Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Luthfia Widiati Subagio

Pernikahan dalam Islam - Makna, Anjuran, dan Hukum Menikah dalam Agama

Agama | Wednesday, 21 Jun 2023, 18:52 WIB
jenis-pernikahan-yang-dilarang-dalam-islam-hukumnya-tidak-sah

Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam perjalanan hidup setiap individu. Sebagai norma turun-temurun di berbagai budaya sepanjang sejarah, pernikahan memiliki makna yang mendalam. Di Indonesia, pernikahan merupakan proses pengikatan janji suci antara seorang pria dan seorang wanita.

Secara etimologi, kata "nikah" berasal dari bahasa Arab "al-dhammu" yang berarti "berkumpul." Dalam terminologi fikih atau hukum Islam, pernikahan adalah akad yang memungkinkan terjadinya hubungan intim antara suami dan istri melalui ijab kabul atau sejenisnya. Artinya, pernikahan adalah landasan hukum yang memvalidasi ikatan antara seorang pria dan seorang wanita (Fathul Wahab, 2: 54).

Dalam Islam, anjuran untuk menikah banyak disebutkan dalam Alquran. Salah satu contohnya terdapat dalam Surah An-Nur (24) ayat 32 yang berbunyi, "Nikahkanlah orang-orang yang masih belum menikah di antara kalian, serta juga orang-orang yang pantas menikah dari hamba-hamba sahayamu, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka berada dalam keadaan kurang mampu, Allah akan memberikan kelapangan rizki kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas dalam pemberian-Nya, Maha Mengetahui."

Ayat tersebut memerintahkan umat Islam untuk menikahkan mereka yang masih membujang serta mereka yang layak menikah dari hamba sahaya yang ada. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Namun, pandangan ulama terbagi mengenai apakah pernikahan tersebut bersifat wajib atau hanya sunah.

Ibnu Katsir, dalam kitab Tafsir Alquran al-Azhim (6: 51), menjelaskan bahwa ayat 32 Surat An-Nur memerintahkan umat Islam untuk menikah. Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa perintah tersebut bersifat sunah atau anjuran. Imam Nawawi menyatakan bahwa perintah menikah dalam Al-Qur'an bersifat sunah, bukan wajib (Syarah Shahih Muslim, 9: 173).

Hukum menikah dalam Islam dapat bervariasi tergantung pada keadaan dan niat individu yang akan menikah. Mayoritas ulama sepakat bahwa hukum asal menikah adalah sunah. Namun, ada lima jenis hukum menikah yang dapat diterapkan berdasarkan keadaan dan niat individu tersebut.

Pertama, wajib menikah. Hukum ini berlaku bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk menikah dan memiliki keinginan kuat untuk menyalurkan gairah seksual mereka agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan maksiat. Kemampuan tersebut mencakup kemampuan memberikan nafkah, seperti mahar, sandang, pangan, dan papan.

Kedua, sunah menikah. Hukum ini berlaku bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk menikah, mau menikah, dan memiliki keinginan untuk menyalurkan gairah seksual mereka, namun tidak sampai pada tingkat yang dapat memicu terjadinya perbuatan maksiat.

Ketiga, lebih baik ditinggalkan. Hukum ini berlaku bagi mereka yang memiliki keinginan untuk menyalurkan gairah seksual mereka, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk menafkahi pasangan dan keluarganya. Mereka sebaiknya menunda pernikahan hingga memiliki kemampuan tersebut.

Keempat, makruh menikah. Hukum tersebut berlaku bagi individu yang memang tidak memiliki keinginan untuk menikah, baik karena karakteristik pribadinya atau karena adanya suatu penyakit. Mereka juga tidak memiliki kemampuan untuk menafkahi istri dan keluarganya. Jika dipaksakan untuk menikah, dikhawatirkan mereka tidak dapat memenuhi hak dan kewajiban dalam pernikahan atau bahkan merugikan pasangan mereka.

Kelima, haram menikah. Hukum ini berlaku bagi mereka yang menikah dengan niat untuk menyakiti atau dengan tujuan melanggar ketentuan agama. Mereka yang berniat untuk menyakiti atau menyiksa pasangan dalam pernikahan diharamkan untuk menikah.

Dalam menentukan hukum menikah, setiap individu harus mempertimbangkan keadaan dan niat mereka sendiri. Di Indonesia, umumnya seseorang dianggap memiliki kemampuan untuk menikah setelah menyelesaikan pendidikan menengah atas (SMA) dan memiliki pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, biasanya antara usia 19-25 tahun.

Pernikahan pada dasarnya adalah sebuah ibadah yang melibatkan hak dan kewajiban. Oleh karena itu, kemampuan fisik dan mental yang memadai sangat diperlukan agar tercipta keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang. Dalam memilih pasangan hidup, baik individu maupun orang tua perlu memperhatikan situasi dan kondisi yang ada. Pernikahan adalah komitmen seumur hidup yang membutuhkan kesiapan dan keseriusan dari kedua belah pihak.

Dengan demikian, pernikahan sebagai institusi sosial dan agama memiliki banyak aspek yang perlu dipahami. Setiap individu memiliki kebebasan untuk menentukan jalan hidup mereka, termasuk keputusan untuk menikah. Namun, penting untuk memahami hukum menikah dalam konteks agama dan kehidupan sehari-hari agar pernikahan dapat dijalani dengan penuh tanggung jawab dan kebahagiaan. Wallahu a'lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image