Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Kerumitan Politik Identitas pada Pemilu 2024

Agama | Tuesday, 30 May 2023, 01:53 WIB

Satu tahun lagi pemilu 2024 tetapi euforia politik Indonesia sudah memanas lagi, hawa hawa pemilu rasanya sudah sangat dekat calon sudah ada, daftar partai politik sudah ada, yang belum hanya waktu kampanyenya. Namun, waktu kampanye saja belum mulai tapi politik identitas sudah mulai menghantui pemilu 2024.

politik identitas menjadi ciri baru dalam pemilu di berbagai negara, termasuk Indonesia. Meski pengaruh identitas dalam politik elektoral di Indonesia bisa ditelusuri sejak Pemilu 1955, namun istilah politik identitas baru ramai diperbincangkan pada Pilkada Jakarta 2017 dan berlanjut pada Pemilu 2019 lalu.

Maraknya politik identitas ini menjadi tantangan serius bukan saja dalam upaya mewujudkan pemilu yang bersih, tetapi juga untuk mewujudkan demokrasi yang berkualitasapa yang terjadi telah mengubah stigma masyarakat terhadap politik isu sara bahkan para politisi akan berusaha sekuat tenaga untuk bisa berkampanye dengan agama. Karena politik identitas telah dianggap sebagai teknit promosi atau teknit baru kampanye yang mengedepankan identitas bukan gagasan dan hal ini akan berpengaruh pada pemerintahan ketika telah disahkan kelak.

Namun perlu digaris bawah tetap saja tidak ada yang bisa dibenarkan dari politik identitas karena dampak dari politik identitas dapat menganggu stabilitas persatuan Indonesia. Belajar dari pengalaman apa yang terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya yang menjadi fenomena politik dengan persaingan tidak sehat, politik identitas yang menyebabkan keterbelahan, demo besar-besaran, dan lain-lain yang mungkin akan terjadi di pemilu 2024.

Politik identitas di pemilu 2019, merupakan bagian besar yang perlu dievaluasi oleh penyelenggara pemilu. Politik identitas merupakan salah satu perwujudan keliru dari political marketing activity. Munculnya berbagai kasus kekerasan atau diskriminatif, yang dilatarbelakangi disintegrasi sosial masyarakat akibat politik identitas, telah menjadi “pekerjaan rumah” bagi seluruh pelaksana Pemilu.

[1] Politik identitas merupakan salah satu tantangan yang telah diprediksi akan terjadi di pemilu 2024, sehingga antisipasi perlu dilakukan dalam rangka untuk mewujudkan pemilihan umum yang bebas, aman, adil, dan damai, perlunya ruang aman akan partisipasi masyarakat seutuhnya yang kedepannya pasti akan berpengaruh pada kehidupan bangsa. Karena hanya dengan pemilu, masyarakat dapat secara langsung berkontribusi dalam pengambilan keputusan sendiri, untuk masa yang akan datang sebagai haknya menjadi masyarakat di negara demokratis.

Pemilu ditegaskan kembali harus mencerminkan prinsip dan nilai demokrasi untuk mewujudkan demokrasi itu sendiri. Sebagaimana hak rakyat untuk memilih wakilnya untuk menyelenggarakan negara. selain itu, prinsip luber jurdil merupakan prinsip yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Karena pada dasarnya tidak ada pemilu yang dapat dikatakan berhasil bila, orang-orang yang terpilih menggunakan cara-cara yang penuh akan pelanggaran dan kecurangan yang bertentangan dengan asas luber jurdil.

Memang politik identitas tidak secara langsung dapat dikatakan sebagai sauatu pelanggaran atas kecurangan namun apa yang terjadi di pemilu sebelumnya sangatlah melelahkan, keterbelahan yang terjadi sangat menggagu kehidupan sosial masyarakat. Bahkan membuat masyarakat menjadi enggan untuk menyuarakan pendapatnya terkait masalah politik, dan berimbas pada menurunya partisipasi masyarakat terhadap politik di Indonesia.

Sehingga eksploitasi politik identitas, sentimen agama, primordialisme, fanatisme agama, sikap superior kepercayaan harus dapat dicegah dan di antisipasi.

[2] Hal ini sebenarnya telah disadari oleh banyak orang termasuk politisi namun tidak ada aturan khusus mengenai hal ini yang dikeluarkan sehingga saat ini pemilu 2024 saja belum dimulai tetapi sudah ada partai politik yang secara terang-terangan menandai dirinya dan melakukan politik identitas. partai peserta pemilu 2024 yang terang-terangan mendeklarasikan dirinya sebagai partai yang mengusung politik identitas adalah Partai Ummat.

