Syiah dan Ajaran-Ajarannya
Agama | 2021-12-25 22:46:40Syi’ah adalah sekte keras yang sangat memuliakan sayyidina Ali Bin Abi Thalib secara berlebih-lebihan,dan menganggap sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar Bin Khattab, Utsman bin Affan, Adalah orang-orang yang merampas haknya sayyidina ali bin abi thalib menjadi khalifah setelah Rasulullah saw, Hal itu sangat bertentangan dengan konsensus (Ijma’) ulama ahlussunnah wal jama’ah. Selain itu, banyak diantara ajaran dan keyakinan syi’ah yang sangat berbeda dengan Ahlussunnah wal jama’ah, bukan hanya dalam bidang akidah, ibadah, dan hukum, akan tetapi semua aturan baik yang berhubungan dengan Tuhan, ataupun yang berhubungan dengan umat manusia. Ada banyak persoalan penyimpangan ajaran dan keyakinan syiah dengan ahlussunnah.
Kaum syi’ah memiliki tatanan hukum yang bertentangan dengan syari’at islam, diantaranya adalah menghalalkan nikah mut’ah. Bahkan mereka menganjurkan para penganutnya untuk melakukan nikah temporer semacam ini. Secara terminologis, yang dibatasi dengan waktu tertentu. Seperti nikah dalam rentang waktu satu tahub, satu bulan, satu minggu, atau bahkan hanya sebatas sehari saja.
Sikap Ahlussunnah Wal Jama’ah
Menurut faham Ahlussunnah Wal Jama’ah, hukum nikah mut’ah adalah tidak sah dan haram karena bertentangan dengan tatanan syari’at islam yang telah termaktub didalam al-qur’an, al-hadist,serta ijma’ ulama. Nikah Mut’ah pernah diperbolehkan oleh Rasulullah saw pada masa permulaan islam. Namun selanjutnya nikah mut’ah (temporer) ini diharamkan sampai hari kiamat.
Allah swt berfirman dalam al-qur’an surat al Mu’minun ayat 5:
وَالَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حٰفِظُوْنَ ۙ
5. dan orang yang memelihara kemaluannya,
اِلَّا عَلٰٓى اَزْوَاجِهِمْ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُمْ فَاِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَۚ
6. kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela.
Seorang laki-laki hanya boleh berhubungan dengan dua Wanita, yaitu istri dan budaknya. Dan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah budak yang didapat dalam peperangan dengan orang kafir itu, wamita-wanita yang ditawan biasanya dibagi-bagikan kepada kaum muslimin yang ikut dalam peperangan. Kebiasaan ini bukanlah suatu yang diwajibkan.
Dalam qur’an surah An-Nisa’ Ayat 24 :
فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهٖ مِنْهُنَّ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ فَرِيْضَةً ۗوَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهٖ مِنْۢ بَعْدِ الْفَرِيْضَةِۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dan dihalalkan bagimu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu jika kamu berusaha dengan hartamu untuk menikahinya bukan untuk berzina. Maka karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah maskawinnya kepada mereka sebagai suatu kewajiban. Tetapi tidak mengapa jika ternyata di antara kamu telah saling merelakannya, setelah ditetapkan. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.
Penafsiran yang tepat dari ayat tersebut menurut Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah :
‘’Kalau kalian menikah,bayarlah mahar sesuai dengan kesepakatan dan kewajiban dari Allah swt.’’ Ayat tersebut tidak memiliki qarinah yang busa ditafsirkan dengan nikah mut’ah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.