Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Erin Rahmah Daniyah

Trauma dan Perkembangan : Mempengaruhi Pola Attachment Styles Anak

Eduaksi | Sunday, 04 Jun 2023, 11:39 WIB

Ketika anak-anak dilahirkan ke dunia, mereka hanyalah kertas kosong yang akan diwarnai oleh pengalaman hidup mereka. Namun, terkadang goresan yang paling dalam dan tak terlupakan berasal dari luka masa lalu yang memicu trauma saat mereka tumbuh dan berkembang.

Pexels.com
Pexels.com

Apa yang terjadi pada anak-anak yang mengalami trauma, dan bagaimana trauma tersebut mempengaruhi pola attachment styles mereka?

Dalam bidang psikologi dan psikiatri, trauma didefinisikan sebagai suatu kejadian luar biasa yang bersifat mengancam fisik dan harga diri individu. Serta dianggap dapat menyebabkan kematian sehingga menimbulkan rasa takut yang luar biasa, rasa tidak aman, dan rasa tidak berdaya ketika peristiwa itu terjadi (APA, 2008). Kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan emosional, penolakan fisik, penolakan emosional, dan menyaksikan kekerasan adalah semua contoh trauma masa kanak-kanak (Minzenberg et al., 2008). Mereka mengalami pengalaman buruk yang cenderung serius, yang dapat berdampak pada masa remaja hingga masa dewasa mereka.

Diperkirakan sebagian populasi di dunia yang mengalami trauma masa kanak-kanak mengalami dampak negatif dalam kehidupan sosial, termasuk peningkatan kecenderungan melakukan tindakan kriminal, tingkat pendidikan yang rendah, dan rendahnya kesehatan dan kesejahteraan secara umum. Anak-anak membutuhkan perawatan dasar untuk bertahan hidup. Mereka tidak akan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahapan perkembangan hingga ia dewasa tanpa makanan yang cukup, tempat berlindung, dan perlindungan.

Bagaimana dengan attachment styles? Hubungan anak dengan figur pengasuh mereka dibentuk oleh ikatan emosional seperti jenis attachment styles. Attachment styles adalah pilar kuat yang mendukung perkembangan sosial dan emosional anak. Mereka juga menentukan kualitas hubungan interpersonal mereka. Namun, fondasi dapat runtuh ketika bayi dan anak mengalami trauma. Jika anak-anak mengalami trauma dalam bentuk kehilangan yang menyakitkan, kekerasan yang mengerikan, atau penelantaran yang menghantui, trauma tersebut akan meninggalkan luka yang mendalam dalam jiwa mereka. Jenis ikatan yang muncul sebagai tanggapan terhadap trauma ini seringkali digambarkan dalam bentuk yang tidak aman.

Konsep Trauma dan Attachment Styles dengan Teori Bowlby

Apakah kalian tahu siapa John Bowlby? John Bowlby, seorang psikolog dan psikiater Inggris, terkenal karena penciptaan teori kelekatan, juga dikenal sebagai teori attachment styles, tentang bagaimana perkembangan manusia berkembang. Bowlby, yang lahir pada tahun 1907 dan meninggal pada tahun 1990, mengembangkan teori ikatan berdasarkan penelitian yang dia lakukan tentang anak-anak yang terlantar dan terasing. John Bowlby mengungkapkan tiga attachment styles:

Pertama, Secure attachment (pola aman) Pola interaksi orang tua-anak membuat anak percaya terhadap ibu atau figur pengasuh sebagai orang yang penuh perhatian, peka, dan responsif, penuh cinta dan kasih sayang. Ketika anak mencari perlindungan dan kenyamanan, dan selalu membantunya dalam menghadapi situasi yang mengancam dan menakutkan. Anak-anak dengan pola ini melihat responsifitas orang tua dan keinginan mereka untuk membantu mereka. Ibu atau figur pengasuh yang peka dan responsif terhadap kebutuhan bayinya akan mengembangkan anak yang tenang dan aman. Anak yang responsif terhadap kebutuhan bayinya akan tumbuh dalam keadaan aman.

Kedua, Attachment yang resisten (pola melawan/ambivalen) Pola ini berasal dari komunikasi orang tua-anak. Anak tidak yakin bahwa ibunya atau figur pengauhnya selalu ada, responsif, atau membantu ketika mereka membutuhkan bantuan. Akibatnya, anak-anak cenderung cemas saat mengeksplorasi dunia mereka, lebih cenderung menuntut perhatian dan bergantung pada orang lain, dan mudah mengalami kecemasan untuk berpisah. Anak-anak mengalami ketidakpastian karena orang tua dan figur pengasuh mereka yang tidak selalu bermanfaat dalam setiap situasi dan keterpisahan. Bayi yang ambivalen dapat menunjukkan bahwa seseorang mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain karena respons atau ketersediaan pengasuhnya yang tidak konsisten.

