Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Media Sosial Semakin Menginvasi, Flexing Membudaya?

Gaya Hidup | Friday, 02 Jun 2023, 21:09 WIB

Di era kemajuan teknologi ini, kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari gadget. Hal ini sedikit banyak menciptakan perubahan dalam masyarakat, baik perubahan sosial, budaya, etika maupun norma. Contohnya adalah penggunaan media sosial yang sekarang sudah menjadi makanan sehari-hari. Walaupun memiliki banyak dampak positif, namun seperti koin yang selalu memiliki dua sisi, media sosial juga memiliki dampak negatif yang tak sedikit pula.

https://pin.it/4kVUF7Q

Menurut Anang Sugeng Cahyono dalam artikel terbitannya yang berjudul Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat di Indonesia, media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual.

Dampak positif dari adanya media sosial diantaranya adalah menjadi sarana komunikasi jarak jauh, menjadi sarana ekspresi dan pengembangan diri yang mudah dan murah, penyebaran informasi lebih efisien, dan lain sebagainya. sedangkan dampak negatif dari media sosial diantaranya menurunnya interaksi sosial antar masyarakat, penurunan dekadensi moral, maraknya cyber bullying, menimbulkan kecanduan dan berbagai masalah pelanggaran privasi.

Hak memiliki kebebasan berpendapat dan menyampaikan ide yang seringkali semena-mena dipergunakan juga menjadi salah satu dampak negatif penggunaan media sosial. Hal ini dapat mengakibatkan berbagai konflik bermunculan. Media sosial yang seharusnya dipakai untuk sarana ekspresi diri seringkali disalah gunakan dan tidak digunakan sebagaimana mestinya.

Salah satu contoh dari pengekspresian diri yang berlebihan itu adalah flexing. Flexing adalah istilah yang sedang ramai digunakan di internet terutama oleh anak-anak muda akhir-akhir ini. Mengutip Urban Dictionary, flexing adalah tindakan menyombongkan diri tentang hal-hal yang berhubungan dengan uang, seperti berapa banyak uang yang kita miliki atau barang mahal apa saja yang kita koleksi. Dengan demikian, secara sederhana, flexing adalah pamer.

Tanpa kita sadari, dengan maraknya penggunaan media sosial, flexing sudah menjadi hal yang lumrah dilakukan oleh orang-orang masa kini bahkan tidak menutup kemungkinan kita sendiri juga melakukan hal tersebut. Sesederhana kita mengunggah story kalau kita sedang liburan ke luar negeri atau diterima di universitas impian kita misalnya, sudah termasuk dalam kategori flexing. Flexing bukan merupakan hal yang salah atau dilarang untuk dilakukan, tetapi memilah apa yang akan kita bagikan juga merupakan suatu hal yang penting dalam bermedia sosial.

Tidak ada salahnya kita menunjukkan apa yang kita lakukan, apa yang kita miliki atau apa yang kita raih melalui media sosial, namun kita seharusnya bisa lebih bijak dalam membagikan informasi tersebut dan lebih memperhatikan dampak apa yang mungkin ditimbulkan dari perbuatan flexing ini. Seperti yang bulan kemarin menjadi perbincangan hangat di internet, kasus dari Mario Dandy, putra seorang pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, yang diduga melakukan tindak penganiayaan terhadap seorang remaja berusia 17 tahun. Selain itu, Mario Dandy juga diduga sering flexing kehidupan mewahnya di media sosial pribadi miliknya.

Kasus ini pun kian melebar menyebabkan ayah dari Mario Dandy, Rafael Alun, diselidiki harta kekayaannya oleh Kemenkeu dan KPK. Buntut dari permasalahan ini cukup fatal, Rafael Alun yang dicopot jabatannya oleh Menteri Keuangan dan Mario Dandy yang dikeluarkan dari kampusnya. Sampai saat ini kasus ini masih diselidiki oleh kepolisian.

Kasus Rubicon diatas merupakan salah satu contoh perilaku flexing yang merugikan. Selain itu masih banyak kasus flexing dari pejabat yang akhir-akhir ini muncul ke permukaan seperti flexing yang dilakukan pejabat bea cukai, flexing istri pejabat dishub DKI dan sebagainya.

Berdasarkan contoh kasus-kasus yang terjadi, sebaiknya bisa menjadi pembelajaran untuk lebih tertib dan bijak dalam menjalankan media sosial. Selain upaya yang dilakukan pemerintah, kita juga harus andil dalam tindakan untuk menciptakan media sosial yang sehat dan nyaman sebagai fasilitas penunjang kehidupan di era perkembangan teknologi ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image