Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dahlia-Ku

Bicara Soal Baby Blues dan Kelembutan Hati Umar

Agama | Saturday, 10 Jun 2023, 06:19 WIB
Gambar : freepik

Perjalanan menjadi seorang ibu tentu tak mudah dilakukan. Sebagaimana yang terdapat di dalam firman Allah Ta'ala dalam surah Al-Ahqaf ayat 15 yang artinya : "... Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula)...".

Maka wajar rasa bahagia dan sedih akan bergantian berputar menghiasi kehidupan seorang Ibu. Misalkan saat menjalani masa kehamilan, melahirkan, memiliki bayi kemudian menyusui, adakalanya seorang ibu menghadapi sejumlah masalah, yang memunculkan rasa cemas dan rasa sedih, yang mana jika dibiarkan akan berlanjut pada depresi.

Sebagaimana dikutip dari Republika.co.id -- hasil penelitian Andrianti (2020) terungkap, 32 persen ibu hamil mengalami depresi dan 27 persen depresi pascamelahirkan. Selain itu, penelitian skala nasional menunjukkan 50-70 persen ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues. Angka ini tertinggi ketiga di Asia (Ahad, 28 Mei 2023).

Bahkan sebuah studi terbaru menunjukkan baby blues bisa bertahan lebih lama daripada yang diperkirakan oleh para ahli kesehatan sebelumnya, Para peneliti dari National Institutes of Health mengatakan wanita mungkin terus mengalami tingkat depresi yang tinggi selama bertahun-tahun setelah anak mereka lahir.

Tentu sangat miris mengetahui tingkat baby blues di negeri ini urutan ketiga di Asia. Setidaknya ada dua faktor yang disinyalir menjadi penyebab rapuhnya kesehatan mental seorang ibu. Pertama faktor internal seorang perempuan yang harus beradaptasi dengan tugas baru menjadi seorang ibu dan ritme jam tidur yang harus menyesuaikan bayi. Kedua faktor eksternal, yaitu kurangnya support system baik dari keluarga, masyarakat, dunia pendidikan dan negara.

Terkait faktor internal, maka seorang perempuan harus punya persiapan yang matang untuk menjadi seorang istri dan ibu. Persiapannya baik dari sisi keilmuan, mental dan teknis terkait keterampilan apa saja yang harus dikuasai saat diamanahi Allah menjadi seorang ibu. Ketika amanah itu datang dan menjalani peran, maka standar sempurna sebagai istri dan ibu harus dikikis habis, karena tidak ada manusia yang sempurna bukan?. Muhasabah diri tetap harus dijalankan, tapi jangan sampai membuat mental tertekan hingga depresi. Sehingga kekuatan ruqiyah kedekatan kepada Allah, mutlak terus dijalankan saat menghadapi masalah apapun.

Yang kedua yaitu faktor support system dari keluarga yang punya kontribusi besar pada kesehatan mental seorang ibu. Pihak suami, orangtua kandung dan mertua, bahkan saudara kandung dan ipar selayaknya jadi kekuatan yang memberikan kasih sayang dan empati pada seorang ibu. Firman Allah Ta'ala harus jadi pegangan kita bersama. "...Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik" (Terj. surah Al-Baqarah ayat 195).

Sebagai contoh, seorang suami akan ringan membantu istrinya saat mandi dan bersih diri setelah melahirkan ataupun memandikan si kecil misalnya.

Peran dunia pendidikan tak boleh ditinggalkan. Laki-laki dan perempuan butuh jaminan pendidikan yang bisa mendidiknya menjadi calon orangtua dengan kepribadian Islam yang kokoh, berakhlaq mulia dan mumpuni dalam mendidik generasi. Support system dari masyarakat jangan sampai terlewatkan. Seorang istri dan ibu butuh lingkungan masyarakat yang baik dan mendukung kesehatan mental seorang ibu. Terakhir support system dari negara yang punya peran paling besar agar mental ibu tak mudah rapuh. Sebagaimana kisah cemerlang dari kelembutan hati seorang Umar bin Khattab ra.

Umar menyuruh salah seorang pegawainya memberikan pengumuman. yang isinya, "Janganlah kalian terlalu cepat menyapih anak-anak kalian, sebab kami akan memberikan jatah bagi setiap bayi yang baru lahir dalam Islam". Tunjangan untuk bayi ini diambilkan dari kas negara. Inilah kesempurnaan Islam dalam menyelesaikan kasus baby blues seorang ibu. Semoga kita bisa memetik kebaikan dan pelajaran berharga. Wa maa tawfiiqii illaa bilLaah, 'alayhi tawakkaltu wa ilayhi uniib.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image