Sejarah Timbulnya dan Perkembangan Syiah di Indonesia
Agama | 2021-12-26 11:00:05Bedasarkan pengertiannya Syiah merupakan kelompok yang mendasarkan paham keagamaan pada Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Mereka berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib lebih berhak memegang kepemimpinan Islam pada masa itu, karena menurut mereka Ali adalah orang terdekat Nabi, sebagai menantu dari anaknya. Selain itu, dalam perjuangan Islam, Ali juga tidak diragukan lagi pengorbanannya.
Keberhasilan revolusi Islam di Iran (1979) yang terinspirasi oleh doktrin-doktrin faham Syiah, dalam banyak hal telah menghembuskan angin perubahan dalam tata perpolitikan di dunia. Revolusi memberikan pengaruh yang tidak sedikit pada negara-negara di semanjung Arab dan Asia termasuk Indonesia. Hasil pemikiran tokoh-tokoh di balik Revolusi Islam Iran menjadi mutiara yang menarik perhatian para cendekiawan Islam.
Ide mereka menjadi rujukan pemikiran politik alternatif di kalangan cendekiawan muslim dunia, termasuk pemikiran politik Islam di Indonesia. Masuknya karya-karya pemikir Syiah di Indonesia menjadi oase baru bagi intelektual Indonesia. Kajian filsafat yang digagas oleh pengikut Syiah menjadi perdebatan yang tidak pernah terputus untuk dikaji.
Menurut Jalaluddin Rahmat, perkembangan Syiah di Indonesia mengalami empat gelombang. Gelombang pertama, Syiah masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam ke Indonesia. Syiah pertama kali datang ke Aceh. Diketahui raja pertama Kerajaan Samudra Pasai Meurah Silu atau dikenal dengan Malik al-Saleh memeluk Islam versi Syiah.
Gelombang kedua, pasca revolusi Islam Iran. Saat itu orang Syiah mendadak punya negara, yaitu Iran. Sejak kemenangan Syiah pada Revolusi Iran, muncul simpati yang besar di kalangan aktivis muda Islam di berbagai kota terhadap Syiah. Naiknya popularitas Syiah itu membuat Arab Saudi khawatir dan was-was. Melalui lembaga-lembaga bentukan pemerintah, Arab Saudi melakukan upaya untuk mencegah perkembangan Syiah, termasuk penyebarannya di Indonesia.
Sejumlah buku yang anti-Syiah diterbitkan.
Reaksi terhadap perkembangan Syiah di Indonesia ditunjukkan melalui penyebaran isu negatif dari buku-buku yang berisi informasi Syiah. Gelombang ketiga melalui intelektual Islam Indonesia yang belajar di Iran. Menurut Jalaluddin Rahmat, gelombang ketiga ini didorong oleh peminat pengagum Syiah secara falsafi ke arah pemahaman fiqih.
Gelombang ketiga ini digerakkan oleh para Habib (keturunan arab/ Nabi) atau orang-orang Syiah yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas Qum, Iran. Karena pemahaman Syiah sudah masuk ke ranah fiqih, maka pada tahap ini benih-benih konflik sudah mulai tumbuh secara terbuka.
Era Reformasi sebagai era keterbukaan, membawa perubahan besar pada prinsip-prinsip dakwah kelompok Syiah. Syiah tidak lagi tersembunyi dalam doktrin taqiyah. Di berbagai daerah, kelompok Syiah secara terang-terangan menunjukkan eksistensinya kepada publik melalui perayaan hari besar Syiah. Dan gelombang empat tahap keterbukaan melalui pendirian organisasi Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI).
Organisasi IJABI berdiri pada 1 Juli 2000. Secara terbuka Syiah eksistensinya semakin diakui oleh sebagian masyarakat Indonesia. Perkembangan Syiah secara terbuka didorong oleh semangat keterbukaan dan pluralisme sebagai buah dari semangat Reformasi. Ritual dan tradisi Syiah mempunyai pengaruh yang mendalam di kalangan komunitas Islam Indonesia. Salah satunya ialah praktik perayaan 10 Muharram yang biasa dirayakan oleh pengikut Syiah untuk memperingati terbunuhnya Husain ibn Ali, cucu Nabi Muhammad.
Syiah adalah paham keagamaan yang mendasarkan pada pendapat Sayyidina Ali dan keturunannya. Syiah berkembang menjadi beberapa sekte kecil karena perbedaan paham dan pandangan dalam mengangkat sosok Imam. Perkembangan Syiah di Indonesia melalui empat tahap gelombang, yaitu : pertama, bersamaan dengan masuknya Islam di Indonesia. Kedua, pasca revolusi Islam Iran. Ketiga, melalui intelektual Islam Indonesia yang belajar di Iran.
Dan keempat, tahap keterbukaan melalui pendirian organisasi Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia. Syiah memiliki kompleksitas masalah dengan latar belakang sosial rumit, tidak semata-mata lahir dari perbedaaan ideologi. Pada dasarnya Syiah telah hidup berdampingan dengan kita sejak dahulu, budaya Syiah sudah menjadi bagian dari tradisi keagamaan di Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.