Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image HIZBI MAULANA

Membaca Masa Depan Investasi Asing Pada Tambang Batubara Kalimantan

Bisnis | Sunday, 26 Dec 2021, 22:18 WIB
Source: Mongabay

Jika harus mengambil satu topik dari investasi asing yang ada di Indonesia, maka perusahaan tambang batubara adalah sumber pembahasan yang tidak akan habis untuk dikupas bahkan dalam 10 sampai 20 tahun kedepan. Tanpa perdebatan, Kalimantan adalah pulau dengan titik tambang batubara paling banyak di Indonesia. Menurut Indonesian mining map yang terakhir diperbarui pada 2018, untuk Kalimantan sendiri ada 5 zonasi atau penggolongan untuk memetakan daerah-daerah yang dijadikan sebagai tambang batubara yang mana setiap zonasi memiliki sekitar 50 titik tambang yang terdata. Beberapa tambang yang paling terkenal diantaranya PT Adaro Energy Tbk, PT Arutmin Indonesia, dan PT Jhonlin Baratama.

Tambang-tambang batubara ini hampir memenuhi setiap jengkal dari wilayah Kalimantan yang sudah dieksplorasi, menurut Kementrian lingkungan hidup dan kehutanan (KLHK) pada tahun 2019, ada puluhan ribu hektare wilayah Kalimantan yang terdiri dari daerah hutan lindung yang mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Tepatnya 55.078 Ha luas wilayah yang terindikasi terdapat aktivitas pertambangan aktif dan 30.841 Ha adalah Kawasan hutan yang dialokasikan sebagai wilayah pertambangan. Jumlah yang sangat besar untuk ukuran sebuah pulau, meskipun Kalimantan dikenal sebagai pulau terbesar di Indonesia dan pasti memiliki akumulasi wilayah yang sangat luas. Pertanyaannya, apakah jumlah tersebut akan terhenti sampai disitu saja? Jawabannya tentu saja tidak.

Untuk provinsi Kalimantan selatan saja, ada sekitar 5.2 juta hektare sumber alami batubara yang diketahui dan masih akan terus meluas jumlahnya jika dilakukan eksplorasi lanjutan. Hal ini membuka banyak sekali kemungkinan investasi asing yang ingin mencicipi manisnya pendapatan dari batubara atau yang sering dimetaforakan sebagai emas hitam ini. Bahkan untuk sekelas negara adidaya seperti RRT, persentase pasar untuk hasil tambang batubara masih sangat besar. Dari total 394 juta batubara yang diekspor pada 2018, 31% diantaranya berlabuh di china dan 27% di india sesuai dengan Analisa dari S&P Global. Dengan pasar mancanegara yang begitu menjanjikan, mata dunia akan semakin terbuka untuk melihat peluang yang timbul dari tambang-tambang batubara di Indonesia, khususnya Kalimantan sebagai daerah pemilik pusa tambang terbanyak. Menurut badan koordinasi penanaman modal (BKPM), Singapura, China, dan Malaysia termasuk kedalam negara dengan persentase foreign direct investment terbesar di Indonesia. Meskipun segmen terbesar dari investasi negara-negara tersebut adalah bisnis dan MNC, namun Sebagian kecil dari total persentase negara-negara tersebut mengambil bagian pada investasi tambang.

Bergeser kedaerah timur, terdapat sebuah perusahaan tambang batubara besar Bernama PT Kaltim Prima Coal yang menjalankan aktivitas tambang di daerah sangatta. Menguasai 84.938 Ha wilayah tambang di Kalimantan timur. Selain itu adapula indominco yang beroperasi di bontang yang secara administrative masuk kedalam wilayah Kalimantan timur. Kepelimikan tambang ini juga masuk kedalam administrasi Banpu Public Company Ltd, Thailand. Kangaroo Resources Australia juga memiliki jumlah terdata dari wilayah tambang di Kalimantan timur.

Dari paparan kepemilikan tambang di atas, Indonesia memang selalu dilirik oleh negara-negara di dunia dalam urusan pertambangan batubara. Masa depan Indonesia bisa dibilang cerah apabila membuka secara konstan izin pertambangan ini pada dunia internasional. Namun, apakah prospek pemasukan tersebut sama cerahnya dengan masa depan masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah pertambangan? Hal ini memang tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi saja seperti membaca artikel-artikel laporan pertambangan atau mengamati hasil riset environmental suistainable governmental (ESC) saja. Melainkan harus merasakan apa yang terjadi secara langsung. Ancaman yang dihadapi masyarakat sekitar wilayah tambang merupakan ancaman yang serius, tidak terhitung riset yang dilakukan untuk mengangkat isu ini ke permukaan namun selalu tertutup dengan rekayasa yang terus menerus dilakukan oleh pihak tambang demi menutupi kekalutan yang terjadi akibat aktivitas pertambangan yang berjalan.

Tidak salah rasanya jika kita menyamakan pembukaan izin tambang kepada investor asing dengan menjual pulau secara perlahan. Dengan perbandingan Pendapatan yang bisa dicapai dengan memanfaatkan investasi asing pada perusahaan tambang mencapai ratusan miliar dolar. Sementara harga sebuah pulau di Indonesia ada yang hanya mencapai 6.9 miliar dolar saja. Inipun menurut sebuah situs illegal yang diduga menjual dua pulau di Indonesia yaitu pulau gambar dan pulai gili nanggu. Jumlah yang berkali-kali lipat tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa membuka izin pertambangan bagi negara lain, hampir sebanding dengan kita menjual pulau Kalimantan kepada negara-negara besar di luar sana. Saat ini kita perlu memikirkan cara memaksimalkan produksi tambang yang ada di Indonesia, tanpa intervensi dari negara lain. Sehingga negara-negara tersebut nantinya hanya akan menerima ekspor hasil tambang dari Indonesia tanpa mendapat hak kepemilikan atas tambang-tambang yang ada di negara kita.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image