Melalui ketua umumnya, Ridho Rahmadi, ia mengatakan bahwa Partai Ummat merupakan partai politik identitas. Dalam aktivitas berpolitiknya, Partai Ummat juga kerap menonjolkan isu-isu keagamaan dan mendukung kebijakan-kebijakan yang pro terhadap Islam seperti penghapusan pornografi dan judi, serta penerapan hukum syariah Islam. Namun, beberapa kritikus menyatakan bahwa Partai Ummat cenderung memperkeruh isu-isu identitas dan memperluas kesenjangan sosial yang terdapat di dalam lapisan sosial masyarakat. Adapun tanggapan dari politisi lain bahwa politik identitas tidak perlu dipersoalkan apabila digunakan sebagai alat untuk menyadarkan umat Islam agar bersama-sama dalam menjaga Indonesia.

Pada dasarnya, Fenomena politik identitas adalah hal yang jamak. Tapi tetap saja politisasi identitas (SARA) harus dihindari. Demikian juga berita-berita hoax dan ujaran kebencian karena hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai hidup bangsa. Sebagai sarana demokrasi rutin lima tahunan, pilpres dan pileg perlu disikapi dengan sikap yang dilandasi oleh nilai-nilai budaya positif, seperti saling menghargai/menghormati, saling mempercayai dan saling berempati sebagaimana tersirat dalam nilai-nilai Pancasila. Pemilu tak harus mengancam persatuan nasional. Memang faktanya, Identitas dalam berpolitik merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dipisahkan. Partai Politik harus memiliki identitas agar dapat mewakili orang-orang yang memiliki identitas yang sama dengan mereka dan politik identitas seharusnya tidak menjadi persoalan karena Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki masyarakat majemuk, perbedaan identitas harus dianggap sebagai suatu kekayaan, bukan sebagai sumber konflik. Namun juga berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di Pemilu 2019, politik identitas digunakan untuk kepentingan politik sempit dan memecah belah masyarakat, maka politik identitas dapat menjadi sumber konflik dan ketidakstabilan. Belum lagi pengaruhnya terhadap tingkat korupsi dan visi serta misi yang tidak jelas akan mempengaruhi sistem pemerintahan kedepannya, belum lagi kondisi sosial masyarakat dan perasaan tidak nyaman satu sama lain akibat dari perpercahan atau keterbelahan yang terjadi sangat mengganggu.

Maka dari itu, seiring matangnya kesadaran politik masyarakat Indonesia terutama dari kalangan Gen-Z, diharapkan isu-isu politik yang berkaitan dengan identitas dan dibalut dengan provokasi dan kebencian tidak menjadi faktor utama dalam menentukan pilihan pada Pemilu 2024 yang akan datang. Saya pun sangat berharap adanya ketegasan dari penyelenggara pemilu terkait hal in. ketidaknyamanan yang terjadipun tidak hanya ada pada dunia nyata melainkan juga dunia maya yang menyebabkan banyaknya pertikaian adu gagasan yang rasanya kebanyakantidak relevan dan digunakan hanya untuk mencerca keperayaan dan budaya lain. Indonesia itu plural jika politik identitas terus digunakan ini akan mempengaruhi pluralitas yang ada serta membuat keterbelahan yang berbekas. Karena apa yang terjadi di pemilu sebelumnya, menyisakan dendam bahkan pada pasangan calon yang menang hingga saat ini. Politik identitas di pemilu 2019 dilengkapi dengan narasi-narasi menjatuhkan lawan dalam kampanye dengan berbagai cara yang salah satunya dengan menyebar berita hoax yang menjadi sampah visual dimedia sosial.

Gencarnya narasi kampanye identitas di berbagai platform media sosial memperlihatkan bagaimana isu-isu identitas dikelola dalam konten-konten kampanye digital melalui mobilisasi pasukan buzzer. Meskipun kerap disangkal oleh kedua tim kampanye, namun temuan beberapa studi memperlihatkan bagaimana keterlibatan pasukan buzzer dan influencer di kedua kubu sangat signifikan dalam memproduksi dan mengamplifikasi narasi dan konten kampanye sebagai strategi memenangkan perang udara di berbagai platform digital

[3] yang pada akhirnya yang saat ini berimbas pada kritik pemerintah yangtidak terkontrol. Tidak terkontrol yang saya maksud ialah kritik yang diberikan pada pemerintah saat ini didomimasi oleh perkatan kasar dan bahkan tidak bersubstansi. Masyarakat Indonesia seakan dibuat hilang ingatan akan sejarah keragaman yang dimilikinya, dan juga berimbas pada perpecahan di masyaarakat, keberagaman yang memudar, dan banyak lagi hal negatif yang dapat terjadi.

