Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Risna Afrianis

Toleransi, Benar Aksi atau Hanya Fiksi?

Info Terkini | 2023-06-18 09:00:05
Keberagaman Indonesia dalam "Bhineka Tunggal Ika"

Indonesia dengan kekayaannya memiliki banyak sekali keragaman atau sering disebut dengan mega kultural,salah satunya agama. Ini semua karena letak geografisnya yg strategis dan banyak dilalui oleh berbagai negara. Mulai dari jalur perdagangan bahkan sebagai tempat incaran penjajahan. Jika berbicara tentang sejarah,berarti juga berbicara tentang proses masuknya agama – agama tersebut ke Indonesia. Salah satu teori terkenal yakni teori arab,yang menjelaskan bahwa agama Islam masuk melalui pedagang arab pada tahun 674 masehi. Buktinya adalah dengan ditemukannya nisan dengan bertuliskan huruf arab. Selain itu juga ada teori Gujarat yang percaya bahwa Islam masuk ke Indonesia karena dibawa oleh ulama yang berasal dari Gujarat,India. Ada pula teori Persia,karena di Indonesia terdapat peringatan 10 Muharram sama seperti peringatan orang syi’ah terhadap kematian Husein bin Ali. Selain itu muncul teori Cina,yang menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh orang – orang Cina pada 7-8 masehi. Tetapi teori ini kurang dipercaya karena tidak ada bukti peninggalannya. Walaupun terdapat keramik dan tirai bambu tetapi para ahli menganggap bahwa barang – barang tersebut dibawa melalui perantara.

Terlepas dari teori-teori tersebut, Indonesia dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 serius menjamin bahwa (1) setiap orang bebas untuk memeluk agamanya dan untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayannya masing – masing (2) Negara juga menjamin kemerdekaan setiap orang untuk beragama dan beribadah sesuai dengan kepercayaanya itu. Dengan rakyat yang berbeda agama mulai dari Islam,Kristen,Katolik,Hindu,Budha, Konghucu tentu tidak mudah untuk harus hidup berdampingan.

Setidaknya dalam sejarah kelam, bangsa Indonesia pernah mengalami beberapa kasus konflik agama yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia seperti bberapa kasus yakni konflik agama di Poso pada tahun 1992, konflik Sunni dan Syiah di Jawa Timur yang muncul sekitar tahun 2006, konflik agama di Bogor terkait pembangunan GKI Yasmin sejak tahun 2000 dan mengalami masalah pada tahun 2008. Selain itu juga ada penyerangan gereja St. Lidwina di Yogyakarta, pembubaran gafatar di Kalimantan, penyerangan, perusakan dan pengusiran penganut Ahmadiyah di Lombok Timur, dan perusakan dua wihara dan lima kelenteng di Medan. Beberapa kasus tersebut dilakukan oleh minoritas.

