Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Junaidi

Antisipasi Pesta Demokrasi: Black Campaign Jangan Terulang Lagi

Politik | Sunday, 18 Jun 2023, 16:06 WIB
Ilustrasi Kampanye. Sumber: https://www.pexels.com/@Edmond Dantes/

Berkaca dari era sebelumnya, Pemilu 2019 adalah pemilu serentak yang dilaksanakan untuk pemilihan Presiden dan pemilihan anggota legislatif serta anggota DPD. Pemilu 2019 banyak diwarnai dengan budaya black campaign atau kampanye hitam yang menimpa pasangan calon presiden dan wakil presden.

Pasangan calon nomor urut 1 yaitu Joko Widodo dan Ma’ruf Amin pernah diisukan jika mereka terpilih maka tidak ada lagi azan. Tudingan yang dilancarkan pada pasangan calon nomor urut 1 itu adalah hoaks yang dibuat oleh oknum yang tidak bertanggungjawab yaitu tiga orang wanita di daerah jawa barat yang membuat video provokasi terkait larangan azan jika Pasangan calon nomor urut 1 terpilih, mereka akhirnya ditetapkan sebagai tersangka atas tindakan fitnah dan ujaran kebencian tersebut (Kabid Humas Polda Jabar, 2019).

Tak hanya menyerang paslon nomor urut 1, black campaign juga pernah menjerat paslon nomor urut 2 yaitu isu skandal yang dilakukan sandiaga uno yang menjalin hubungan dengan tiga perempuan dan juga isu peredaran uang kertas rupiah dengan stempel yang bertuliskan “Prabowo : Satria piningit, Heru Cakra ratu adil”. Praktik black campaign yang bersifat penyebaran berita hoaks dan pencemaran nama baik ini banyak menimbulkan stigma negatif di masyarakat terkait pasangan calon. Kampanye di Indonesia belum berjalan dengan baik karena masih banyak budaya black campaign dan berita hoaks yang beredar. Pemilu di negara demokrasi seharusnya berjalan secara bersih tanpa adanya black campaign atau kampanye hitam yang menimbulkan keributan.

kebebasan berkampanye memang terbuka bagi pasangan calon Presiden dan Wakil presiden. Kampanye ini bertujuan untuk meyakinkan rakyat sebagai pemilik hak suara dengan menawarkan visi, misi, atau citra peserta pemilu. Kegiatan kampanye tidak hanya dilakukan secara langsung kepada masyarakat tetapi juga bisa melalui media sosial. Kehadiran media sosial sangat mempermudah masyarakat untuk mengakses berita politik secara cepat, tanpa harus menyaksikan secara langsung kita bisa mengetahui bagaimana perkembangan politik yang terbaru di Indonesia.

Terlepas dari dampak positifnya, kehadiran media sosial juga memberikan ancaman baru bagi dunia politik, siapapun bisa mnyebarakan berita di media sosial tetapi kebenaran berita tersebut belum bisa dibuktikan, tindakan penyebaran berita palsu atau kebohongan ini disebut hoaks. Praktik penyebaran hoaks terkait peserta pemilu ini digolongkan sebagai bentuk black campaign dalam pemilu 2019 silam karena menjatuhkan citra peserta pemilu.Kampanye hitam ini adalah tindakan yang dilarang karena banyak menimbulkan kerugian seperti: merusak nilai wawasan kebangsaan, merusak sportifitas dalam konsep pemilu, merusak demokrasi pancasila, merusak citra pemilu yang damai, bahkan dapat menimbulkan lahirnya politik identitas berbasis SARA.Secara yuridis aturan tentang kampanye hitam ini diatur secara tersirat dalam UU No.7 Tahun 2017. Pada pasal 280 ayat (1)

Kampanye hitam tidak hanya merugikan pasangan calon saja tetapi juga merugikan masyarakat karena terpengeruh berita hoaks, hal ini sangat bertentangan dengan hak dasar masyarakat dalam UUD 1945 yang menjelaskan bahwa masyarakat indonesia berhak mendapatkan informasi yang benar (D Doly, 2020).

