Maraknya Dugaan Kasus KDRT di Indonesia, Sudah Tidak Ada Lagikah Tempat Aman Bagi Perempuan?
Info Terkini | 2023-06-01 17:43:31Masyarakat Indonesia pasti sudah familiar ketika mendengar istilah KDRT. Akhir – akhir ini berita KDRT tengah simpang siur muncul di berita media massa. Namun, apakah KDRT itu? Seperti yang kita tahu, KDRT merupakan kependekan dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yaitu tindakan kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga yang dapat mencederai dan menyakiti. KDRT sendiri terdiri dari berbagai tindak kekerasan, seperti kekerasan psikis, kekerasan fisik, kekerasan seksual, hingga penelantaran rumah tangga. Beragam jenis kekerasan yang telah ada seharusnya bisa meruntuhkan anggapan bahwa KDRT hanya berbentuk kekerasan fisik saja.
Sebenarnya KDRT telah ada pembahasan tersendiri dalam Undang Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Pengertian korban dan siapa saja yang dianggap korban juga sudah dijelaskan di dalamnya. Dikutip dari iNews.id, Komnas Perempuan menyatakan pada Maret 2021 terdapat setidaknya 8.234 kasus kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan, 79 persen diantaranya adalah kasus KDRT. Dapat dikatakan KDRT merupakan salah satu kasus yang paling marak terjadi pada perempuan selain pelecehan dan pemerkosaan.
Sayangnya kesadaran masyarakat akan kekerasan psikologis yang cenderung masih tertutup. Bahkan kekerasan fisik yang merupakan kekerasan nyata masih dinilai sebagai ranah privat dalam rumah tangga oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Hal itu dianggap sebagai aib jika sampai diketahui oleh orang lain atau pihak luar. Padahal kekerasan adalah tindakan yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia dan memang terjamin kepemilikannya.
Namun, apakah anda semua tidak bertanya – tanya, mengapa kasus kekerasan dalam rumah tangga lebih sering menjadikan perempuan sebagai korbannya? Rumah yang katanya sebagai tempat untuk pulang dan disebut tempat paling aman serta nyaman tetapi justru malah ada tindak kekerasan di dalamnya. Serta bagaimana upaya pemerintah dalam menyikapi salah satu kasus yang paling marak terjadi di Indonesia?
Pada dasarnya, sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki presepsi bahwa laki-laki berperan sebagai penentu kehidupan keluarga yang kemudian menciptakan presepsi terhadap gender perempuan sebagai pihak yang tidak mempunyai kesempatan mengatur, tetapi diatur. Hal ini menyebabkan terbangunnya relasi gender di masyarakat yang didasari dengan alasan bahwa laki-laki lebih kuat secara fisik dan layak untuk bertarung. Fisik laki-laki yang dinilai lebih tangguh dibandingkan perempuan memungkinkan laki-laki lebih memiliki agresivitas yang tinggi dan memiliki dasar biologis untuk itu. Selain itu, masyarakat secara turun-temurun memporsikan laki-laki sebagai pihak yang lebih layak untuk memanfaat kekuatan fisiknya dengan berkelahi, menggunakan senjata, serta mendominasi. Masyarakat juga memiliki tradisi yang menilai apabila laki-laki lebih mendominasi jika dibandingkan dengan perempuan merupakan hal yang wajar. Tradisi ini sering diperlihatkan melalui berbagai hal seperti film dan media. Di Indonesia sendiri masih banyak sekali yang menganggap perempuan hanya bisa bergerak di bidang tertentu saja. Hal ini membuat banyak perempuan yang kemudian secara ekonomi menggantungkan dirinya dan keluarganya pada kaum laki-laki. Realitas ini akhirnya menciptakan paksaan kepada perempuan untuk berlapang dada menerima perlakuan apapun dari orang yang dijadikan tempat untuknya bergantung, yaitu suami.
Jika ketidakadilan dan ketidaksetaraan dalam penempatan posisi laki-laki dan perempuan sudah menjadi sebuah kontruksi di masyarakat, maka tindak kekerasanpun adalah bagian dari konstruksi tersebut. Bagi sebagian orang rumah adalah tempat paling nyaman untuk beristirahat dari seluruh kelelahan dan petualangan. Seseorang akan berperilaku paling natural ketika berada di rumah seperti, tidak harus menjaga citra, berperilaku tidak dibuat-buat , dan sebagainya di rumah. Kebanyakan orang berpikir bahwa tempat yang berbahaya adalah saat berada di luar rumah. Maka ketika rumah dianggap sebagai tempat terjadinya tindak kekerasan, tentu setiap orang akan memberikan tanggapan berbeda-beda dikarenakan kekerasan dalam rumah tangga terjadi di ruang pribadi yang penuh dengan hubungan emosional, penyelesaiannya tidak sesederhana dalam kasus pidana yang terjadi di tempat umum. Oleh karena itu, sekaranglah waktunya bagi masyarakat untuk mengubah pola pikir terhadap gender ke arah yang lebih manusiawi sehingga dapat meningkatkan aktualisasi diri. Dengan demikian, kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan, keadilan, dan perlakuan yang adil dapat terwujud.
Perlu menjadi perhatian bahwa untuk mengatasi kekerasan terhadap perempuan membutuhkan upaya yang serius oleh pemerintah. Akan tetapi, sebesar apapun upaya pemerintah, upaya tersebut tidak dapat berjalan optimal jika tidak ada partisipasi dari masyarakat dalam memerangi kekerasan dalam rumah tangga karena sebenarnya upaya dalam penyelesaian kasus KDRT perlu melibatkan banyak pihak dan memerlukan penegakan hukum yang terus-menerus. Selain itu, juga diperlukan prosedur penegakan hukum yang bersih dari korupsi, kolusi, dan suap pada semua tingkat lembaga penegak hukum maupun layanan sosial dan layanan publik yang terkait. Dengan demikian, sekaranglah waktunya bagi pemerintah bersama masyarakat menggalakan upaya penghapusan terhadap tindak kekerasan terutama kepada perempuan, baik dalam keluarga, masyarakat, dan negara.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.