Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Abdul Muslim

Penyebab Masyarakat Muslim Indonesia Kurang Berminat Memakai Bank Syariah

Ekonomi Syariah | Tuesday, 30 May 2023, 11:36 WIB

Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman mengenai sistem operasional perbankan syariah dan sistem dalam bank syariah dianggap sama dengan sistem operasional yang ada dalam bank konvensional. Artinya dalam kesadaran masyarakat untuk bertransaksi dengan menggunakan jasa perbankan syariah masih kurang.
Penduduk di Indonesia berdasarkan sensus penduduk Tahun 2015 berjumlah 254,9 juta jiwa dan sekitar 80% dari jumlah tersebut beragama islam (data BPS). Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk yang beragama islam terbesar di dunia. Lalu apakah jumlah penduduk tersebut sebanding dengan pertumbuhan transaksi syariah di Indonesia? Pertanyaan tersebut akan coba kita jawab dengan penelitian ini.

Perkembangan aset bank syariah sd Januari 2016 berdasarkan data statistic yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) termasuk di dalamnya bank perkreditan rakyat, telah mencapai Rp.287,44 Triliun. Sedangkan untuk bank konvensional sebesar Rp.6.198,15 Triliun. Hal ini berarti aset bank syariah berada di angka 4,64% dari total aset perbankan di Indonesia. Padahal bank syariah sudah dimulai sejak 1991 ditandai dengan berdirinya bank syariah pertama di Indonesia, yaitu Bank Muamalat. Namun demikian selama 25 tahun ini aset bank syariah baru mencapai angka tersebut.

Berdasarkan Siaran Pers OJK dan Perbankan Syariah Gelar Expo iB Vaganza 2015, jumlah nasabah bank syariah saat ini masih di bawah 10 juta orang. Dengan 80% jumlah penduduk beragama islam, ternyata bank syariah tidak mampu menjadi market leader di Indonesia. Itulah pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini. Sejauh mana ketertarikan masyarakat muslim di Yogyakarta, Indonesia terhadap bank syariah dibandingkan dengan bank konvensional. Penelitian akan dilakukan di Kota Yogyakarta dan sekitarnya, dengan mengambil sampel yang mewakili masyarakat muslim.
Ada beberapa sebab mengapa sampai saat ini masyarakat muslim Indonesia belum sepenuhnya tertarik untuk menggunakan jasa bank syariah, antara lain: ( Masyarakat belum percaya sepenuhnya dengan kesyariahan bank syariah; adanya kewajiban dari tempat bekerja untuk menggunakan bank konvensional; fasilitas terkait kepentingan bisnis yang tidak dapat dipenuhi oleh bank syariah dimana sebagian besar dikarenakan pembatasan wewenang oleh peraturan perundang-undangan; dan belum adanya pengetahuan yang memadai tentang pentingnya transaksi syariah dari sisi agama ).

Sehingga tugas kita bersama dimanapun berada untuk meyebarluaskan pengetahuan tentang transaksi syariah. Tugas kita juga untuk memperjuangkan supaya bank syariah betul-betul menjalankan prinsip syariah. Bagi kita yang memiliki kewenangan untuk berperan aktif dalam menyuarakan bagi disusunnya peraturan undang-undangan yang mendukung berkembangnya transaksi syariah agar betul-betul dapat dijalankan dengan sempurna. Kita berharap kepercayaan dari masyarakat akan tumbuh dengan sendirinya. Dan tentu saja menyediakan produk-produk perbankan syariah yang dapat memenuhi kebutuhan bisnis. Sehingga transaksi syariah dapat menjadi solusi bagi kemaslahatan seluruh umat di dunia.
Permasalahan :

1. Pertumbuhan aset yang masih kurang. Pada akhir tahun 2010 tersebut BI membuat proyeksi pertumbuhan perbankan syariah pada tahun 2011 dalam tiga skenario, yaitu: (a) Skenario pesimis, yaitu aset sebesar 131 Triliun dengan pertumbuhan 35%, (b) Skenario moderat, yaitu aset Rp 141 Triliun dengan pertumbuhan 45%, dan (c) Skenario optimis, yakni aset sebesar Rp 150 Triliun dengan pertumbuhan 55%. Perkembangan perbankan syariah sampai bulan Oktober 2011 ternyata masih pada kisaran skenario pesimis dari BI. Dari uraian tersebut dapat ditarik suatu permasalahan umum yaitu bagaimana pertumbuhan aset perbankan syariah sampai dengan April tahun 2012.

2. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat. Perkembangan perbankan syariah tidak diikuti oleh pemahaman asyarakat banyak yang belum mengetahui perbedaan bank syariah dengan bank konvensional. Masyarakat masih belum memahami mengapa sistem bunga yang diberikan oleh perbankan konvensional di sebut riba oleh Majelis Ulama Indonesia. Beberapa sebutan untuk kegiatan bank syariahseperti mudharabah, muarhabah, ijarah, dan seterusnya masih belum populer. Pendidikan tentang perbankan syariah masih minim untuk kalangan pendidikan yang ada di Indonesia.

3. Bank Syariah tidak terjun langsung ke sektor riil. Perbankan syariah tidak/belum melakukan usaha di riil dengan kepersertaan secara nyata, hanya berperan sebagai mediasi yang menyarlurkan dana. Hal tersebut dapat diartikan pula bahwa keuntungan yang diperoleh dari hasil lending/mengkreditkan dana semata kemasyarakat/pihak ketiga. Konsep tersebut yang mengakibatkan praktek riba sukar untuk dihilangkan, karena perbankan syariah memiliki konsep yang sama dengan perbankan konvensional yang hanya menyalurkan dana tanpa ikut serta di sektor riil.

4. Segmentasi pasar yang terbatas.Kemanfaatan bank islam hanya di nikmati oleh kalangan muslim saja, sementara untuk yang non muslim masih sangat minim. Padahal konsep perbankan ini adalah pelayanan terhadap masyarakat luas yang dapat diperoleh oleh seluruh agama yang ada.5. Produk yang kurang bervariasi.Produk-produk perbankan syariah yang ada sekarang masih kurang bervariasi, hal itu menjadi susah untuk membedakan bagi kalangan awam dengan produk yang di tawarkan oleh perbankan lainnya terutama yang konvensional.

(Dan ada juga permasalahan masyarakat hanya sekedar ikut-ikutan saja).

keengganan masyarakat untuk mengakses produk dan layanan perbankan syariah dibuktikan dari munculnya pemahaman dan ungkapan-ungkapan beberapa kalangan seperti: bank syariah tidak berbeda dengan bank konvensional, meminjam di bank syariah atau baitul mal wat tamwil (BMT) lebih mahal dibanding dengan bank atau lembaga keuangan konvensional.

Faktanya, ungkapan-ungkapan yang memaparkan kelemahan perbankan syariah, serta mereka yang meragukan sistem perbankan syariah memang sering terdengar.Untuk itu, dibutuhkan sistem dan manajemen perbankan syariah yang out of box, punya terobosan jitu yang pada muaranya membuat mata dan hatimasyarakat tidak berpaling.Konsep keluar dari kotak dan terobosan dimaksud adalah dalam bentuk bank syariah yang ringan tangan dan murah hati dalam berbagi.

Dalam hal strategi, bisa jadi jika perbankan syariah merubah strategi promosi atau sosialisasi akan memutarbalikkan fakta bahwa masyarakat masih enggan dengan bank syariah. Seperti promosi dan publikasi yang menguntungkanmasyarakat,seperti undian berhadiah.Dengan jumlah yang banyak dan banyak pula kesempatan masyarakat untuk mendapatkan hadiah itu, meskipun belummengakses perbankan syariah, paling tidak, perbankan syariah sudah menunjukkan perilaku „ringan tangan‟ dalam hal berbagi rezeki dan peduli kepada masyarakat.Terlebih lagi hadiah tersebut dihubungkan dengan tabungan mereka di bank syariah dimaksud.Seperti hadiah plus tabungan wadiah atau mudharabah di bank syariah.

Seperti yang sudah tertulis pada pendahuluan bahwa upaya memperkenalkan bank syariah dinilai efektif jika dilakukan dengan orientasi selalu menguntungkan masyarakat.Strategi sederhana yang perlu dilakukan dalam merebut hati masyarakat sebagai calon nasabah adalah dengan memanjakan mereka dalam hal layanan serta memanjakan mereka dengan berbagai keuntungan (profit).

Kesimpulan:

Agar masyarakat tidak lagi enggan untuk mengakses produk dan layanan bank syariah, beberapa hal yang dapat dibuat di antaranya adalah mewujudkan bank syariah yang murah hati dan ringan tangan dalam berbagi dengan masyarakat lewat infak dan sedekahnya. Dengan perilaku itu, bank syariah akan dikenal sebagai institusi keuangan yang pro ummah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image