Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nanda perwira

Perkara Alih Muat Batu Bara di Kaltim Masuki Babak Akhir

Info Terkini | 2024-11-04 15:46:39

JAKARTA -- Perkara perjanjian alih muat batu bara antara PT IMC Pelita Logistik Tbk (IMC) dengan PT Sentosa Laju Energy (SLE) bakal memasuki babak akhir. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batulicin bakal membacakan putusannya pada Selasa (5/11/2024).

Kuasa hukum para terdakwa Sabri Noor Herman meminta kepada majelis hakim dalam memutuskan perkara ini agar sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan. Meski demikian, apabila putusan kelak tak bersesuaian dengan fakta persidangan, ia akan mencari keadilan sesuai jalur yang disediakan oleh Negara.

“Kami akan melakukan upaya hukum baik ke Komisi Yudusial (KY) maupun Badan Pengawasan Mahkamah Agung yang melindungi pencari keadilan,” kata Sabri dalam keterangannya pada Senin (4/11).

Kontrak bisnis alih muat batubara antara PT IMC Pelita Logistik Tbk dengan PT Sentosa Laju Energy (SLE) berlangsung pada 1 September 2022 di Kalimantan Timur. SLE diantaranya dinakhodai oleh Tan Paulin, sosok yang ditulis di media massa beberapa waktu sebagai Ratu Batubara di Kalimantan Timur.

Namun, pelaksanaan kontrak bisnis tersebut malah menjadi dakwaan pidana yang menjerat dua mantan Direksi dan juga seorang mantan manajer IMC dengan pasal 404 ayat 1 KUHP. Dakwaan pidana ini dinilai terkesan dipaksakan, mengingat kontrak bisnis merupakan kontrak bisnis alihmuat. Sementara dakwaan pasal 404 KUHP umumnya timbul dalam pelaksanaan perjanjian kredit dalam kaitannya dengan jaminan berupa tanah.

Dalam perkara ini, tiga terdakwa yakni T, II, dan HT didakwakan bersalah oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Kalsel dan Kejaksaan Negeri Tanah Bumbu melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 404 Ayat (1) Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana yang berbunyi, yakni barang siapa menarik barang milik sendiri atau orang lain yang masih ada ikatan hak gadai, hak pungut hasil, atau hak pakai atas barang tersebut.

JPU menuntut ketiganya dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun. Tak hanya itu, JPU juga menuntut agar Kapal FC Ben Glory yang telah disita oleh pengadilan turut dirampas oleh negara dan diberikan sebagai ganti rugi kepada korbannya, PT SLE.

Perihal dakwaan dan tuntutan pidana itu, Sabri menilai terkesan dipaksakan. Sebabnya, dari fakta hukum dan fakta persidangan, tidak ada yang bisa membuktikan pasal 404 ayat 1 KUHP Pidana.

“Kami tanyakan di persidangan ketika saksi pelapor Tan Paulin (Direktur SLE) dan adiknya Denny Irianto (Dirut SLE) menjadi saksi di persidangan, adakah perjanjian lain selain daripada perjanjian jasa alihmuat, keduanya menjawab tidak ada. Jadi, sebenarnya tidak ada dasar menjadi surat dakwaan. Sangat kental sekali pemaksaan,” ujar Sabri.

Sementara kapal FC Ben Glory adalah milik PT IMC dan bukan milik para terdakwa yang hanya merupakan profesional di perusahaan. Kemudian, tidak ada fakta hukum yang membuktikan bahwa kapal tersebut diperoleh dari tindak kejahatan atau digunakan untuk kejahatan.

“Karena itu dalam nota pembelaan kami meminta agar para terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan dan kapal FC Ben Glory dikembalikan kepada IMC, selaku pemilik sahnya,” ucap Sabri.

Sementara itu, pakar hukum dari Universitas Trisakti selaku saksi ahli yang meringankan terdakwa, Profesor Elfrida Ratnawati Gultom dalam kesaksiannya di PN Batulicin beberapa waktu lalu menjelaskan perjanjian ini memenuhi unsur-unsur sah perjanjian sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata.

“Oleh karena itu, perjanjian alih muat ini masuk ke ranah perdata, bukan pidana, dan segala perselisihan terkait perjanjian tersebut seharusnya diselesaikan melalui mekanisme perdata seperti arbitrase atau musyawarah,” ujar Elfrida.

Elfrida juga menegaskan para pihak tidak dapat dianggap melakukan pelanggaran hukum atau wanprestasi selama mereka mematuhi isi perjanjian yang telah disepakati. Dalam hal ini, PT IMC tidak diwajibkan untuk menyediakan floating crane Ben Glory di luar permintaan resmi dari PT SLE dan pemindahan crane ke lokasi lain diperbolehkan selama tidak ada permintaan dari PT SLE.

“Tindakan PT IMC ini tidak melanggar perjanjian, melainkan merupakan bagian dari hak dan kebebasan mereka sebagai operator. Ini mencerminkan bahwa PT IMC telah bertindak sesuai dengan ketentuan kontrak dan tidak bisa disalahkan atas kerugian yang mungkin terjadi karena adanya keterlambatan atau ketidaksesuaian di luar kesepakatan,” ujar Elfrida.

Argumentasi Sabri dan Elfrida diperkuat dengan keluarnya putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) pada 20 September 2024 yang memenangkan PT IMC Pelita Logistik Tbk (IMC) yang berperkara dengan PT Sentosa Laju Energy (SLE) pimpinan Tan Paulin.

Dalam putusan tersebut, Majelis Arbiter BANI memutuskan beberapa hal penting. Yakni, perjanjian jasa alihmuat batu bara dinyatakan sah dan mengikat kedua belah pihak serta putusan ini bersifat final dan mengikat. BANI juga menyatakan SLE telah melakukan wanprestasi karena gagal menjalankan kewajiban penjadwalan setelah 7 Maret 2023 hingga berakhirnya perjanjian.

Selain itu, SLE dinyatakan wanprestasi dalam hal kewajiban pembayaran tagihan dan karenanya wajib membayarkan kerugian materiil yang dialami IMC sebesar Rp1,68 miliar. Serta, SLE diwajibkan membayar bunga moratorium kepada IMC sebesar Rp73 juta.

Adapun permohonan ganti rugi, uang paksa, dan sita jaminan yang diajukan oleh SLE dalam perkara yang sama ditolak sepenuhnya oleh Majelis Arbiter.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image