Pengutamaan agenda penanganan intoleransi, radikalisme dan terorisme haruslah berpusat pada kerangka demokrasi dan HAM sehingga perlu ada tawaran untuk dapat menggunakan konsep Deklarasi Kairo khususnya Pasal 10 untuk dapat memberikan solusi menyelesaikan kasus-kasus intoleransi umat beragama di Indonesia. Indonesia yang mayoritas beragama Islam tentu saja dapat menerapkan konsep Deklarasi Kairo khususnya Pasal 10 memuat tentang Hak Asasi Manusia Kebebasan Memilih Agama. Deklarasi Kairo terdiri dari 24 Pasal tentang Hak Asasi Manusia berdasarkan Al-Quran dan sunah dalam penerapan dan realitasnya memiliki beberapa persamaan dengan pernyataan hak-hak asasi manusia. Terdapat tiga bentuk HAM dalam Islam, pertama, hak dasar, yaitu hak yg jika dilanggar bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi hilang eksistensinya, bahkan hilang harkat kemanusiaanya. Contohnya ialah hak untuk hidup, hak atas keamanan, dan hak untuk memiliki harta benda. Kedua, hak sekunder, yakni hak yg jika tidak dipenuhi akan berakibat pada hilangnya hak-hak dasarnya sebagai manusia. Misalnya, jika seseorang kehilangan haknya untuk memeroleh sandang pangan yang layak, maka berakibat hilangnya hak hidup. Ketiga hak tersier, yakni hak yang tingkatnya lebih rendah dari hak primer dan sekunder “Semboyan Bhineka Tunggal Ika bermakna luas,tidak hanya bersuku – suku ber ras -ras,dll. Tetapi lebih dari itu,bahwa kita memang ditakdirkan untuk berbeda antara pribadi satu dengan yang lain untuk saling mengenal dan memiliki satu tujuan. Saya ingin para mahasiswa mengambil peran maksimal dalam bidang toleransi ini” Ucap Menko PMK,Muhadjir Effendy.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia adalah negara majemuk. Banyaknya persoalan yang terjadi tidak sedikit menyangkut isu agama, agama terkadang dijadikan alat propaganda politik ataupun yang lainya. Agama yang sangat sensitif bagi para pemeluknya dapat memicu konflik atau permasalahan. Maka,untuk menghindari percekcokan atau bentrokan antar umat beragama tentu perlu adanya kesadaran dan toleransi yang kuat pada masing – masing individu. Mengutip hasil penelitian dari Setara Insitute,terdapat sepuluh kota di Indonesia yang memilki kesadaran toleransi terendah yakni Sabang, Medan, Makassar, Bogor, Depok, Padang, Cilegon, Jakarta, Banda Aceh dan Tanjung Balai. Deni Januar Ali mengungkapkan bahwa diskriminasi dengan alasan agama adalah hal yg sangat sulit dihapuskan karena kerap kali dilabeli alasan moral dan keyakinan.

Selain itu dalam menjalankan toleransi umat beragama perlu adanya pemahaman dari masyarakat Indonesia bukan hanya melihat minoritas dan mayoritas namun dari semua elemen bangsa Indonesia khususnya dapat benar-benar menjalankan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari yang pada akhirnya gesekkan terkait intoleransi dapat diminimalisir atau berkurang karena adanya kesadaran dari berbagai pihak dari penerapan toleransi dari segi bidang apapun. Dalam Islam di surah Al-Kafirun sudah sangat jelas bahwa “Untukmu agamamu,dan untukku agamaku”.

Ada tiga macam bentuk toleransi yakni negatif,yang isi ajaran dan penganutnya tidak dihargai seperti pada kasus PKI,kedua adalah toleransi positif yang isi ajarannya ditolak namun pengikutnya masih dihargai. Contohnya seorang muslim yg menghargai penganut agama lain. Yang terakhir adalah ekumenis dimana isi ajaran dan penganutnya dihargai. Contohnya adalah toleran antar sesame muslim tetapi berbeda aliran. Agama – agama akan semakin moderat jika mampu menyandingkan kebebasan dan toleransi. Namun, yang dibutuhkan dalam toleransi adalah sikap saling menghargai terhadap pilihan orang lain dan eksistensi golongan lain, tidak perlu sampai membenarkan sebuah kepercayaan, kebenaran hanya milik masing-masing pemeluk agama.Kebebasan yg merupakan hak setiap individu yang wajib untuk dijaga dan dihormati,sedangkan toleransi yang berupa kewajiban agama untuk hidup Bersama. Toleransi dan kerukunan beragama bagaikan dua sisi mata uan yan tidak bisa dipisahkan satu sama lain keduanya saling timbal balik yang tercermin dalam Tindakan saling menghargai,menghormati, dan mengasihi orang lain. Termasuk di dalamnya menghormati ibadah yang dilakukan oleh orang lain, tidak merusak tempat ibadahnya ,menghormati agama dan iman org lain.dan tidak menghina ajaran agamanya.

Butuh sikap dewasa untuk bisa mengaplikasikan toleransi dalam kehidupan sehari - hari. Bukan lagi berbicara tentang ego siapa yg paling tinggi atau kepentingan kelompok mana yang paling besar sehingga menindas atau mengganggu kepercayaan orang lain. Mari kita berpegangan tangan dengan iman yang kuat dalam hati untuk mewujudkan cita -cita luhur negeri ini. Tidak mudah terprovokasi atas hasutan atau ujaran kebencian, dari siapapun atau pihak manapun. Tetap berpegang kepada sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa dan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Semoga segala permasalahan yang masih terjadi bisa menjadi pelajaran untuk tidak mengulanginya dan belajar menjadi pribadi yang lebih baik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image