim yang terjadi, dampak dari perubahan iklim tersebut dapat berupa pemanasan global hingga peningkatan emisi gas rumah kaca, yang utamanya dengan adanya peningkatan emisi gas rumah kaca yang terjadi maka akan menyebabkan masalah-masalah lainnya seperti meningkatnya suhu di Indonesia, mencairnya es di kutub, meningkatnya permukaan laut, serta meningkatkan risiko kebakaran hutan dan hujan lebat. Hal tersebut tentunya merupakan dampak negatif dari lingkungan yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, sehingga perlu adanya upaya-upaya preventif untuk mencegah semua dampak tersebut agar tidak terjadi. Indonesia berupaya menurunkan tingkat emisi pada tahun 2030 sebesar 29%-41%. Upaya tersebut sebagai bentuk komitmen Indonesia sebagai anggota dari United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Sesuai dengan pengertiannya bahwa pajak karbon ini akan dibebankan kepada para pemakai bahan bakar berbasis karbon, dimana bahan bakar berbasis karbon ini yaitu; minyak mentah, batu bara, dan gas alam. Objek dari pengenaan pajak karbon ini adalah bahan bakar fosil dan emisi yang dikeluarkan oleh pabrik ataupun kendaraan bermotor. Regulasi yang mengatur tentang pajak karbon ini telah tercantum pada UU No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, dimana pada undang-undang tersebut diatur bahwa tarif pajak karbon ditetapkan sama dengan harga karbon di pasar karbon dengan tarif paling rendah Rp30,00 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e). Dari tarif tersebut Indonesia menjadi negara dengan tarif pajak karbon terendah di dunia. Rencana penerapan pajak karbon di indonesia masih berstatus rencana dan belum diterapkan karena penerapannya selalu ditunda hingga tahun 2025. Alasan dari ditundanya penerapan pajak karbon ini diantaranya yaitu kesadaran masyarakat akan emisi karbon yang masih rendah, masih banyak hal yang harus didiskusikam terkait dengan cara mengukur besaran emisi karbon, perlunya sosialisasi terkait pajak karbon ini pada dunia usaha.

Penampakan polusi udara di Jakarta Utara. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kebijakan pajak karbon ini menjadi salah satu bentuk dari kebijakan mitigasi bencana. Mitigasi bencana menurut menurut UU No. 24 Tahun 2007 adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Bentuk mitigasi bencana dari penerapan pajak karbon ini ialah dimana pajak karbon ini menjadi rem penggunaan energi kotor atau tidak terbarukan. Dengan pembatasan penggunaan energi kotor tersebut dapat mengurangi resiko dampak negatif dari besarnya tingkat emisi karbon di Indonesia.

Pajak karbon ini memiliki manfaat untuk kondisi-kondisi pada berbagai sektor, seperti mendorong pertumbuhan ekonomi yang hijau, mendorong pengembangan pasar karbon, investasi yang lebih efisien, rendahnya tingkat karbon, mengurangi resiko terjadinya pemanasan global, meningkatkan pendapatan pajak pemerintah, mendorong pengembangan dan penggunaan energi bersih atau terbarukan sebagai bentuk inovasi baru di bidang IPTEK dengan memanfaatkan dana yang berasal dari pajak karbon tersebut.

Intinya dari rencana penerapan pajak karbon tidak lain adalah sebagai bentuk mitigasi bencana alam yang disebabkan oleh manusia sendiri, dengan pembatasan penggunaan energi kotor dapat mengurangi resiko terjadinya dampak negatif dari climate change yang terjadi, mengingat bahwa dampaknya nantinya akan dirasakan langsung oleh berbagai pihak. Namun penerapan pajak karbon ini tidak mudah bagi negara Indonesia, karena masih banyak hal yang harus didiskusikan termasuk respon dari publik.

Semakin banyak penggunaan transportasi yang dapat meningkatkan emisi karbon di Indonesia sehingga perlunya sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang dampak langsung yang akan dirasakan, penyusunan rencana yang lebih matang dan mudah dimengerti, hingga peningkatan kualitas pelayanan transportasi publik agar masyarakat dapat beralih dari pernggunaan transportasi pribadi ke transportasi umum yang lebih ramah lingkungan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image