Hegemoni: Pengaruh Utama Pada Kemajuan Bangsa, Validkah?
Edukasi | 2023-06-04 20:55:10Hegemoni merupakan suatu bentuk kekuasaan atau dominasi dari suatu negara yang kemudian mempengaruhi negara lain di sekitarnya, istilah hegemoni ini muncul pada teori yang dikemukakan oleh Antonio Gramsci. Menurut Robert Bacock, teori hegemoni yang dikemukakan oleh Antonio Gramsci adalah sebuah pandangan hidup serta cara berpikir yang cenderung dominan dan di dalamnya terdapat sebuah konsep mengenai kenyataan disebarluaskan dalam masyarakat, baik secara perorangan maupun institusional.
Suatu pernyataan dari sebuah negara tentu bisa berdampak bagi negara di sekitarnya, apalagi sebuah negara yang cenderung memiliki banyak keterlibatan di berbagai hal. Salah satu contohnya ialah pengaruh negara maju. Kekuasaan atau ‘nama’ yang dimiliki oleh negara maju, di mana dalam hal ini memang banyak terlibat pada persoalan dunia, akan sangat berdampak dan bahkan akan mempengaruhi negara lain yang eksistensinya konon lebih rendah. Hal ini dapat terjadi karena eksistensi dari negara maju itu sendiri serta banyaknya pandangan negara maju yang dijadikan patokan dengan anggapan bahwa acuan tersebut benar.
Pandangan yang membentuk pernyataan dari negara maju dapat berhasil menguasai pemikiran negara berkembang. Pernyataan yang diberikan oleh negara maju cenderung akan menjadi suatu pandangan baru di dalamnya, pandangan yang membentuk pola pikir masyarakat. Salah satu contoh ialah pandangan karakteristik dari kata laki-laki dan perempuan, siapa yang menciptakan karakterisktik dari kata laki-laki dan perempuan sebenarnya? Kata laki-laki yang ada pada negara Indonesia cenderung mengarah pada rasionalis, kuat, pemimpin, dan subjek, sedangkan kata perempuan sangat identik dengan emosional, lemah, dipimpin, serta objek. Mengapa demikian? Bukankah pada zaman ini sudah tak ada diskriminasi yang didasarkan pada gender? Bukankah pada zaman yang katanya modern ini sudah mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan itu setara? Lalu dari manakah pemikiran ini terbentuk?
Pemikiran yang kemudian menjadi hegemoni ini bisa terbentuk dari mindset yang selalu berpatokan pada hal di luar konteks. Contoh lain dari adanya hegemoni ialah ketika suatu bangsa dikategorikan sebagai negara maju dan negara berkembang. Jika ditelaah ulang, maka akan muncul pertanyaan yang mengarah pada 5W+1H, seperti apakah syarat dari suatu bangsa dapat dikatakan maju? Siapa yang menentukan suatu negara bisa dikatakan maju? Kapan diadakan evaluasi agar suatu bangsa bisa menilai dirinya bisa berproses? Dimana kata maju dan berkembang itu muncul pada konteks penilaian negara? Mengapa terdapat karakteristik yang sama agar negara dapat dikatakan maju? Bukankah setiap negara memiliki kearifan budayanya tersendiri? Bagaimana runtutan berproses secara baik dan benar agar bangsa dikatakan maju? Siapakah yang kemudian akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul ini? Jika para filsuf berbicara dan mengangkat konteks ini, akankah bisa pernyataannya dianggap benar? Bukankah apa yang mereka katakan juga mengenai pendapat semata? Hegemoni inilah yang kemudian akan muncul, sikap untuk menyamakan karakteristik suatu negara. Mengikuti pandangan, pola pikir, bahkan pola hidup bangsa Eropa yang dinilai maju. Padahal kata maju tersebut bisa saja dibuat oleh bangsa Eropa untuk mengarahkan pandangan negara berkembang kepada satu kalimat, "Negara maju adalah bangsa Eropa", yang kemudian akan muncul berbagai spekulasi. Negara maju harus menguasai teknologi, negara maju harus individual, negara maju harus menciptakan suatu hal yang efisien dan efektif. Pemikiran inilah yang membentuk hegemoni dari konteks positif menuju negatif, dari kalimat 'negara maju harus menciptakan suatu hal yang efisien dan efektif' menjadi 'negara maju harus mampu menghilangkan limbah sampah secara cepat' yang tanpa disadari tidak tepat dalam proses penanganannya.
Adanya hegemoni Eropa membuat jati diri beserta budaya negara Indonesia kian tergerus, mengurang, lalu menghilang. Kata setuju yang konon katanya membuat maju, tetapi nyatanya membuat jatuh. Hal ini akan secara tidak sadar terjadi, baik melalui pengaruh teknologi yang kian canggih ataupun melalui lisan yang tak akan pernah bisa berhenti. Pemahaman mengenai hegemoni ini perlu ditanamkan pada masyarakat di negara manapun terutama pada negara Indonesia yang sudah mulai mengikuti pemikiran bangsa Eropa pada beberapa aspek. Jangan sampai dengan adanya pandangan baru yang dinilai positif ini dapat merusak jati diri dari negara. Suatu negara tentu mempunyai aspek dan karakteristik bangsanya sendiri, tidak akan terpaut pada karakteristik bangsa lain di dalam internalisasi. Sebelum dilakukan internasionalisasi pandangan, bukankah lebih baik jika melakukan perbaikan pada internalisasi negara tersebut?
Pola pikir yang cenderung mengarah pada bangsa Eropa belum tentu dapat dikatakan buruk, tetapi belum tentu juga dapat dikatakan baik. Perbanyak literasi tanpa ada niatan untuk menjadi negara maju dan modern, tetapi perbanyak literasi dengan niatan menjadi lebih baik akan internal negara sendiri. Jangan terpacu pada kata modern dan tradisional yang entah siapa pembuatnya, patokan akan kata tradisional dan modern masih belum ada stardarisasi di dalamnya. Setiap negara boleh berbeda, setiap negara bisa menjadi berbeda dengan tujuan sama. Tak apalah jika kata maju memang dibutuhkan, tetapi tetap atur mindset bahwa maju bukan berarti seperti bangsa Eropa.
Hegemoni yang bersifat negatif haruslah dihapus. Percaya bahwa suatu negara dapat dikatakan maju karena kearifan lokal yang kemudian membentuk pengembangan, perkembangan, dan inovasi di dalamnya. Kemajuan tidak harus berpacu pada hegemoni yang lambat laun akan merusak cara pandang generasi penerus bangsa, hegemoni yang membuat standarisasi tidak sesuai dengan budaya bangsa, hegemoni yang membuat standarisasi tidak sesuai dengan ciri khas serta adat istiadat negara Indonesia. Ubah sejak kini agar menjadi negara maju ke depannya dengan identitas yang dinilai sebagai dirimu sendiri, negaramu sendiri, cara pandangmu sendiri, pola pikirmu sendiri, dan pola hidupmu sendiri yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.