Hal ini membuat masyarakat lainnya juga enggan berkomentar namun juga ada yang justru menikmati keributan yang ada. Tetapi tetap saja ini bukan merupakan suatu yang baik dalam proses demokrasi. Pemilih yang tidak rasional juga akan terus bermunculan apabila politik identitas yang dibalut dengan kebencian terus digunakan sebagai senjata dalam berpolitik. Pun juga, partai politik beserta kader-kadernya diharapkan dapat membangun kampanye yang berbasis kepada gagasan serta solusi konkret dari permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.

Seharusnya lembaga yang bertanggung jawab terkait hal ini dapat memberikan ketegasannya terkait permasalahan politik identitas kepada para kader dan partai politik untuk dapat lebih perduli akan dampak buruk politik identitas dan mengedukasi masyarakat untuk tidak menghiraukan isu sara jika dijadikan bahan kampanye. Namun, menurut Bawaslu pengawasan pemilu telah merekomendasikan pemblokiran dan penghapusan konten terhadap situs berkonten isu SARA dan akun media sosial penyebar berita bohong, ujaran kebencian, atau kampanye hitam, disisi lain tindakan tersebut ada yang menggugat bertentangan dengan kebebasan berekspresi.

[4] Sehingga diperlukan cara lain untuk dapat menindak permasalahan politik identitas di tengah-tengah pemilu ini.

Meskipun begitu diperlukan adanya cara lain untuk dapat mengantisipasi permasalahan politik identitas di Indonesia menjelang pemilu 2024. Hal ini juga merupakan tangggung jawan pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk selai menindak tegas pelaku dengan membuat aturan yang ada, bersikap netral, serta mengedukasi para pendukung para kader partai untuk dapat menghindari penggunaan politik identitas.

Edukasi ini perlu dilakukan menjelang pemilu 2024 untuk dapat menghindari adanya politik identitas di pemilu 2024, karena apapun alasannya politik identitas yang ada di Indonesia bukanlah suatu hal yang baik dan bahkan dampaknya saja sudah dirasakan oleh masyarakat. Maka dari itu keperdulian para lembaga penyelenggara pemilu, partai politik, politisi, para kader partai, para pendukung, panitia kontestasi, pemerintah, akademisi memiliki peran penting untuk meminimalisir berkembangnya lagi politik identitas di pemilu 2024. Karena upaya penanganan eksploitasi politik identitas ini akan mempengaruhi Keberhasilan pelaksana Pemilu dalam menangani politik identitas akan menghasilkan pelaksanaan Pemilu 2024 yang aman dan demokratis, sehingga mampu menghasilkan wakil-wakil rakyat yang kredibel serta pemerintahan yang baik kedepannya.[5]

Sehingga untuk menutup tulisan ini, saya dapat menarik kesimpulan bahwa politik identitas di Indonesia rasanya akan sulit di antisipasi di 2024 jelas ini masih mejadi pekerjaan rumah yang besar bagi lembaga penyelenggara serta pengawa pemilu 2024 agar lebih aktif dalam meminimalisir politik identitas di Indonesia karena jika di perhatikan isu sara yang digunakan dalm politik identitas ini sesungguhnya hanya berawal dari masalah kesalah pahaman dan dipantik sedikit, namun di masyarakat sangat berkembang dan “digoreng” hingga terus menerus. Kesadaran semua orang yang terlibat dalam kontestasi demokrasi terbesar di Indoneisia ini bahwa politik identitas bisa berujungnya pada fasisme, bahkan lebih buruk lagi yaitu separatisme dan masyarakat yang sudah terasimilasi berdasarkan identitas tertentu, dapat dengan mudah dimobilisasi oleh kelompok yang ingin mencapai agenda politiknya perlu di tingkatkan agar politik identitas yang dijalankan oleh kelompok tertentu tidak aka ada gunanya kemudian tidak menggunakan cara ini lagi untuk berkampanye untuk pelaksanaan pemilu 2024 yang bebas dari perdebatan isu sara.

[1] Zuhro, R. S. 2024 “MEWUJUDKAN PEMILU 2024 YANG BERKUALITAS DAN BERINTEGRITAS

 

[2] Prasetia, A. R. (2019, March). Pengaruh Politik Identitas Melalui Media Sosial Terhadap Generasi Milenial Dan Pelaksanaan Pemilu.

[3] BAWASLU (2021) Perihal Penyelenggaran Kampanye, Serial Evaluasi Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019.

[4] Ibid.

[5] Prasetia, A. R. (2019, March). Pengaruh Politik Identitas Melalui Media Sosial Terhadap Generasi Milenial Dan Pelaksanaan Pemilu

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image