Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Raynard V. Ho

Problematika Perkawinan Beda Agama di Indonesia

Lainnnya | Saturday, 03 Jun 2023, 14:27 WIB

Perkawinan beda agama telah menjadi perbincangan yang hangat di Indonesia sejak lama. Banyak figur publik yang melakukan praktik perkawinan beda agama, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Hal ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat terkait sah atau tidaknya perkawinan beda agama karena banyak ajaran agama di Indonesia yang melarang praktik perkawinan beda agama tersebut. Selain itu, publik juga sempat dihebohkan dengan keluarnya Putusan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby pada tanggal 26 April 2022 lalu yang dimana Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur memberikan ijin untuk melangsungkan perkawinan beda agama. Berkaca dari permasalahan ini, bagaimana sebenarnya pengaturan perkawinan beda agama ini? Apakah Undang-Undang Perkawinan memperbolehkan hal tersebut?

Sahnya Perkawinan

Jika mengacu pada Pasal 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Di samping itu, tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada dasarnya, terkait sah atau tidaknya perkawinan beda agama tidak diatur secara khusus dalam UU Perkawinan sehingga timbul kekosongan hukum dan UU Perkawinan sendiri tidak mampu memberikan solusi terkait permasalahan tersebut. Banyak orang yang melakukan perkawinan beda agama di luar negeri dengan dasar Pasal 56 UU Perkawinan, yaitu perkawinan di luar negeri. Para pihak akan melangsungkan perkawinan di negara yang memperbolehkan perkawinan beda agama. Setelah itu, mereka kembali ke Indonesia untuk mencatatkan perkawinan mereka di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

Bolehkah Perkawinan Beda Agama di Indonesia?

Pada tanggal 26 April 2022, PN Surabaya mengeluarkan Putusan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby yang memberikan ijin untuk melangsungkan perkawinan beda agama di hadapan Pejabat Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya Surabaya. Selain itu, pada tanggal 8 Agustus 2022, PN Jakarta Selatan juga mengeluarkan putusan yang serupa. Hal ini menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat terkait sah atau tidaknya perkawinan beda agama di Indonesia. Namun, dengan diizinkannya pencatatan perkawinan pada Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tidak berarti bahwa perkawinan tersebut adalah sah. Jika mengacu pada Putusan MK Nomor 24/PUU-XX/2022, pencatatan perkawinan bukanlah merupakan faktor yang menentukan sahnya perkawinan dan pencatatan merupakan kewajiban administratif yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Mengenai keabsahan perkawinan merupakan domain agama melalui lembaga atau organisasi keagamaan yang berwenang atau memiliki otoritas memberikan penafsiran agama. Dalam hal ini, terdapat relasi antara agama yang menetapkan tentang keabsahan perkawinan dan negara yang menetapkan keabsahan administratif perkawinan dalam koridor hukum.

Meskipun demikian, jika mengacu pada Pasal 2 UU Perkawinan mengenai sahnya suatu perkawinan, perkawinan beda agama tidaklah dibenarkan. Banyak ajaran agama di Indonesia yang melarang praktik perkawinan beda agama. Sebagai contoh, dalam agama Islam, Al Quran surat Al Baqarah ayat 221 dan surat Al Maidah ayat 5 menetapkan bahwa wanita Islam dilarang secara mutlak untuk melakukan perkawinan dengan laki-laki yang beragama lain selain dari agama Islam dan seorang laki-laki Islam hanya diperkenankan kawin dengan wanita kitabiyah yaitu seorang penganut agama samawi yang mempunyai kitab suci. Begitu juga dalam agama Kristen, surat 2 Korintus 6 ayat 14 menyatakan bahwa janganlah mencari pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Hal ini menyatakan bahwa menikah dengan pasangan yang tidak seiman atau berbeda agama adalah ditentang oleh Alkitab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image