Ketiga, Avoidant attachment (pola menghindar) Pola kelekatan ini adalah ketika orang tua atau figur pengasuh selalu menghindar dari anak, yang pada gilirannya menyebabkan anak juga menolak orang tuanya atau figur pengasuhnya. Anak-anak merasa tidak percaya diri karena ketika mereka meminta kasih sayang, mereka tidak menerima respons atau bahkan ditolak. Anak cenderung memenuhi kebutuhan afeksi mereka sendiri. Anak-anak dengan pola kelekatan cemas menghindar menunjukkan ketidakamanan mereka dengan menghindari ibu mereka.

Anak-anak yang mengalami trauma biasanya lebih cenderung memiliki attachment styles yang tidak aman atau tidak stabil. Mereka mungkin lebih rentan terhadap kecemasan, ketakutan, dan kesulitan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Oleh karena itu, orang tua dan figur pengasuh harus memahami bagaimana trauma memengaruhi attachment styles anak dan membantu anak mengatasi trauma dan membangun attachment styles yang lebih sehat.

Namun demikian, tidak semua anak yang mengalami trauma akan mengembangkan attachment styles yang tidak sehat atau tidak stabil. Dengan dukungan dan bantuan yang tepat, beberapa anak dapat mengatasi trauma dan membangun hubungan yang sehat. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan figur pengasuh untuk mengetahui tanda-tanda attachment styles yang tidak sehat pada anak mereka dan memberikan dukungan yang diperlukan.

Apa Yang Bisa Dilakukan?

Ada beberapa tindakan yang dapat diambil untuk mengatasi dampak trauma pada attachment styles anak. Pertama, orang tua dan figur pengasuh harus memahami tanda-tanda attachment styles yang tidak sehat pada anak mereka dan berusaha membantu attachment styles yang sehat dengan memberikan perhatian dan dukungan yang tepat. Kedua, dapat mencari bantuan dari professional kesehatan mental jika diperlukan.

Oleh karena itu, pemahaman tentang bagaimana trauma mempengaruhi attachment styles anak menurut teori Bowlby dapat membantu orang tua dan figur pengasuh membantu anak-anak mereka mengatasi trauma dan tumbuh attachment styles yang sehat. Anak-anak yang mengalami trauma membutuhkan dukungan dan perhatian yang tepat agar mereka dapat mengatasi dan berkembang secara maksimal.

Kesimpulan

Trauma selama masa kanak-kanak dapat berdampak signifikan pada pola attachment styles mereka. Ketika anak-anak mengalami trauma seperti kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan emosional, penolakan fisik, penolakan emosional, atau hanya menyaksikan kekerasan, jiwa mereka dapat mengalami kerusakan yang mendalam. Hal ini dapat mengganggu perkembangan pola attachment styles yang aman pada anak, menyebabkan kecenderungan mereka untuk mengembangkan pola attachment styles yang tidak aman, seperti pola ambivalen atau menghindar.

Orang tua dan figur pengasuh harus memahami dampak trauma pada attachment styles anak-anak mereka dan memberikan dukungan yang mereka butuhkan. Mereka dapat membantu anak-anak mengatasi trauma dan membangun attachment styles yang lebih sehat dengan memahami hal ini. Dalam menangani dampak trauma pada pola ikatan, penting untuk mengidentifikasi gejala pola yang tidak sehat dan memberikan dukungan dan perhatian yang tepat.

Selain itu, anak-anak dapat meminta bantuan profesional kesehatan mental jika diperlukan untuk membantu mereka mengatasi dampak trauma dan memperkuat gaya hidup attachment yang sehat. Anak-anak yang mengalami trauma memiliki kesempatan untuk mengatasi dampaknya dan tumbuh secara maksimal jika mereka menerima dukungan dan perhatian yang tepat.

REFERENSI :

Anggadewi Tri, E. B. (2020). Dampak Psikologis Trauma Masa Kanak-kanak Pada Remaja. 2, Number: 2. https://e-journal.usd.ac.id/index.php/solution/index

Cenceng. (2015). PERILAKU KELEKATAN PADA ANAK USIA DINI. In Cenceng Perilaku Kelekatan Anak Usia Dini Lentera: Vol. IXX (Issue 2). https://en.wikipedia.org/wiki/John_Bowlby.

Uswatun Hasanah, D. C., & Ambarini Kurniati, T. (2018). HUBUNGAN FAKTOR TRAUMA MASA LALU DENGAN STATUS MENTAL BERISIKO GANGGUAN PSIKOSIS PADA REMAJA AKHIR DI DKI JAKARTA. 3(2), 73–82. https://doi.org/10.20473/jpkm.v3i22018.73-82

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image