Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image tria damayanti putri

Perencanaan Peningkatan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Tahun 2025 di Indonesia

Eduaksi | 2023-06-27 13:41:27
Sumber : pajakku.com

Pemerintah mengusulkan penerapan skema pajak multi tarif dengan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai yang semula tarifnya 10% naik menjadi 12%. Per oktober (29/20), regulasi ini telah disahkan dalam UU No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa hal tersebut bertujuan untuk mencapai keadilan bagi wajib pajak. Maka tarif umum akan dinaikkan dari 10% menuju 11% di tahun 2022 dan secara bertahap meningkat menjadi 12% di tahun 2025.

Kenaikan pajak menjadi 12% di tahun 2025 memang mendorong pro-kontra. Meskipun berkontribusi positif terhadap pemulihan ekonomi pasca pandemi, namun kenaikan PPN tersebut akan memberikan dampak pada kenaikan harga yang membebani masyarakat, terutama terkait aspek daya beli masyarakat.

Dilihat dari sisi pengusaha atau pedagang, adanya kenaikan PPN dinilai mampu mempengaruhi penghasilan mereka, dengan naiknya PPN akan mempengaruhi daya beli masyarakat terutama masyarakat yang menjual kebutuhan pokok.

Dari sisi pemerintah kenaikan PPN dari 10% menjadi 12% akan memberikan dampak positif karena berhubungan terhadap potensi meningkatnya penerimaan pajak sehingga pemasukan pajak negara akan lebih besar. Hubungan PPN dengan pertumbuhan ekonomi adalah positif signifikan. Hal ini seperti diuraikan oleh Anojan (2015) yang menyatakan bahwa pajak konsumsi atau PPN memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi dalam hal ini PDB. Demikian hal nya yang dikemukakan oleh Wijaya (2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dengan penerimaan PPN. Sehingga PPN dan pertumbuhan ekonomi bisa saling mempengaruhi.

Dahri, et.al (2019) menemukan bahwa PPN memiliki dampak positif signifikan dengan tabungan nasional baik di Jepang maupun di Pakistan. Hal ini didukung oleh Sthanumoorthy (2006) dan Alm & ElGanainy (2012). Aini & setyari (2019) mengemukakan bahwa tabungan nasional meningkatkan investasi asing sehingga akan berdampak positif padapembiayaan nasional. Dengan adanya hubungan positif antara PPN dan tingkat tabungan nasional, tentunya memberikan harapan yang baik dengan kenaikan tarif PPN akan menaikkan tabungan nasional dan investasi luar negeri juga akan semakin tinggi.

Tentunya banyak masyarakat yang memberikan respons tidak setuju atas perubahan tarif PPN tersebut, seharusnya pemerintah memberikan subsidi terhadap kebutuhan pokok masyarakat agar daya beli masyarakat dapat menjangkau hal itu, bukan menaikkan harganya. Akibatnya masyarakat kecil sangat merasakan dampak dari kenaikan PPN karena daya beli yang rendah ditambah dengan naiknya harga.

Pemerintah juga menyiapkan opsi apabila perubahan ini menimbulkan perdebatan yaitu dengan menerapkan skema pengenaan PPN multi tarif.

PPN multi tarif ini sebenarnya sudah diterapkan oleh beberapa negara, untuk tarif rendah 5 atau 7% diperkenankan untuk barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak seperti kebutuhan pangan. Tarif 7% untuk jasa tertentu seperti pendidikan dan angkutan penumpang.

Untuk tarif tinggi di range 15-25% diperkenankan untuk barang yang tergolong mewah yang diperuntukkan bagi orang kaya seperti rumah, apartemen, barang mewah, berlian, dsb. Hal ini bertujuan untuk memberikan keadilan bagi orang mampu dan tidak.

Terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak seperti kebutuhan pokok, jasa Pendidikan dan jasa kesehatan akan dikenakan tarif yang lebih rendah bahkan tidak dipungut PPN sama sekali. Bagi masyarakat kecil atau tidak mampu dapat dikompensasi dengan pemberian subsidi.

Namun, pada akhirnya setelah pengesehan UU HPP, skema ini dihapuskan karena beresiko mendorong sengketa dan meningkatkan cost of compliance. Sehingga, ditetapkanlah pajak tunggal senilai 11% di tahun 2022. Terkait implementasi kenaikan PPN ini nantinya akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Kesimpulan yang dapat diambil dari kasus ini, yaitu motif Pemerintah Indonesia menaikkan tarif PPN utamanya adalah berkaitan dengan ketahanan ekonomi Indonesia, secara empiris kebijakan pemerintah ini sudahlah tepat karena terdapat hubungan positif antara PPN dengan PDB dan tabungan Nasional. Dimana kenaikan PPN Rp 1 T dapat meningkatkan PDB Rp 28.5 Triliun. Sementara itu, setiap PPN naik sebesar Rp 1 Triliun maka tabungan nasional akan naik sebesar Rp 9.3 Triliun dimana semakin tinggi tabungan nasional akan menaikkan pula investasi luar negeri ke Indonesia.

Saran yang dapat diambil dari kasus ini kepada Pemerintah Indonesia, yaitu Indonesia dapat mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif dan juga menaikkan konsumsi dengan rencana kenaikan tarif PPN, namun kondisi Indonesia yang mengalami bonus demografi Pemerintah harus melihat ini sebagai sebuah kesempatan dengan bertumbuhnya golongan menengah ke atas, tentunya konsumsi akan terus naik dan akan berakibat pada peningkatan perokonomian dengan adanya kenaikan tarif PPN sehingga untuk mengatasi dampak buruk inflasi, pemerintah perlu untuk menyiapkan skema kebijakan pajak dan pengontrolan harga agar inflasi tetap dapat dikendalikan di tengah kenaikan tarif PPN yang akan mengakibatkan stimulasi kenaikan harga.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image