Kesenjangan Tunjangan Kinerja antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Agama
Lainnnya | 2023-06-04 12:05:31Aparatur Sipil Negara di Indonesia disamping mendapat gaji pokok yang telah diatur dalam undang-undang, juga mendapat berbagai tunjangan. Tunjangan tersebut meliputi, tunjangan kinerja, tunjangan istri atau suami, tunjangan anak, tunjangan jabatan, dan tunjangan makan. Diantara berbagai tunjangan tersebut, tunjangan kinerja menjadi tunjangan dengan nilai yang paling besar. Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2015, Kementerian keuangan (Kemenkeu) menjadi salah satu instansi pemerintah yang memiliki tunjangan kinerja (tukin) paling tinggi jika dibandingkan dengan kementerian lembaga lainnya. Disisi lain, Kementerian Agama (Kemenag) menjadi instansi pemerintah dengan tunjangan kinerja yang paling rendah jika mengacu pada Perpres Nomor 130 Tahun 2018. Perbedaan dalam pemberian tunjangan kinerja ini disesuaikan dengan risiko, posisi, dan beban kerja. Yustinus Prastowo, Juru Bicara Kemenkeu mengkonfirmasi bahwa besarnya tunjangan kinerja yang diterima pegawai Kemenkeu, khususnya pegawai pajak, didasarkan atas beban kerja yang terus naik serta untuk menghindarkan dari kasus suap. Pasalnya, dalam praktik di lapangan, pemberian tunjangan kinerja yang tinggi tidak menghilangkan perilaku koruptif Pejabat Kemenkeu. Dampaknya, kesenjangan dalam pemberian tukin justru menimbulkan kecemburuan dan rasa ketidakadilan pegawai pada kementerian lain.
Permasalahan yang kemudian timbul dari ketidaksempurnaan kebijakan terkait tunjangan kinerja ASN pada tiap Kementerian/Lembaga adalah kesenjangan nominal tunjangan kinerja yang jauh antar K/L. Dalih yang sering diutarakan dalam pemberian tunjangan kinerja yang tidak setara berdasar pada kontribusi K/L pada kualitas pelayanan publik. Kementerian Keuangan menjadi instansi yang pegawainya mendapat tunjangan kinerja dengan nominal paling besar di antara instansi lainnya. Hal itu karena Kementerian Keuangan paling berdampak kinerjanya pada keuangan negara. Lalu, pemasukan yang besar otomatis akan berdampak pula pada kualitas pelayanan publik. Maka dari itu, Kemenkeu diberi tunjangan kinerja yang besar atas beban kerja tersebut. Pertimbangan dalam pemberian tunjangan kinerja pada Kemenkeu dapat diasumsikan sebagai salah satu pertimbangan for person. Namun, pertimbangan tersebut juga tidak dicantumkan dalam peraturan tentang pemberian tunjangan kinerja untuk lingkungan Kemenkeu.
Demikian juga yang terjadi pada lingkungan Kemenag, pertimbangan for person dalam pemberian tunjangan kinerja untuk para pegawai Kemenag tidak dicantumkan dalam undang-undang. Dalam peraturan tentang ketentuan pemberian tunjangan kinerja untuk pegawai Kemenag hanya melampirkan nominal tunjangan kinerja di setiap kelas jabatan. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa tunjangan kinerja untuk para pegawai Kemenag merupakan yang paling rendah di antara K/L lainnya. Hal tersebut bukanlah suatu hal yang dapat dimaklumi. Meskipun perlu untuk memberikan tunjangan kinerja yang sesuai porsi tugasnya, tetap saja harus dijabarkan alasan dan urgensi terkait nominal yang diberikan pada setiap K/L.
Kemenkeu diberikan tunjangan kinerja yang besar untuk menutup celah mereka melakukan korupsi dan pelanggaran serupa lainnya. Hail ini karena tugas mereka yang rawan terhadap praktik Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN). Namun, hal itu juga ternyata tidak efektif. Terlihat bahwa masih banyak pejabat Kemenkeu yang melakukan korupsi. Bahkan banyak dari mereka yang justru terang-terangan memamerkan harta kekayaan. Padahal hal tersebut melanggar asas kepatutan sebagai ASN. Lebih disayangkan lagi bahwa sebagian besar pejabat yang memamerkan harta mereka, ternyata terlibat pula dalam kasus korupsi.
Sementara itu, banyak pejabat Kemenag yang justru mendapatkan penghargaan atas kinerja mereka dalam rangka memberantas tindakan korupsi, gratifikasi, dan semacamnya. Padahal mereka tidak diberi tunjangan sebesar ASN di lingkungan Kemenkeu. Tugas mereka juga tidak kalah rasan dengan Kemenkeu. Misalnya, para penghulu di Kantor Urusan Agama (KUA) yang rawan untuk terlibat dalam kasus gratifikasi dan suap untuk melancarkan segala urusan publik yang membutuhkan KUA. Namun, mereka mampu untuk melakukan penolakan dan bahkan memberantas gratifikasi dan semacamnya tersebut. Oleh karena itu, pertimbangan pemberian tunjangan kinerja perlu dikaji lagi oleh para pejabat berwenang yang membuat kebijakan, khususnya pertimbangan di aspek for person. Sebab perbedaan nominal yang sangat jauh antar K/L juga tidak selamanya efekti. Justru dapat memicu kecemburuan antar instansi dan memicu stigma negatif dari publik. Meskipun konsep remunerasi 3P telah terpenuhi, pemberian tunjangan kinerja untuk ASN di instansi publik masih memiliki celah untuk dikritisi. Jika merujuk pada teori Equity dan Expectancy dari Berman misalnya, sekilas terlihat bahwa pemberian tunjangan kinerja untuk ASN di instansi publik masih jauh dari kondisi ideal yang seharusnya. Oleh karena itu, pertimbangan pemberian tunjangan kinerja perlu dikaji lagi oleh para pejabat berwenang yang membuat kebijakan, khususnya pertimbangan di aspek for person. Sebab perbedaan nominal yang sangat jauh antar K/L juga tidak selamanya efektif dan baik. Justru dapat memicu kecemburuan antarinstansi dan memicu stigma negatif dari publik.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.