Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ummu Fatimah

Kritik Atas Moderasi Beragama

Agama | Sunday, 26 Dec 2021, 05:34 WIB

Riset rekomendasi Islam moderat kian marak menghiasai jagad jurnal tanah air. Berbagai penelitian akan proses terbaik penyampaian ide moderasi Islam mencoba terus dikupas. Hal ini bukan tanpa alasan, adanya isu radikalisasi yang mencuat setelah beberapa kasus bom bunuh diri yang dilakukan oleh “oknum” seolah menjadi alasan kuat para peneliti menyuguhkan Islam moderat sebagai solusi hakiki.

Publik selayaknya perlu mengetaui konsep Islam moderat sebelum melancarkan berbagai opini. Konsep Islam satu ini berasumsi bahwa seprang Muslim harus memiliki jiwa toleransi dengan meyakini ide pluralisme secara utuh. Ide pluralisme sendiri merupakan pemahaman bahwa semua agama serta aliran keyakinan apapun yang ada merupakan sesuatu yang benar serta ditujukan kepada Tuhan, sedangkan perbedaan agama hanyalah perbedaan dalam hal beribadah saja. Adanya pluralisme berikut moderasi beragama yang diopinikan tersebut disinyalir mampu untuk menumbuhkan jiwa toleransi.

Menelisik pemahaman pluralisme, perlu diketahui bahwa pada dasarnya setiap agama memiliki Dzat yang disebut Tuhan masing-masing yang berbeda. Sehingga tidak mungkin untuk akhirnya disama ratakan seluruhnya. Selain itu, konsep ketuhanan yang ada dalam Islam menjunjung ketauhidan. Menjadi hal yang paten bahwa Allah sebagai satu satunya Tuhan yang pantas untuk disembah. Sedangkan ide moderasi beragama ini mencoba untuk memahamkan bahwa semua tuhan yang ada dalam agama memiliki kedudukan yang sama. Hal ini berarti ada banyak tuhan yang diakui kebenarannya. Bukankah jelas bahwa hal ini bertentangan dengan aqidah Islam secara nyata?

Daruratnya serangan moderasi beragama dengan potensi perusakan aqidah ini berusaha ditanamkan kepada genersi muda bahkan anak-anak. Hal ini dilakukan dengan menyisipkan konsep moderasi beragama ke dalam sekolah-sekolah TPA yang ada di tengah-tengah masyarakat. Sungguh fenomena yang mengerikan, anak-anak seharusnya memperoleh pelajaran aqidah bahwa Allah-lah satu-satu Dzat yang patut disembah sebagai Tuhan. Konsep ini dapat diajarkan berlahan melalui metode berpikir yang benar sehingga anak-anak dapat merasakan keberadaan Allah serta menemukan kebenearan ketauhidan mereka melalui proses berpikir.

Arus moderasi beragama yang massif dilakukan menjadi bahaya laten bagi kehidupan keluarga kaum muslimin. Pasalnya ketika anak-anak dididik dengan konsep Islam moderat hingga aqidah mereka pirak-poranda. Hal ini tentu mnjadi mimpi buruk orang tua karena aqidah merupakan gerbang menuju kesholeha dan sholehahan generasi muda. Ketika gerbangnya telah hancur maka apa yang ada di dalam gerbang itu akan sangat mudah untuk dijajah. Problem ini yang akan muncul dalam kehidupan berkeluarga.

Moderasi beragama yang akhirnya merasuk ke dalam diri anak tentu mengakibatkan berbagai efek, mereka yang telah memahami bahwa kebenaran tidak ada yang hakiki. Bagaimana tidak untuk bahasan agama saja tidak ada kejelasan mana agama yang benar dan yang batil apalagi untuk permasalahan yang lain. Konsep ini akan mengkohkan liberalisasi di dalam bena mereka sehingga kebebasan akan mereka lakukan dengan senang hati. Adanya norma baik dan buruk tidak lagi berlanadaskan dalil apapun hanya akan dilandaskan oleh kebebasan yang dipuja-puja. Konsep ini akan menghantarkan generasi muda menjadi generasi yang tidak mengenal aturan hingga kehilangan arah hidup. Akankah dengan generasi seperti ini negeri ini akan bangkit? Jika bahaya laten moderasi beragama telah nampak dipelupuk mata untuk apa terus menyuarakannya dan ikut berkontribusi memasarkannya? Bukankah counter ide inilah yang harusnya menjadi hal penting yang harus diperjuangkan oleh para ibu dan calon ibu di luar sana?

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image