Black Campaign dan hoaks berpotensi untuk selalu terjadi di setiap pemilu, oleh karena itu perlu adanya upaya pencegahan yang tegas dari pemerintah demi terwujudnya sportifitas dalam pemilu 2024 nanti.

Black Campaign sendiri adalah melakukan kampanye dengan cara menjelekkan lawan politiknya, secara yuridis disebutkan bahwa kampanye hitam bisa dilakukan dengan cara hasut- menghasut, melakukan fitnah, melakukan adu domba, memprovokasi serta menggiring opini kebohongan untuk menjelekkan lawan politiknya. Beberapa faktor yang mendorong terjadinya black campaign seperti: ambisi kekuasaan yang berlebihan dari pasangan calon, dimanjakan dengan kemudahan akses di media sosial seperti Youtube, Facebook dan Twitters sebagai platform untuk menyebarkan berita, dan rendahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia terkait kebenaran suatu berita sehingga sangat mudah termakan hoaks dan mengembangkan suatu berita yang salah tersebut.

Cara untuk mengatasi Black campaign di Indonesia demi terwujudnya pemilu yang bebas hoaks adalah dengan membenahi hukumnya terlebih dahulu, jika dilihat saat ini aturan tentang black campaign hanya diatur secara tersirat didalam Pasal 280 ayat (1) UU No.7 Tahun 2017, seharusnya ada aturan khusus dan tersurat terkait black campaign atau kampanye hitam, baik itu kampanye hitam yang dilakukan oleh peserta pemilu maupun kampanye hitam yang dilakukan oleh Tim sukses. Beberapa cara lain yang bisa dilakukan untuk pencegahan black campaign diantaranya: pembentukan Satgas khusus anti hoaks dan black campaign disetiap pusat maupun daerah, kominfo melakukan pengecekkan secara berkala terkait akun-akun penyebar hoaks dan melakukan banned secara permanen, pengoptimalan pengawasan oleh KPU dan Bawaslu, memberikan edukasi politik yang baik kepada masyarakat agar memilih pemimpin benar benar dari hati nurani dan tidak termakan berita hoaks, serta memberikan penyuluhan kepada masyarakat terkait bagaimana cara melaporkan tindakan black campaign dan kemana harus dilaporkan.

Dengan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat diharapkan budaya black campaign ini tidak terjadi lagi di pemilu-pemilu berikutnya sehingga masyarakat bisa memilih dengan damai tanpa terprovokatif oleh berita kebohongan dari pihak manapun dan peserta pemilu maupun tim sukses yang berkampanye nantinya diharapkan lebih fokus menonjolkan visi dan misi apa yang akan diwujudkan untuk Indonesia jika terpilih nantinya.

Referensi:Doly, D. (2020). Penegakan hukum kampanye hitam (Black campaign) di media sosial: Pembelajaran pemilihan umum presiden tahun 2019. Kajian, 25(1).Abqa, M. A. R., Kurniasih, Y., & Nugrahenti, M. C. (2022). Sinergitas Akademisi dan Bawaslu dalam Pencegahan Berita Hoax dan Black Campaign. Community Development Journal: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3(3), 1484-1488.Thanzani, A., Sari, A. D. P., Yulia, L. T., & Fikri, S. (2022). Black Campaign melalui Media Elektronik dari Perspektif Hukum Pemilu. Journal Evidence Of Law, 1(3).Hafid, I. (2020). Kebijakan Kriminal dalam Mengatasi Kampanye Hitam (Black Campaign) di Media Sosial. Jurnal Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau..UU No.7 Tahun 2017 Pasal 280 ayat (1) tentang larangan bagi pelaksana,peserta dan tim kampanye pemilu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image