Masjid Muhammad Cheng Ho, Mahakarya Bukti Akulturasi
Pendidikan dan Literasi | 2023-05-30 18:06:33
Masjid Muhammad Cheng Ho, masjid yang berlokasi di Jalan Gading, Ketabang, Kec.Genteng, Surabaya ini merupakan wujud dari indahnya akulturasi antara kebudayaan islam dan tionghoa di Indonesia.Bangunan ini memilki gaya arsitektur khas Tionghoa yang kental hingga membuat bangunan ini sering dikira sebagai kelenteng.
Masjid Cheng Ho didirikan pada tahun 2002 atas kesepakatan dari para penasihat ,pengurus Yayasan Haji Muhammad Cheng Ho Indonesia Jawa Timur dan Pembina Imam Tauhid Islam (PITI),serta tokoh masyarakat Tionghoa Surabaya.Arsitek dari masjid ini yaitu Ir. Abdul Aziz terinspirasi dari Masjid Niu Jie di Beijing yang sudah dibangun sejak 996 Masehi.Masjid ini dibangun sebagai bentuk penghormatan kepada Laksamana Cheng Ho.
Laksamana Cheng Ho merupakan seorang laksamana keturunan Tionghoa beragama islam yang dikirim oleh Kaisar Dinasti Ming pada awal abad 15 untuk melakukan berbagai ekspedisi.Selama sekitar tujuh kali ekspedisi besar,Laksamana Cheng Ho selalu mengunjungi Indonesia.Banyak sejarah yang dapat membuktikan hal tersebut,salah satunya ketika berkunjung ke Samudera Pasai Laksamana Cheng Ho memberikan hadiah Lonceng Cakra Donya yang hingga kini masih terjaga dengan baik di Museum Banda Aceh.Pada tahun 1415 Laksamana Cheng Ho juga memberi hadiah sebuah piring yang bertuliskan Ayat Kursi kepada Sultan Cirebon yang saat ini masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon.
Peran Laksamana Cheng Ho dalam penyebaran agama islam di Indonesia sangatlah besar.Perintah ekspedisi Laksamana Cheng Ho sebenarnya hanya untuk menjalin hubungan dan diplomasi dengan negara negara lain untuk menunjukkan supremasi negeri cina dalam hal pelayaran.Tetapi Laksamana Cheng Ho memiliki agenda tersendiri dalam melakukan ekspedisinya yaitu menyebarkan agama islam.Dalam ekspedisinya Laksamana Cheng Ho juga membawa 2 mubaligh,yaitu Syekh Quro yang turun di Karawang dan membangun pesantren pertama di Jawa Barat dan Syekh Nurjati yang turun di Cirebon dan kelak menjadi guru dari Pangeran Walangsungsang dari Kerajaan Padjadjaran dan Sunan Gunung Jati.
Besarnya peran dan jasa Laksamana Cheng Ho dalam penyebaran agama islam di Indonesia itulah yang mengilhami dibangunya masjid ini.Setiap elemen dari bangunan masjid ini memiliki arti filosofis tersendiri.Corak masjid yang didominasi warna merah hijau emas melambangkan keberuntungan dan kedamaian.Bangunan utama berukuran 11 x 9 meter ,angka 11 dipilih mengikuti panjang lebar Kabah dan angka 9 merupakan jumlah dari walisongo yang merupakan penyebar agama islam di pulau Jawa.Disana juga terdapat beberapa anak tangga di sebelah kanan dan kiri masjid yang berjumlah 5 dan 6,angka tersebut merupakan symbol dari rukun islam dan rukun iman.Pada bagian atas terdapat hiasan pagoda persegi delapan yang menurut kebudayaan Tionghoa merupakan angka keberuntungan.Pintu masjid ini dibuat tidak diberi daun pintu,hal tersebut menyiratkan bahwa Masjid Cheng Ho terbuka untuk siapapun tanpa membeda bedakan.
Banyaknya keunikan dan sejarah dari masjid ini membuat Masjid Cheng Ho menjadi daya tarik wisatawan dari berbagai daerah untuk berkunjung.Selain menjadi tempat ibadah dan destinasi wisata ,Masjid Cheng Ho juga sering dijadikan sebagai tempat penyelenggaraaan berbagai kegiatan sosial seperti distribusi sembako bagi orang yang membutuhkan serta donor darah.
Masjid Cheng Ho menjadi salah satu dari banyaknya keindahan akulturasi arsitektur bangunan di Indonesia.Masjid ini menjadi bukti sejarah,keberagaman,serta kerukunan antar ras dan agama di Indonesia yang sudah sepatutnya kita jaga.
Referensi :
- Mutia Priliandani , Citra Ayu Novitasari, B.Art., M.A. (2013) .Masjid Muhammad Cheng Ho ( Kajian Tentang Arsitektur Bangunan dan Kegiatan di Masjid).http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/61079
- Eko Crys Endrayadi (2019).Pendirian Masjid Cheng Ho: Sebuah Simbol Identitas Cina Muslim dan Komoditas Wisata Religius di Surabaya.https://jurnal.unej.ac.id/articlePDF/pendirian masjid cheng ho: sebuah simbol identitas cina muslim di surabaya
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
