Korupsi Masih Menjadi Masalah Besar di Indonesia
Politik | 2023-06-15 11:55:20Korupsi masih saja menjadi masalah besar yang dihadapi di Indonesia bahkan hingga detik ini. Kecurangan, kelicikan, kebohongan, serta tipu daya demi untuk kesenangan diri seolah menjadi hal yang biasa saja, ketika tertangkap tangan melakukan korupsi sekalipun, mereka masih bisa tersenyum dengan raut wajah tidak bersalah. Pemberantasan korupsi diharapkan untuk menjaga negeri ini dari tindakan tidak terpuji serta merugikan, untuk itu diperlukannya pembelajaran serta sikap amanah kepada generasi bangsa. Korupsi merupakan tindakan melawan hukum guna untuk memperkaya diri sendiri maupun orang lain.
Seperti yang kita ketahui, bahwa korupsi telah menjadi kebiasaan bagi para kalangan elit politik. Bahkan kini korupsi sudah mulai mendesentralisasi sampai ke pejabat tingkat daerah atau lokal. Tindakan korupsi sebenarnya terjadi dengan kesadaran, adanya niat, dan kemauan untuk melakukan kecurangan, mementingkan diri sendiri, sehingga lupa bahwa mereka telah ditunjuk sebagai wakil rakyat yang diharapkan dapat benar-benar menjalankan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya. Namun banyak para pejabat bahkan tidak peduli sedikit pun tentang rakyatnya, tidak ingin tahu bagaimana kesengsaraan yang dialami oleh rakyat.
Sifat Tamak Manusia kemungkinan menjadikan faktor utama seseorang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau penghasilan titak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.
Gaya Hidup yang Konsumtif di kota-kota besar mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.
Dampak Korupsi di bidang Ekonomi memiliki efek destruktif terhadap berbagai aspek, khususnya aspek kehidupan ekonomi sebagai faktor terpenting untuk kesejahteraan masyarakat. Mauro (2011) mengatakan bahwa korupsi memiliki korelasi negatif dengan kemajuan ekonomi (peningkatan investasi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan dan pengeluaran pemerintah untuk program pembangunan sosial dan kesejahteraan masyarakat).Hubungan langsung negatif antara korupsi dan kehidupan ekonomi ini hendaknya dilihat sebagai pemicu bagi pemerintah dan masyarakat pada umumnya untuk bekerja keras menanggulangi korupsi baik secara preventif, represif maupun kuratif.
Korupsi mengakibatkan terjadinya inefisiensi pembangunan, meningkatnya biaya barang dan jasa, serta melonjaknya utang negara. Inefisiensi pembangunan terjadi apabila pemerintah mengeluarkan banyak kebijakan pembangunan, namun selalu disertai dengan maraknya praktek korupsi. Contoh, anggaran perusahaan yang sebetulnya dimanfaatkan untuk kemajuan ekonomi, justru dialokasikan untuk kantong pribadi pejabat dan birokrat (Kurniadi Y. 2011; Mauro, 2011)
Dampak Sosial pada Praktek korupsi ini pada dasarnya menciptakan suatu kondisi kehidupan ekonomi dengan biaya tinggi. Hal ini terjadi karena adanya beban (high cost economy) yang harus ditanggung para pelaku ekonomi akibat korupsi, ini berimbas pada mahalnya harga kebutuhan pokok, jasa dan pelayanan publik. Sebab harga yang diterapkan untuk barang-barang kebutuhan pokok, jasa dan pelayanan publik harus dapat menutupi kerugian yang dialami pelaku ekonomi akibat perbuatan korupsi dan penyelewengan (Kurniadi Y. 2011; Tanzi, Vito dan Hamid Davoodi,1997).
Dalam kaitan dengan kemiskinan, korupsi mengakibatkan rakyat miskin semakin sulit mendapatkan akses ekonomi, finansial, kesehatan, pendidikan, informasi, hukum dan lain-lain. Harga bahan pokok seperti gula, minyak, susu dan sebagainya semakin tinggi saat ini. Kenaikan harga ini mengakibatkan banyak bayi dan anak-anak harus menderita kekurangan gizi dan tidak bisa menikmati pendidikan yang baik. Di sini korupsi menyebabkan rakyat miskin semakin terpinggirkan (Kurniadi Y. 2011)
Untuk melawan Korupsi perlu adanya usaha serius untuk membenahi sistem lembaga politik, khususnya DPR dan DPRD. Lembaga politik ini perlu merumuskan strategi anti-korupsi demi memperkuat akuntabilitas politik dan perbaikan kinerja lembaga legislatif itu sendiri
Pemerintah perlu lebih mensosialisasikan ruang-ruang pengaduan kepada masyarakat dengan memastikan prosedur penanganan pengaduan secara cepat, responsif, murah dan terjangkau oleh masyarakat. Inisiatif seperti Saber Pungli perlu digalakkan, bukan hanya pada level teknis (OTT), tetapi juga memberikan kesadaran kepada aparatur birokrasi agar nilai-nilai anti-korupsi terinternalisasi dalam diri mereka. Pemerintah juga perlu memper-tegas jaminan keamanan bagi para pelapor, saksi dan korban korupsi, pungutan liar dan lain-lain (Tranparenacy international, 2017; Klitgaard Robert, 2015).
Daftar Pustaka
Hesti, A., Febrianti, F., Putri, A. R., Zahra, I. A., & Fira, A. MEWABAHNYA KORUPSI DI KALANGAN PEJABAT.
Medan, D. Y. U. M. N. A. W. "Faktor-Faktor Penyebab Tindak Pidana Korupsi Meningkat Di Indonesia." Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah 16.1 (2015): 5210
Wilhelmus, O. R. (2017). Korupsi: Teori, faktor penyebab, dampak, dan penanganannya. JPAK: Jurnal Pendidikan Agama Katolik, 17(9), 26-42.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.