Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Siti Asifaur Rahmah

Aset Koruptor yang Menjadi Milik Negara

Politik | 2023-06-16 08:28:08

Kejahatan korupsi secara langsung maupun tidak langsung merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, pada saat yang sama merugikan rakyat. tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Dan telah menggadaikan martabat bangsa, menjerumuskan Indonesia menjadi bangsa yang tidak maju, miskin dan dibelit hutang. Uang rakyat bernilai ribuan triliun rupiah yang semestinya dipergunakan untuk mengentaskan kemiskinan dan pengangguran, menciptakan lapangan kerja, menggerakkan sektor riil dan meningkatkan daya saing bangsa, justru masuk ke saku para pejabat yang menjadi koruptor.

ilustrasi:perampasanaset.com

Uang rakyat yang dikuras oleh pejabat koruptor nantinya akan dirampas atau disita oleh negara. Karena menjadi hak milik rakyat yang sudah diambil tangan olehnya yang hanya memikirkan nasib dirinya sendiri. Para ahli sepakat bahwa korupsi bukan lagi semata-mata masalah lokal (domestik) suatu negara, melainkan telah menjadi masalah global, masalah bagi keseluruhan masyarakat dunia tanpa terkecuali. Upaya pemberantasan korupsi juga harus diarahkan untuk memerangi kecenderungan korupsi sebagai aktivitas bisnis baru (crime as a business), karena kejahatan ternyata cukup menguntungkan (crime does pay).

Dengan demikian, penyitaan aset korupsi atau harta kekayaan itu sendiri merupakan upaya paksa dari penyidik dengan tujuan mencegah lenyapnya harta kekayaan negara akibat koruptor. Sementara itu perampasan aset itu diputuskan oleh hakim yang memiliki hukum tetap dengan upaya pengembalian kerugian negara. Orang yang berwenang dalam hal menyita aset bukanlah hukum, melainkan penyidik. Sedangkan hakim berwenang untuk melakukan perampasan.

Deputi III kemenkopolhum Sugeng Purnomo mengungkapkan, bahwa setidaknya ada empat jenis aset yang bisa dirampas dari petugas. Pertama, aset yang diperoleh secara langsung maupun secara tidak langsung dari tindak pidana. Kedua, aset yang diketahui atau diduga digunakan atau telah digunakan untuk melakukan tindak pidana. Ketiga, aset yang sah milik pelaku tindak pidana. Keempat, aset yang merupakan barang temuan yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana.

Aset bisa dirampas bila koruptor menemukan tidak keseimbangan antara aset dan penghasilan atau sumber penambahan kekayaan. Adapun jenis aset lainnya yang bisa disita ialah benda sitaan, benda sitaan tersebut diperoleh dari hasil tindak pidana atau digunakan untuk melakukan tindak pidana. Pengaturan perampasan aset di dalam tindak pidana korupsi diatur di di dalam UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dan UU No 20 Tahun 2001 merupakan perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di dalam undang-undang ini terdapat dua mekanisme perampasan aset hasil tindak pidana korupsi, yaitu mekanisme hukum pidana dan mekanisme hukum perdata.

Perampasan aset melalui mekanisme hukum pidana terdapat pada Pasal 18 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1998 merupakan berupa pidana tambahan yang pertama, Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut. Kedua, Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak- banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Ketiga, Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun

Salah satu usaha kongkrit yang dilakukan pemerintah di dalam upaya pembaharuan tersebut adalah dengan mengeluarkan RUU Perampasan Aset pada tahun 2008. RUU Perampasan Aset telah memuat rumusan yang lebih lengkap dan jelas mengenai mekanisme perampasan aset, yakni secara eksplisit membagi mekanisme perampasan aset tersebut menjadi dua, yaitu perampasan pidana dan perampasan in rem. Selain itu, tindakan-tindakan yang harus dilakukan di dalam perampasan aset yang telah termuat dalam RUU Perampasan Aset telah diatur secara lengkap yakni Penelusuran, Penggeledahan, Pemblokiran, Penyitaan, hingga Pemerantasan Aset. Namun RUU Perampasan Aset masih memiliki kelemahan yang sama seperti yang terdapat pada Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang TIPIKOR, yakni belum mengatur pidana perampasan aset sebagai pidana pokok melainkan sebagai pidana tambahan.

Untuk memperoleh ganti rugi dalam perkara tindak pidana korupsi, Kejaksaan (Penuntut Umum) sebagai wakil negara atau pemerintah yang berdasarkan kekuasaan hukum dapat menempuh upaya hukum, antara lain mediasi, perundingan, dan sidang pengadilan, jika diperlukan. Dan upaya pemulihan aset untuk mengimbangi kerugian korupsi pemerintah dapat dilakukan melalui penyitaan aset korupsi melalui tuntutan pidana dan penyitaan aset korupsi melalui gugatan perdata.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image