Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Bilqis Alivium Mauila

Dispensasi Pernikahan, AKI dan Masa Depan Bangsa

Edukasi | 2023-06-04 15:51:52
https://www.freepik.com/free-vector/hand-drawn-mental-disorder-finding-answers-confusion-character_24545363.htm#query=depression%20woman%20stress&position=27&from_view=search&track=ais

Dispensasi pernikahan menjadi berita nasional sejak adanya pandemi Covid-19. Pada awal pandemi Covid-19, angka dispensasi pernikahan meningkat drastis. Menurut Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan, dispensasi pernikahan atau perkawinan adalah pemberian izin kawin oleh pengadilan kepada calon suami isteri yang belum berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan. Berdasarkan data Badan Peradilan Agama (Badilag), angka dispensasi pernikahan tahun 2020 mencapai 63.382 yang naik sekitar 36,5% dari tahun 2019. Tahun 2021 tercatat menjadi 61.449 kasus. Tahun 2022 tercatat 50.673 dispensasi perkawinan. Angka tersebut menurun 17,54% dibandingkan pada 2021. Meski terus mengalami penurunan, angka ini perlu terus ditekan agar tidak mengalami kenaikan kembali di tahun 2023 karena peristiwa tersebut berpengaruh terhadap segala aspek di negara kita terutama kesejahteraan dalam masyarakat.

Dispensasi Pernikahan dengan 4T

Awal tahun 2023, media kembali menyoroti kasus ratusan siswa meminta dispensasi pernikahan kepada Pengadilan Agama. Mengutip dari beberapa sumber, sebagian besar siswa tersebut meminta dispensasi karena hamil di luar nikah di usia yang sangat dini. Kehamilan tersebut sangatlah berisiko karena termasuk salah satu dari 4T (terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat, dan terlalu banyak). Terlalu muda apabila ibu hamil berusia kurang dari 20 tahun. Terlalu tua apabila ibu hamil berusia lebih dari 35 tahun. Terlalu dekat apabila jarak antar kelahiran anak kurang dari 2 tahun. Terlalu sering apabila melahirkan lebih dari 4 anak. Kehamilan 4T dapat berdampak buruk bagi ibu dan bayi.

Hamil di Usia Terlalu Muda dan AKI

Hamil di usia terlalu muda secara langsung dan tidak langsung berdampak pada naiknya AKI (angka kematian ibu). Kehamilan terlalu muda pada kasus dispensasi pernikahan dapat mengancam keselamatan ibu. Hal tersebut bukan tanpa sebab, ibu yang hamil di usia yang terlalu dini harus menghadapi segala tuntutan dan beban yang harus ditanggung oleh orang dewasa. Keadaan tersebut mempengaruhi kesehatan mental dan fisik mereka. Mereka akan rentan menderita masalah psikologis seperti depresi dan cemas. Mereka akan rentan mengalami baby blues pasca persalinan karena belum siap menjalankan tanggung jawab sebagai ibu dan istri.

Selain rentan mengalami masalah psikologis, keterampilan dalam perawatan diri dan bayinya selama hamil dan pasca persalinan juga masih kurang. Sehingga keamanan serta kesehatan diri dan bayinya di dalam rahim diragukan. Bayi yang dilahirkan juga akan berisiko mengalami kematian, lahir prematur, BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah), bahkan mengalami hambatan pertumbuhan/stunting. Tentunya hal tersebut berpengaruh pada masa depan anak.

Selain pada bayi, kasus tersebut dapat meningkatkan risiko kematian pada ibu karena terjadi komplikasi. Secara fisik, perempuan yang terlalu muda (20 tahun) belum siap untuk hamil dan melakukan proses reproduksi. Ibu hamil di bawah usia 16 tahun memiliki risiko tinggi mengalami kematian karena rahim dan panggul ibu belum tumbuh maksimal mencapai ukuran dewasa. Berdasarkan studi yang dilakukan di Sumatra Barat, terjadi kematian pada ibu yang mengalami persalinan di usia yang kurang dari 20 tahun. Hasil studi ini didukung oleh suatu penelitian yang menyebutkan bahwa umur kurang dari 20 tahun berisiko 1.6 kali menyebabkan kematian ibu hamil. Naiknya kasus dispensasi pernikahan yang ramai di awal tahun 2023 ini dapat menyebabkan naiknya AKI. Tingginya AKI merupakan indikator dari kesejahteraan negara yang kurang. Oleh sebab itu, kasus dispensasi pernikahan sebenarnya memiliki berdampak terhadap banyak hal. Dampaknya adalah dipertaruhkannya keselamatan ibu dan bayi, menurunnya kesejahteraan negara, serta berdampak bagi masa depan bangsa.

Dukungan yang Optimal

Melihat dampak yang ditimbulkan lebih besar daripada manfaat yang didapatkan, maka diperlukan peran berbagai pihak dalam mengatasi permasalahan ini. Dukungan negara sangatlah diperlukan, terutama pemerintah dari tingkat desa hingga tingkat nasional, terhadap peran reproduksi perempuan. Dukungan yang dimaksud adalah optimalisasi aspek esensial. Menurut Dian Kartika Sari (2023), Consultant Gender Equality and Social Inclusion (GESI), dukungan tersebut meliputi layanan kesehatan yang memadai, jaminan keselamatan ibu dan bayi saat persalinan dan nifas, jaminan tidak kehilangan pekerjaan karena cuti melahirkan, bantuan pangan dan perbaikan gizi bagi ibu hamil dan menyusui, serta dukungan peran ayah saat persalinan dan nifas dan jaminan tidak mengalami resiko finansial.

Dukungan anggota keluarga dalam aspek psikologis juga sangat diperlukan untuk menghadapi masalah ini agar mencegah terjadinya baby blues. Namun, hal terpenting tetap mencegah lebih baik daripada mengobati. Upaya pencegahan dapat dilakukan optimalisasi ilmu pengetahuan terhadap perempuan sejak dini dengan sosialisasi mengenai kesehatan reproduksi khususnya risiko kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan. Dengan demikian, dukungan dalam upaya pencegahan dapat meningkatkan pemahaman perempuan agar lebih bijaksana dan berani mengambil keputusan untuk hamil pada usia yang matang serta mempertimbangkan untuk tidak melakukan dispensasi pernikahan.

Bilqis Alivium Mauila

Mahasiswa S1 Kebidanan Universitas Airlangga.

Sumber:

Rina Tri Wahyuni dan Nunik Puspitasari. 2021. Relationship between Mother’s Status Too Young, Too Old, Too Close, Too Much (4T), and Contraceptive Use with Incidence of Maternal Mortality. International Journal of Nursing Education, April-June 2021, Vol.13, No. 2

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image