Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dhiyaul Faizin

Menikah Tanpa Rencana Memiliki Keturunan?

Gaya Hidup | Sunday, 28 May 2023, 19:38 WIB

Di era modern akibat globalisasi saat ini, kita mungkin sudah sering mendengar istilah yang disebut sebagai childfree? Seperti yang dikutip dari laman Wikipedia, childfree memiliki arti sebuah keputusan atau pilihan hidup untuk tidak memiliki anak, baik itu anak kandung, anak tiri, ataupun anak angkat. Hal ini banyak terjadi di era 20an ini. Banyak pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak, baik anak kandung maupun anak angkat dalam pernikahaannya. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai hal.

Faktor yang menyebabkan suatu keluarga memilih untuk childfree dapat dikarenakan oleh trauma masa kecil yang dialami, faktor ekonomi, terlalu fokus untuk mengejar karir, dan juga karena kondisi fisik yang tidak mampu untuk merawat anak. Sebenarnya budaya childfree ini memiliki 2 sisi, yaitu sisi negatif dan sisi positif. Untuk sisi positifnya sendiri dapat mengurangi overpopulasi di beberapa negara, dimana penduduknya yang terlalu padat dapat menimbulkan tindak kejahatan yang lebih tinggi karena adanya ketimpangan sosial.

Sebagai contoh di Amerika jumlah penduduk yang terlalu banyak, menyebabkan sebagian banyak orang amerika untuk childfree. Dari data yang ditunjukkan oleh pewresearch pada 2021, terdapat 44% dari non-orangtua berusia 18 hingga 49 tahun yang mengatakan tidak terlalu atau sama sekali tidak mungkin mereka akan memiliki anak, meningkat 7% dibandingkan dengan survey terakhir yang dilakukan pada tahun 2018. Dari orang-orang yang memutuskan untuk childfree dengan status dibawah usia 50 tahun oleh kalangan non-orang tua terdata 56% yang mengatakan alasan mereka melakukan childfree, yaitu mereka hanya tidak ingin memiliki anak, dan sisanya sebanyak 43% memiliki alasan lain kenapa memutuskan untuk childfree.

Dampak negatif yang ditimbulkan oleh budaya ini terlihat jelas pada negara Asia Timur seperti Jepang dan Korea selatan. Data dari situs Statistics Bureau of Japan menunjukkan populasi total penduduk jepang pada tahun 2019 sebanyak 126,167 ribu penduduk, menurun 276 ribu dibandingkan dengan tahun sebelumnya atau sekitar 0,22%. Total populasi penduduk menurun semenjak sembilan tahun terakhir dengan populasi laki-laki 61,411 ribu, menurun 121 ribu atau sekitar 0,20%, sedangkan populasi perempuan adalah 64,756 ribu, mengalami penurunan sebanyak 155 ribu atau sekitar 0,24%.

Pemerintah Jepang sebenarnya sudah melakukan segala jenis usaha agar menaikkan jumlah populasi penduduknya. Namun karena budaya kerja di Jepang yang sangat ambisius serta keputusan banyak pasangan untuk tidak memiliki anak dikarenakan ingin fokus untuk mengejar karir menyebabkan angka kelahiran dan juga angka kematian yang tidak seimbang. Pemerintah Jepang sendiri bahkan telah membuat regulasi tentang adanya cuti melahirkan dan sang pekerjanya tetap mendapat setengah gaji, tapi tetap saja lebih banyak warganya yang memilih untuk melakukan childfree.

Lalu bagaimana childfree di Indonesia? Dikalangan para generasi muda mungkin sudah terbesit dan mempunyai niatan untuk melakukan program childfree tersebut. Bahkan salah satu influencer Indonesia lulusan jerman, Ghita Savitri secara terang-terangan mengungkapkan jika dirinya akan melakukan childfree. Tidak hanya itu terkadang dia juga berkomentar mengenai childfree ini dalam akun instagramnya.

Walau begitu mayoritas pasangan di Indonesia tetap ingin memiliki keturunan dengan program keluarga berencana. Setidaknya program ini lebih disukai masyarakat ketimbang childfree itu sendiri. Childfree lebih baik dilakukan oleh orang-orang yang nyatanya belum siap untuk mempunyai anak. Hal ini untuk meminimalisir terjadinya tindak kekerasan kepada anak atau abainya orang tua terhadap gaya hidup anaknya sendiri. Banyak sekali orang tua saat ini yang egois, sebagai contoh kasus beberapa anak pejabat yang melakukan tindak kekerasan, tapi orang tuanya bahkan tidak mengetahui hal itu dilakukan oleh anaknya sendiri.

Selain itu sebaiknya program childfree ini diterapkan kepada orang-orang yang belum siap secara finansial dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Hal tersebut bisa menyebabkan telantarnya seorang anak. Seperti banyak anak-anak di daerah kumuh ibu kota yang memiliki gizi buruk, harus bekerja demi mencukupi biaya kehidupan sekolah, bahkan ada yang hingga putus sekolah. Permasalahan tersebut bukanlah masalah yang sepele, karena anak-anak tersebut tidak mendapatkan haknya secara baik.

Jadi sebaiknya jika kita bekeluarga dan ingin memiliki anak baik anak kandung, anak tiri, maupun anak angkat, kita harus dapat memenuhi hak anak tersebut, memberikan pendampingan yang cukup, serta memiliki finansial yang cukup. Jangan sampai kita menjadi orang tua yang lalai terhadap anak kita sendiri, sehingga anak itu menjadi di luar pengawasan kita. Selalu ingat bahwa setiap tindakan yang kita ambil, maka konsekuensi yang ada di depan juga harus kita hadapi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image