Ekspor Pasir Laut, Ngga Bahaya Ta?
Info Terkini | 2023-06-17 12:41:02Terbitnya PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang mengizinkan kembali ekspor pasir laut setelah 20 tahun dilarang, membuat para pakar lingkungan tak kuasa untuk diam.
Meski pemerintah banyak berdalih bahwa izin ekspor pasir laut tidak akan merusak lingkungan, karena pemerintah akan mengawasi dengan ketat menggunakan pendekatan Global Positioning System (GPS).
Senada dengan itu Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono pun mengatakan bahwa kebutuhan reklamasi di dalam negeri cukup tinggi. Maka jika tidak diatur, bisa berakibat pada kerusakan lingkungan.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi mendesak Presiden Jokowi untuk membatalkan izin ekspor pasir laut. Fahmy menjelaskan bahwa kebijakan tersebut berpotensi merusak lingkungan dan ekologi, mengorbankan rakyat pesisir laut, dan berpotensi menenggelamkan pulau-pulau yang mengerutkan wilayah daratan Indonesia.
Prof. Dr.-Ing. Fahmi Amhar, anggota Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE) membebeberkan dampak utama penggalian pasir laut, yaitu:
Pertama Kerusakan Ekosistem: Pasir laut adalah bagian penting ekosistem pantai. Penggalian pasir laut dapat mengganggu struktur fisik dan ekologi habitat alami terumbu karang, padang lamun, dan tempat berkembang biaknya hewan laut. Aktivitas ini juga merusak mikroorganisme, invertebrata, dan biota laut lainnya yang hidup di pasir.
Kedua Erosi Pantai: Pasir laut berfungsi sebagai penyangga alami pantai dan membantu mencegah erosi. Penggalian pasir laut yang tidak terkendali dapat mengganggu pasokan pasir ke pantai, menyebabkan penipisan pantai, dan meningkatkan risiko banjir. Erosi pantai yang diperparah oleh penggalian pasir juga dapat mengancam infrastruktur dan pemukiman manusia di dekat pantai.
Ketiga Gangguan pada Organisme: Banyak organisme laut, seperti ikan, moluska, dan krustasea, menggunakan pasir laut sebagai habitat, mencari makanan, dan berkembang biak. Penggalian pasir laut mengganggu siklus kehidupannya, mengurangi populasinya, serta menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem laut.
Keempat Kerugian Nelayan: Nelayan bergantung pada ekosistem laut yang sehat dan berkelanjutan untuk mencari nafkah. Penggalian pasir laut dapat mengurangi stok ikan dan mengganggu habitat ikan, sehingga berdampak negatif terhadap nafkah nelayan. Selain itu, peralatan penggalian pasir laut juga merusak jaring dan peralatan nelayan.
Kelima Perubahan Iklim: Aktivitas penggalian pasir laut juga berdampak pada perubahan iklim. Pasir laut mengandung karbon organik yang disimpan dalam tanah dan endapan. Penggalian pasir laut membebaskan karbon ini ke atmosfer, meningkatkan emisi gas rumah kaca, dan berkontribusi terhadap pemanasan global. (zonasatunews.com, 05/06/2023).
Meskipun para pakar telah menjelaskan berbagai bahaya yang mengancam, nampaknya pemerintah bersikukuh dengan argumentasinya. Padahal sudah nyata-nyata dikemukakan betapa dampak lingkungan yang ditimbulkan sangat merugikan rakyat.
Namun lagi-lagi pemerintah tidak ambil pusing terhadap itu semua. Sebaliknya mereka lebih mengutamakan kepentingan asing meski harus mengorbakan rakyat. Karena rakyatlah yang akan menanggung kerugian akibat kerusakan ekosistem.
Dalam hal ini Singapura yang sedang gencar melaksanakan proyek reklamasi sangat diuntungkan. Singapura yang luas wilayahnya terbatas sangat membutuhkan penambahan wilayah dan batas laut.
Di sisi lain yang banyak menikmati keuntungan dar izin ekspor ini adalah para kapitalis. Perusahaan kapitalis ini bebas mengeruk pasir laut untuk dijual mahal. Bisa jadi terbitnya undang-undang yang membahayakan ini adalah pesanan dari para perusahaan-perusahaan tambang pasir laut agar mereka lebih banyak mendulang keuntungan karena mendapatkan legalitas penguasa. Sedangkan negara hanya mendapat sedlikit pajak dari kegiatan penambangan dan ekspor.
Sementara rakyat sendiri akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan ikan seperti biasanya. Mereka harus menempuh jarak lebih jauh dari batas pantai sebab di sana akan menjadi wilayah penambangan pasir.
Pemerintah berdalih bahwa ekspor pasir akan diatur oleh undang-undang demi menjaga lingkungan dan itupun jika kebutuhan dalam negeri terpenuhi. Namun dalam sistem kapitalisme semua peraturan terbiasa direkayasa untuk dilanggar. Terjadilah persekongkolan antara penguasa dan pejabat negara yang bermental korup.
Inilah bukti bahwa negara lebih mengutamakan faktor ekonomi tanpa mempertimbangkan masalah lingkungan. Negara menggadaikan kelestarian ekosistem alam demi harga murah rupiah. Demikian watak negara kapitalisme yang menjadikan manfaat sebagai asas dalam mengatur masyarakat dan negara.
Dalam Islam, pasir laut termasuk sumber daya alam milik umum yang bermanfaat bagi kelangsungan ekosistem laut dan juga bisa dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan manusia.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah saw. dalam haditsnya “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Maka padang rumput, air (laut, danau, dan semua yang ada di dalamnya), serta api (tambang, minyak bumi, dan gas alam) tergolong harta milik umum. Islam mengharamkan individu atau pengusaha swasta untuk mengelolanya. Negaralah satu-satunya pihak yang boleh mengelola dan memanfaatkan SDA milik umum untuk mengembalikan hasilnya ke rakyat. Wallahu’alam bish-shawwab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.