Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fatima Azzahra

Sistem Pinjam Meminjam Uang Secara Online (Financial Technology) dalam Hukum Islam

Teknologi | Monday, 05 Jun 2023, 07:59 WIB

Syariat Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW bersifat menyeluruh,memberikan semua aspek kehidupan manusia, baik aspek ibadah maupun aspek muamalah. Yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, hal itu bisa berupa sewa menyewa, jual beli, syirkah, pinjam meminjam dan sebagainya.

Aturan tersebut telah disebutkan dalam firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 2.Dalam era perkembangan ekonomi digital, masyarakat terus mengembangkan inovasi penyediaan layanan dalam kegiatan pinjam meminjam yang salah satunya ditandai dengan adanya Layanan Jasa Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang dinilai turut berkontribusi terhadap pembangunan dan perekonomian nasional.

Teknologi informasi atau information technology (IT) telah mengubah masyarakat, telah menciptakan jenis-jenis dan peluang-peluang bisnis yang baru, serta menciptakan jenis pekerjaan dan karier baru dalam pekerjaan manusia, saya mengambil judul ini bertujuan untuk lebih mendalami pengertian dan akibat hukum perjanjian pinjam meminjam uang secara online (Financial Technology) dalam hukum islam.

Perjanjian Pinjam Meminjam Uang secara online dapat dikatakan “sah” apabila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Perjanjian Pinjam Meminjam Uang secara Online syariah dikatakan sah jika syarat dan rukunnya terpenuhi, berpayung hukum pada Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 dibolehkan dengan syarat sesuai dengan prinsip Syariah.

Akibat hukum dari Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Secara Online dalam perspektif Hukum Islam memiliki kekuatan hukum yang mengikat bagi para pihak sebagaimana perjanjian pada umumnya. Namun ada yang harus diperhatikan yaitu suku bunga dari keduanya karena dengan suku bunga yang tinggi perjanjian dapat di batalkan, dan dalam hukum islam tidak mengenal suku bunga karena didalamnya mengandung riba.

Pemerintah melalui Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan harus segera membuat peraturan mengenai pembatasan bunga pinjaman atau pengaturan terkait dengan Suku Bunga Wajar bagi pinjaman dan financial technology. Penetapan suku bunga penawaran antarbank akan mengurangi kompleksitas kontrak keuangan dengan mendorong standarisasi penggunaan suku bunga acuan pada surat utang atau pinjaman dengan suku bunga mengambang, derivatif suku bunga rupiah. Selain itu, pemerintah harus memastikan wewenang pengawasan dan memberikan perlindungan bagi pengguna dan penyelenggara financial technology secara pasti.

MUI menyebutkan pada dasarnya perbuatan pinjam meminjam atau utang piutang merupakan bentuk akad tabarru’ atau kebajikan atas dasar saling tolong menolong yang dianjurkan sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Namun, apabila dalam praktiknya penagihan piutang dilakukan dengan memberikan ancaman fisik atau membuka rahasia (aib) seseorang yang tidak mampu membayar utang adalah haram.

Selain itu bagi orang yang meminjam apabila sengaja menunda pembayaran hutang bagi yang mampu, hukumnya adalah haram. Dalam realitasnya, maraknya bank keliling menunjukkan umat Islam masih belum bisa terlepas dari praktek pinjaman yang mencekik tersebut selama sistem ekonomi yang berbasis keuangan syariah belum bisa diterapkan secara luas kepada masyarakat.

Perlunya edukasi dan sosialisasi ekonomi syariah bagi umat Islam menjadi hal yang harus lebih diterapkan seiring dengan keluarnya aturan haram soal pinjaman online ini,Hal yang menjadi tantangan lembaga keuangan syariah saat ini yakni bagaimana cara mudah untuk memberikan pemahaman akan bahaya pinjaman yang tidak bisa didasarkan pada prinsip syariah dan bahaya pinjaman online yang berbasis ilegal tanpa adanya aturan dari hukum perdata ataupun hukum syariah islam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image