Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image bunga rampai anum

Huru-hara Perpanjang Jabatan Pimpinan KPK

Politik | Tuesday, 06 Jun 2023, 21:49 WIB

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi (KPK) lima tahun memunculkan huru-hara, dan perhatian publik pun terarah pada dampak putusan tersebut. Selama ini kinerja KPK terus disorot dalam penanganan kasus korupsi.

Mahkamah Konstitusi (MK) memperpanjang jabatan pimpinan KPK setelah menerima permohonan yang diajukan sejak November 2022 oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Permohonan yang diajukan sejak November 2022 itu menimbulkan tanda tanya dan viral setelah adanya putusan. Sementara selama prosesnya Nurul Ghuforn tidak terbuka kepada publik ketika menyerahkan berkas permohonan dan pelaksanaan persidangan.

Tentunya keputusan MK memperpanjang jabatan ketua KPK dianggap sebagai kejanggalan dan multitafsir. Sehingga keputusan ini mendapatkan beragam kritik dan penolakan. Pakar hukum Palguna menilai pertimbangan Mahkamah Konstitusi dinilai tidak masuk akal. tidak ada ‘ratio decidendi’ dari putusan itu. Tidak ada pertimbangan konstitusional untuk mengabulkan gugatan itu. Urusan jabatan tidak terkait urusan konstitusional atau tidak karena itu kewenangan dari pembuat undang-undang. (news.republika.co.id, 27/05/2023)

Wakil ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sharoni mengaku bingung MK membuat keputusan memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK setahun menjadi lima tahun. Menurut Sahroni, seharusnya kewenangan itu ada di DPR yang merumuskan undang-undang. Sejalan dengan Sahroni, pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti mengatakan keputusan MK berdasarkan argumen yang inkonsisten seharusnya diserahkan kepada pembuat undang-undang. (merdeka.com, 28/05/2023)

Pakar hukum tata negara lainnya, yaitu Denny Indrayana pun menilai, norma baru dalam putusan MK tersebut akan diberlakukan pada periode ini. Denny menduga bahwa putusan MK terkait dengan kepentingan Pemilu Umum 2024. Penegakan hukum sebatas dijadikan alat untuk memperkuat strategi pemenangan pemilu, yakni bagaian dari strategi merangkul kawan dan memukul lawan.

Awal pembentukan KPK bertujuan meningkatkan daya guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun KPK hari ini hanya bentuk fisik dan geramannya saja yang menakutkan serupa macan, tetapi tanpa taring. KPK hari ini jauh dari semangat awal pembentukannya untuk memberantas tindak korupsi. Pelemahan-pelemahan terus dilakukan, seperti membatasi ruang penyadapan dan menghilangkan fungsi penuntutan.

Pertanyaannya kemudian, jika KPK masih bisa menunjukkan taringnya, bisakah indeks korupsi menjadi 100/100 alias sama sekali tidak ada korupsi?

Jawabannya adalah tidak. Sejak awal berdirinya KPK tahun 2002 sampai hari ini, indeks persepsi korupsi Indonesia selalu di bawah angka 50. Artinya, masalah korupsi di negara ini sangat serius. Skor tertinggi yang pernah dicapai Indonesia ada di tahun 2019. Itu pun hanya 40/100 dan terendah ada di tahun 2002 dengan skor 19/100. Tahun ini indeks persepsi korupsi Indonesia turun 4 poin. Jika tahun 2021 lalu berada di skor 38/100, maka tahun 2022 berada di skor 34/100.

Di luar huru-hara KPK, sebenarnya pemerintah masih memiliki dua kelompok lembaga pengawasan keuangan negara yang dikenal dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Aparat Pengawasan Ekstern Pemerintah (APEP). APIP terdiri dari BPKP, Inspektorat Jenderal Kementerian, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kota/Kabupaten. Sementara Bea cukai, TNI, dan Polri memiliki lembaga keuangan khusus. Sedangkan APEP wujudanya adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dengan keberadaan lembaga yang berlapis ini mestinya korupsi dapat dengan mudah diberantas. Akan tetapi, faktanya, tiap lembaga saling menegasikan. Seolah masing-masing memiliki lahan yang tidak boleh diganggu oleh lembaga lain. Kemudian, tiap lembaga berupaya melindungi adanya kasus-kasu ini. Tidak heran jika masyarakat menyebutnya sebagai sarang korupsi.

Di dunia ini tidak ada negara yang bebas dari korupsi. Denmark, Finlandia dan Selandia Baru sebagai negara yang berada diurutan teratas negara antikorupsi, indeks persepsi korupsinya 88/100. Artinya, walau minim, korupsi tetap ada.

Mengapa korupsi masih tetap ada di dunia ini? Hal ini disebabkan oleh sistem kapitalisme yang memisahkan urusan agama dengan urusan kehidupan. Di dalam sistem ini pula, standar kesuksesan seseorang diukur dari limpahan harta dan tingginya jabatan. Dampaknya, seseorang akan berlomba mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dan mengejar jabatan setinggi-tingginya. Ia akan memanfaatkan seluruh peluang yang ada, tanpa sedikit pun berpikir halal dan haram.

Sebagaimana adagium yang dinyatakan oleh Lord Acton bahwa tiap-tiap kekuasaan cenderung korup, semakin lama seseorang memgang kekuasaan, maka korupsinya semakin ugal-ugalan. Adagium ini sangat tepat menggambarkan kondisi yang terjadi hari ini.

Korupsi merupakan penyakit bawaan kapitalisme. Mau diobati dengan cara apapun tidak akan bisa, baik dari tataran konsep sampai tataran praktis. Satu-satunya sistem yang terbukti berhasil meniadakan kasus korupsi adalah sistem Islam. Dengan sistemnya yang unik, Islam bukan hanya akan berhasil mengikis habis perilaku korupsi, tetapi kehadiran hukum-hukum Islam secara nyata dalam kehidupan juga akan menutup rapat peluang ke arah itu.

Keimanan dijadikan sebagai kontrol internal penyelenggara pemerintahan dan kehidupan rakyat. Sehingga seorang penguasa akan menjalankan tugasnya untuk menjaga dan melindungi rakyatnya dengan aturan-aturan Islam. Oleh karena itu agar tidak terjadi huru-hara seperti lembaga KPK, maka memberantas korupsi harus sampai ke akar-akarnya, bukan hanya permukaannya saja.

Oleh. Munawaroh

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image