Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Farhana fitrah amalina

'Agama' dalam Agama : Pengoyak Persatuan Bangsa

Agama | 2023-06-01 11:04:01

Agama sebagai salah satu bagian keragaman Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Eksistensinya tak dapat dipisahkan dari unsur budaya, ekonomi, hingga politik Nusantara. Eksistensi agama di Indonesia bisa dikatakan dimulai pada abad ke-4 dengan masuknya ajaran Hindu dengan Kerajaan Kutai di Kalimantan sebagai bukti kejayaannya. Lalu satu abad berikutnya, Buddhisme menyusul dengan kemegahan Borobudur yang tak lekang oleh waktu. Kemudian, agama Islam masuk dengan berbagai teori yang menjelaskan proses difusinya. Hingga pada abad belasan, Kristen Protestan dan Katolik menyusul masuk bersama misi penaklukkan Nusantara oleh bangsa Eropa. Dan tak ketinggalan Konghucu yang sesungguhnya sudah ada sejak abad ke-17, namun dengan berbagai polemik, eksistensinya baru terkukuhkan pada masa reformasi. Pada akhirnya, keenam agama ini menjadi salah satu unsur keragaman Indonesia yang hidup berdampingan.

Seiring berjalannya waktu, keragaman ini berkembang, tidak terbatas pada enam agama yang berbeda, tetapi muncul agama baru dengan ajaran baru atau ajaran turunan dari enam agama resmi yang telah diakui. Lebih lagi, perkembangan keragaman ini juga muncul dari internal agama itu sendiri. Suatu agama yang mulanya satu-kesatuan kini terpecah dan menciptakan berbagai kelompok di dalam kelompok agama. Kelompok dalam agama ini bisa timbul akibat berbagai faktor. Dalam kasus dua agama terbesar di Indonesia misalnya, Islam dan Katolik. Islam 'terbagi' berdasarkan madzhab yaitu perbedaan dalam pengambilan logika dan dalil. Di beberapa tempat ia tetap menjadi kesatuan Islam, namun di tempat lain ia menciptakan kelompok dalam kelompok. Sementara itu, dalam Katolik, 'pemecahan' tersebut dikenal dengan istilah denominasi yang terbentuk akibat perbedaan sosial-budaya masyarakat Katolik sehingga menciptakan kelompok-kelompok dengan aliran ajaran yang berbeda.

PR Indonesia pun bertambah, tak hanya menyatukan kelompok antar agama yang berbeda, namun juga menyatukan antar kelompok agama dari agama yang sama. Perselisihan yang terjadi antar kelompok agama memang relatif tidak melibatkan kekerasan. Namun, tensi yang tercipta di dalamnya hingga kini tak kunjung reda dan dalam beberapa momen tertentu akan memuncak hingga menjadi perbincangan nasional.

Sebagaimana problematika keragaman lain, problem keragaman kelompok agama timbul akibat fanatisme terhadap suatu kelompok. Jiwa korsa yang seharusnya dituangkan demi persatuan bangsa Indonesia, rupanya agak tertuang berlebihan dalam kelompok agama masing-masing sehingga pada akhirnya menciptakan fanatisme kelompok agama yang justru menimbulkan perpecahan bangsa Indonesia.

Sungguh aneh sesungguhnya. Bagaimana dua orang dengan agama yang sama di KTP, dapat berselisih akibat perbedaan kelompok agama. Orang yang berasal dari kelompok agama yang berbeda akan dianggap aneh. Dalam kasus ekstrim, tensi antar kelompok agama ini dapat menimbulkan potensi anarkis apabila terdapat suatu oknum dengan karakter dasar anarki memulai konflik.

Sekali lagi, ini adalah PR bagi Indonesia. Bukan hanya PR pemerintah ataupun masyarakatnya saja, ini adalah PR seluruh elemen bangsa. Pemerintah sebagai pemegang kendali seharusnya mampu menghilangkan tensi antar kelompok agama dengan berbagai perangkat yang dimilikinya. Ia memiliki kuasa untuk dapat menyatukan perbedaan, entah dengan keputusan mutlak, regulasi, atau melalui bantuan lembaga-lembaga di bawahnya.

Di sisi lain. masyarakat hendaknya sadar dan paham akan pentingnya menjaga harmonisasi interaksi, komunikasi, dan kolaborasi antar kelompok agama. Mengingat Indonesia dalam semboyannya “Bhinneka Tunggal Ika” mengatakan bahwa keragaman bukanlah penghalang untuk bersatu. Lebih lagi poin “Persatuan Indonesia” telah terkukuhkan pada sila ketiga pusaka bangsa, Pancasila. Ia bukanlah pajangan layaknya pusaka pada umumnya, tetapi pedoman nilai berbangsa yang harus diresapi dan dituangkan nilai nya ke dalam setiap aktivitas di lini kehidupan masyarakat Indonesia.

Terakhir, sebuah catatan penting adalah, selama kelompok agama tersebut tidak bertentangan dengan ajaran dasar suatu agama dan nilai-nilai Pancasila maka tak ada alasan untuk tidak saling merangkul dan berpegangan tangan demi kesatuan dan kemajuan bangsa Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image