Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image AR

Bacaan Musykilat, Mengenal Alif Mad Thabi'i Fariqah pada Lafaz Ana dalam Al-Qur'an

Agama | Sunday, 09 Jul 2023, 05:53 WIB
sumber gambar: dokumen pribadi

Dalam Al-Qur'an, setiap kali kita menemukan alif dalam suatu kalimah (kata), ternyata alif tidak melulu dibaca secara panjang (maddah). Adakalanya alif yang kita temukan justru malah tidak dibaca (diabaikan). Alif dalam Al-Qur'an yang dianggap sulit dalam maksudnya atau cara membacanya dikenal juga sebagai alif musykilat atau alif tersulit."Ana" ( أَنَا ) salah satu dari sekian banyak contoh dari alif musykilat dalam Al-Qur'an yang banyak ditemukan tersebar di berbagai ayat dalam Al-Qur'an. Penting bagi penulis untuk mengangkat pembahasan ini, karena banyak dari kita yang masih keliru dalam membaca "ana" ( أَنَا ) dalam Al-Qur'an, khususnya di kalangan masyarakat awam. Artikel ini akan menekankan fokus, terutama"alif" pada ( أَنَا ) dan "alif" pada ( ءَنَا ), keduanya hampir mirip namun ternyata jelas memiliki cara baca yang berbeda.

Mari kita mulai dengan membahas alif pada ( أَنَا ), karena ini yang seringkali orang keliru saat membacanya.

Secara nahwiyah "ana" ( أَنَا ) tergolong isim dhamir (kata ganti orang) yang memiliki fungsi sebagai dhamirmunfashil mutakallim wahdah (kata ganti orang pertama tunggal terpisah). Setidaknya "ana" ( أَنَا ) diulang sebanyak 45 kali dalam Al-Qur'an yang tersebar di berbagai surah.

Alif pada "ana" ( أَنَا ) biasa ditulis dengan tanda shifr di atasnya ( ا۠ ) jenis shifr mustathil (bulat memanjang/bulat lonjong), disebut juga sebagai alif shifr mustathil atau alif shifr mustathil qâim. Alif dengan tanda shifr mustathil tersebut hanya ada tujuh macam dalam Al-Qur'an, yang dikenal juga sebagai "sab'ah alifah" (tujuh alif). Alif pada ( أَنَا ) tergolong ke dalam jenis mad thabi'i fariqah sebagai alif layyinah fariqah, dibaca panjang ketika waqaf dan tidak dibaca (diabaikan) ketika washal. Lafaz "ana" ( أَنَا ) bentuk asalnya adalah tanpa alif ( أَنَ ). Keberadaan alif pada lafaz tersebut adalah alif ziyadah (alif yang ditambahkan setelah huruf nûn) yang 'aridhi (terbarukan) dan bukan huruf asal kalimah (nafsul kalimah), sebagai pembeda (fariqah) agar tidak tertukar (iltibas) dengan lafaz "anna" ( أَنَّ ) dan "an" ( أَنۡ ).

Selanjutnya "nâ" ( نَا ) yang didahului hamzah lepas seperti pada kata "liqâ-anâ" ( لِقَآءَنَا ) QS. Yûnus [10]: 7 dan "abnâ-anâ" ( أَبْنَآءَنَا ) QS. Ali 'Imrân [3]: 61, maka alif tersebut tetap dibaca panjang baik dalam keadaan waqaf ataupun washal, karena alif tersebut merupakan alif mad thabi'i ashli.Secara nahwiyah,"nâ" pada contoh di atas tergolong isim dhamir muttashil mutakallim ma'al ghair (kata ganti kepemilikan orang pertama lebih dari satu tersambung), sedang hamzah adalah hamzah mutatharrifah (hamzah di akhir kata yang jatuh setelah alif) yang diikuti dengan nûn alif dhamir muttashil. Beda halnya, hamzahsebelum nun alif pada dhamir munfashil pada lafaz "ana" ( أَنَا ) adalah hamzah qath'i (hamzah yang ditulis dan dilafazkan), sedang alif-nya disebut juga sebagai alif mahzumah atau alif yang berfungsi sebagai huruf penyanggah hamzah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image