Studyholic: Tidak Ingin Berhenti Belajar, Baik atau Buruk?
Pendidikan dan Literasi | 2023-05-29 14:38:01Banyak di antara kita yang berusaha keras untuk meningkatkan ketertarikan dalam belajar, mengalahkan rasa malas dan mulai membuka buku untuk mendapatkan ilmu baru. Tapi tahukah kamu bahwa ternyata ada juga beberapa di antara kita yang memiliki ketertarikan tinggi untuk terus belajar. Ketertarikan itu memberikan mereka rasa senang dan puas saat melakukan pembelajaran. Namun, dalam beberapa kasus ketertarikan ini dapat memuncak, bahkan bisa mencapai tahap obsesi. Mereka disebut sebagai studyholic atau para penggila belajar.
Meski terkesan sama, tetapi keduanya memiliki pengaruh yang berbeda. Mereka yang gila belajar akan lebih menekan diri mereka untuk terus belajar setiap saat, bahkan Ketika sedang sakit, mereka cemas saat tidak melakukan belajar, tidak bisa tenang jika menyangkut pembelajaran dan masih banyak lagi ciri lainnya. Sementara ciri dari giat belajar adalah dengan belajar secukupnya, meski terkadang cemas, kecemasan itu tidak mengganggu aktivitas harian, dan melakukannya untuk mendapat nilai terbaik.
Masih belum ada data yang pasti siapa saja yang rentan terhadap studyholic. Orang-orang dengan kecenderungan obsesif dan perfeksionis tentu akan memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk terkena studyholic, mengingat mereka tipe dengan standar tinggi dalam segala hal. Orang dengan ketakutan pada kegagalan atau kekurangan pengetahuan, serta orang yang senang dan puas mengatasi kesulitan juga dapat menjadi cikal-bakal studyholic. Oleh karena itu, kita bisa beranggapan bahwa semua orang tidak memandang gender, usia, atau latar belakang, kita semua bisa terkena studyholic.
Studyholic terkadang membantu kita untuk menjadi lebih menyukai belajar, membuat kita mengeksplor banyak hal, membantu meningkatkan keterampilan kita, meningkatkan kekuatan mental, dan membuat kita lebih percaya diri dengan pengetahuan yang kita miliki. Namun, apakah itu sebanding dengan kemungkinan negatif dari terkena studyholic?
Sebagai makhluk sosial tentu kita tidak akan bisa lepas dari berinteraksi dengan orang lain, siapa sangka studyholic yang membantu kita untuk mendapat lebih banyak ilmu dapat berdampak buruk pada perilaku kita sebagai makhluk sosial. Penderita studyholic kemungkinan besar akan mengalami kesulitan untuk bersosialisasi karena tersitanya waktu untuk terus belajar, dia tidak akan meninggalkan belajarnya karena kehilangan gairah pada aktivitas lain selain belajar. Gangguan tidur, lelah mental-fisik, dan ketidakmampuan melakukan kegiatan lain juga menjadi ancaman bagi penderita studyholic.
Keputusan untuk mempertahankan studyholic pada diri sendiri atau tidak itu tergantung setiap individu. Alangkah lebih baiknya jika kita bisa mengendalikannya. Kita perlu gila belajar saat akan mengikuti ujian, baik ujian sekolah atau masuk perguruan tinggi, kita juga bisa terus belajar selama itu tidak membebani dan mengganggu aktivitas. Di waktu libur cobalah untuk sedikit bersantai, otak kita juga membutuhkan istirahat selayaknya tubuh kita. Memaksakan terus belajar saat otak terasa penuh tidak akan membuat kita semakin pintar, malah akan membuat informasi yang kita baca sulit tercerna dan membuat kita stres.
Mengambil jeda sejenak tidak akan membuat pengetahuan yang kita miliki hilang. Jeda sejenak dan melakukan aktivitas lain justru akan membuat otak kita semakin segar dan siap untuk menerima informasi dari proses belajar selanjutnya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.