Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image De_ Harishna

Pro dan Kontra Neoliberalisme dalam Konteks Ekonomi Indonesia

Pendidikan dan Literasi | Wednesday, 07 Jun 2023, 19:34 WIB

Ilustrasi Neoliberalisme. Foto: ShutterStock

Seiring waktu bergerak, perekonomian global semakin lama semakin mendekati model yang dikenal dengan neoliberalisme. Sebuah paradigma yang mengutamakan liberalisasi pasar, deregulasi, dan privatisasi. Dalam konteks Indonesia, implementasi model ini telah memicu perdebatan yang sengit dan terus berlanjut. Di tengah kemelut opini, penting bagi kita untuk secara cermat menimbang pro dan kontra dari neoliberalisme.

Dari satu sisi, neoliberalisme dapat disebut sebagai generator pertumbuhan ekonomi. Dengan model ini, pasar bebas mendorong persaingan yang sehat dan mendorong inovasi. Deregulasi membuka jalan bagi perusahaan untuk beroperasi dengan fleksibilitas dan efisiensi yang lebih besar. Privatisasi, di sisi lain, membantu meningkatkan produktivitas dan efisiensi dengan mengekspos perusahaan ke persaingan pasar. Dalam konteks Indonesia, hal ini dapat dilihat dari meningkatnya aktivitas ekonomi setelah reformasi ekonomi tahun 1998.

Fakta menunjukkan bahwa deregulasi dan liberalisasi telah menarik investasi asing ke Indonesia. Menurut data Bank Indonesia, investasi asing langsung (FDI) meningkat hampir tiga kali lipat dalam dekade terakhir. Investasi ini menciptakan lapangan kerja dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Kita bisa merujuk pada kata-kata dari Milton Friedman, ekonom dan penerima Nobel yang dikenal sebagai pendukung neoliberalisme: "Tidak ada makan siang gratis". Kata-kata ini merujuk pada ide bahwa dalam ekonomi, setiap keuntungan memerlukan pengorbanan. Dalam kasus neoliberalisme, keuntungan pertumbuhan ekonomi dan investasi asing seringkali dibayar dengan biaya sosial.

Di sisi lain, neoliberalisme telah dikritik karena memperlebar kesenjangan antara kaya dan miskin. Dalam konteks Indonesia, meskipun pertumbuhan ekonomi yang kuat, kesenjangan pendapatan tetap ada. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), rasio Gini Indonesia - ukuran ketidaksetaraan pendapatan - telah meningkat dalam dekade terakhir.

Neoliberalisme juga cenderung mengabaikan perlindungan lingkungan. Fokus pada pertumbuhan ekonomi seringkali mengabaikan dampak lingkungan dari eksploitasi sumber daya alam. Indonesia, yang memiliki keanekaragaman hayati yang kaya, berisiko menderita kerusakan lingkungan dari penerapan neoliberalisme tanpa batas.

Untuk menggambarkan ini, seorang penulis terkenal, Naomi Klein, pernah berkata, "Neoliberalisme bukanlah ekonomi; itu adalah bencana." Kata-kata ini mengingatkan kita bahwa paradigma neoliberalisme bisa membawa dampak negatif jika tidak dikendalikan dengan baik.

Membalik koin, menjadi jelas bahwa neoliberalisme, seperti halnya dengan setiap model ekonomi, memiliki kelebihan dan kekurangan. Bagi Indonesia, kuncinya adalah menemukan keseimbangan yang tepat antara memanfaatkan potensi pertumbuhan ekonomi dari neoliberalisme dan mengelola dampak negatifnya. Ada beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk mencapai ini.

Pertama, pemerintah perlu memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan oleh neoliberalisme dibagi secara merata. Ini berarti menerapkan kebijakan fiskal yang progresif, investasi dalam pendidikan dan kesehatan, dan mendukung pembangunan infrastruktur di daerah-daerah yang kurang berkembang. Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan upaya aktif untuk membantu pekerja dan keluarga yang kurang beruntung yang mungkin terkena dampak dari transisi ekonomi.

Kedua, pemerintah harus menempatkan lingkungan di jantung kebijakan ekonominya. Ini bisa dilakukan dengan menerapkan regulasi yang ketat untuk melindungi lingkungan dan mempromosikan pembangunan yang berkelanjutan. Sebagai contoh, pemerintah bisa memberi insentif kepada perusahaan untuk mengurangi emisi karbon mereka dan untuk menggunakan energi terbarukan.

Seperti yang dinyatakan oleh Amartya Sen, pemenang Hadiah Nobel dalam bidang ekonomi, "Pertumbuhan ekonomi tanpa investasi dalam kapital manusia adalah pendekatan yang tidak berkelanjutan dan etis." Dalam konteks Indonesia, ini berarti bahwa kita harus berinvestasi dalam rakyat kita dan dalam lingkungan kita saat kita mengejar pertumbuhan ekonomi.

Secara keseluruhan, kita harus memandang neoliberalisme bukan sebagai tujuan akhir, tetapi sebagai alat. Alat yang bisa kita gunakan untuk mencapai tujuan kita, jika digunakan dengan bijaksana. Sebagai negara yang masih berkembang, Indonesia memiliki peluang yang unik untuk belajar dari kesalahan negara lain dan untuk menciptakan model ekonomi yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi rakyatnya. Neoliberalisme mungkin merupakan bagian dari solusi, tetapi itu tidak boleh menjadi seluruh cerita.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image