Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sultan

Kesadaran Lenyap di Tengah Malam

Sastra | Sunday, 02 Jul 2023, 12:32 WIB

Waktu itu ada pemuda yang melintas di antara serbuan hujan deras. Waktu dimana berjalan dengan terbata-bata, terpotong dan terjeda. Genangan air yang ia lintasi terbelah, memberikan suasana bahwa ia ingin menjalani kehidupan dengan teleportasi. Dengan sekejap menerobos ke sisi yang lain. Dan udara yang ia tembus, membuka celah ruang kekacauan. Entah kedatangannya dari mana, namun kehadirannya yang sekilas, membawa aroma amis yang mengundang. Aku merenung di sebuah warung di tepi jalan itu. Kemunculan pria itu memberiku sebilah ide yang membantu khayalanku. Setiap rokok yang kuhisap, ku perhatikan setiap imajinasiku yang bergetar. Di saat aku terguyur oleh keraguan, kehilangan arah dan cinta.

Kesadaran (sumber : https://id.pinterest.com/pin/612559986839955152/)

Matahari telah menyingsing kembali untuk kesekian kalinya. Dan aku kembali lagi pada peran sensor hitam putih ku yang ku mainkan. Malam ini dan rembulan ini jatuh di hari sabtu, dan aku punya pertemuan pada orang yang siap untuk menertawakan kegelapan lagit yang menghitamkan dunia. Oh yeah, namaku RIMBA. Sebelum meninggalkan rumah, ku perhatikan setiap jejak yang tertinggal, aku tak mau hanya jejak sebelah kiri ku yang membekas. “ Dimana rim?”, “ On the way “.

Meja bundar dengan serat kayu yang berantakan, menjadi tumpuan senjataku untuk menghadapi malam ini. Beberapa perbincangan ngawur melayang disana, setiap topik pembicaraan yang mereka lontarkan, mereka tidak sadar itu membawanya kemana. Aku hanya sibuk memutarkan rokok ku yang sekali-kali kuhisap. Memerhatikan mereka sangat menyakiti telinga. Untuk meredakannya sesekali kualihkan pandangan untuk melihat sisi dunia yang lain. Di sana ada yang berciuman dengan gelas, ada juga yang hanya menganggukkan kepala. Ini tidak seperti biasanya, dimana pestanyaaaaa arghh. Pesta Bunuh Diri, yang belum lama ini ku baca novelnya. Tiba-tiba aku pun ingin kebelakang, aku ingin mengalirkan aliran ajaib, aliran air seni.

“ Gabung bang “. Aku terkejut tiba-tiba ada orang yang bergabung untuk membuang aliran seni di sebelah kiriku“. Begitu aneh situasinya, sampai aku melihat cincin yang di kenakannya, dan itu mirip seperti punyaku. Tempat itu gelap, wajahnya tak sampai di pandanganku. Dan aku menunggunya sampai dia terlihat oleh ku. Kemudian ia membalikan tubuhnya, dan cahaya lampu perlahan menembus wajahnya. Saat itu pula aku menyadarinya, orang itu yang telah mengacaukan khayalanku kemarin malam. Hanya sekedar itu saja penasaran ku, aku pun kembali ke meja. “ Woy rim sini “. “ hahh ? “. Temanku memanggiku, tetapi ia tidak mengahap ke arah ku, mungkin dia hanya kebanyakan minum.

Kesadaran perlahan mulai menghilang disana, beberapa dari mereka menaruh kepalanya di atas meja itu. Masih tersisa temanku yang menegakkan badannya, termasuk diriku. Malam masih panjang, kegiatan seperti ini tidak menghasilkan apapun kecuali muntah-muntah. Suasana menjadi hening, dan seketika aku memetik gitar dan ku mainkan lagu The Spirit Carries On dari Dream Theater. Lagu ini memiliki roh yang begitu kuat dan maknya yang luar biasa. “ VICTORIA’S REAL, I FINALLY FEEL “. Aku bernyanyi dengan perlahan, menikmati lagunya. Akan tetapi orang yang di meja sana itu, bernyanyi dengan suara yang lebih tinggi dariku. Lagi dan lagi, dia juga orangnya yang mengacaukan. Tidak terlalu ku gubris, aku sedang menikmati ini. “ Woy bang, lu suka Dream Theater? “. Sejak kapan ia disini, aku tidak menyadari telah di hampirinya. “ Cuma lagu ini aja “, “ ohh sama, gua juga cuma suka lagu ini doang “, dasar peniru. Dia memang orang asing, tapi kehadarinnya amat sangat aku kenal. “ Eh bang, bosen gua disini, geser yuk! “. Yeahh sebagian dari sini mulai meninggalkan tempat, dan sisanya hanya sibuk dengan handphoneya. Tetapi apa alasanku untuk menerima ajakannya. “ Bolehh kemana kita? “. Tidak ada alasan juga untuk tetap berada di tempat hampa ini. “kita keluar dari sini, kita tertawakan kegelapan itu!“. Dia mengatakannya sambil mengangkat jari telunjuknya keudara, menunjuk kehitaman langit itu secara acak. Dan itu membuatku berupaya untuk tertawa bersamanya. Kita pun menyalakan motor, siap meninggalkan tempat itu. Tapi sekali lagi kemiripan terjadi, motornya sama denganku. Motor clasik caferacer.

Kita berada di jalan mengendari motor masing-masing menelusuri bayangan yang tenggelam. Saling mengoper botol, menentukan tempat singgah. Dan aku pun bersamanya berakhir di sebuah bangku yang menyendiri di atas trotoar. Disana kami membentuk obrolan yang dapat membaca keadaan. Memikirkan bagaimana cara untuk menancapkan kesadaran ke dalam bumi. Aku pun tertawa bersamanya karena hal itu. Menertawakannya sembari menjinjitkan kaki di atas kehidupan yang terhimpit. Sekian detiknya khayalan kita menyatu bersama angin malam.

Pergerakan rembulan menyadarkanku kalau waktu semakin larut. Yang tidak aku sadari kemana orang itu, Sepertinya waktu sedikit loncat. Tiba-tiba diriku sendiri berada disini. Mungkin dia ada keperluan yang darurat atau semacamnya, yang tak sempat di sampaikan padaku. Malamku kali ini mengantarkanku ke dalam pesta, walau hanya sepenggal saja. Orang itu bernama RIMBA, dia adalah diriku, aku merangkul hawa panasku sendiri yang meledakkan ingatan pada malam ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image