Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tri Wahyuningsih

Delusi Pertumbuhan Ekonomi Ala Kapitalisme

Ekonomi Syariah | Sunday, 28 May 2023, 19:24 WIB

Klaim pertumbuhan ekonomi di balik angka yang sering digaungkan oleh pengemban ekonomi Kapitalisme, sering dikorelasikan dengan kemajuan ekonomi suatu negara. Seperti yang terjadi di Indonesia, dilansir dari Viva.com, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, ekonomi Indonesia pada kuartal I-2023 tumbuh sebesar 5,03 persen atau lebih tinggi di tengah ketidakpastian global. Bahkan klaimnya, pertumbuhan ekonomi RI tercatat lebih tinggi bila dibandingkan China dan Amerika Serikat, yang mengalami pertumbuhan ekonomi dibawah 5 persen pada kuartal I-2023.

Namun, menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai pertumbuhan ini adalah ‘’pertumbuhan ekonomi semu’’. Selain itu, Wakil Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Anggawira, mengatakan pemerintah diharapkan tetap memperhatikan kestabilan ekonomi yang cukup mengkhawatirkan, yaitu utang pemerintah yang semakin tinggi, angka kemiskinan yang terus melonjak serta angka pengangguran yang meningkat. (m.bisnis.com)

Fakta Krisis Ekonomi Indonesia

Krisis ekonomi tergambar dari sejumlah indikator (petunjuk), seperti merosotnya tingkat pertumbuhan ekonomi (GDP atau PDB) dalam dua kuartal berturut-turut yang kemudian disebut resesi, melambung tingginya harga barang yang disebut inflasi (inflasi ringan, hyperinflation), hingga meledaknya pengangguran dan kemiskinan.

Indonesia, dalam empat bulan terakhir atau sejak Desember tahun lalu, ada tiga komoditas yang harganya melonjak tajam karena sejumlah persoalan yakni cabai rawit merah, tahu atau tempe, telur dan minyak goreng. Pada Desember lalu, harga cabai rawit merah sempat menyentuh Rp. 125.000. Harga tahu dan tempe melonjak tajam, harga minyak goreng sudah melambung sejak Desember 2021, dan harga telur ayam yang sejak beberapa pekan ini terus mengalami kenaikan harga, yang biasanya Rp. 28.000 per kilo, kini naik 20% mencapai Rp. 32.000 – Rp. 35.000 per kilo.

Selain melambungnya harga berbagai komoditi barang, pengangguran dan kemiskinan juga menjadi realita yang terjadi di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran Indonesia menembus 8,42 juta orang pada Agustus 2022, dengan persentase berdasarkan jenis kelamin, ada 5,93 persen pengangguran laki-laki dan 5,75 persen lainnya wanita. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah lantas mengatakan 2,8 juta dari 8,42 juta pengangguran di Indonesia pasrah mencari kerja. Ida menyebut 33,45 persen pengangguran itu hopeless of job.

Sementara, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2022 sebesar 26,36 juta orang, meningkat 0,20 juta orang terhadap Maret 2022, dan angka ini pastinya akan terus mengalami kenaikan seiring dengan semakin tinggi angka pengangguran karena minimnya lapangan pekerjaan yang disediakan oleh pemerintah.

Maka jika fakta berbicara utang luar negeri, pengangguran, kemiskinan hingga harga barang yang terus meningkat, lalu untuk apa angka pertumbuhan ekonomi yang terus dibanggakan. Namun inilah ekonomi kapitalis. Pertumbuhan ekonomi dalam system ini hanya melihat secara umum (average) data di suatu daerah, bukan melihat per kepala terpenuhi kebutuhan pokoknya. Maka, hal yang wajar jika saat ini ada klaim data pertumbuhan 5,03 persen, tapi di sisi lain rakyat yang kekurangan bahkan kelaparan semakin banyak.

Dalam sebuah laporan tahunan tentang Status Gizi dan Ketahanan Pangan, yang dilaksanakan lima badan PBB, mendapatkan temuan yang sangat mencolok, yaitu hampir satu dari tiga orang di seluruh dunia, 2,37 miliar orang tidak punya akses ke makanan yang cukup tahun 2020, sebuah lonjakan hampir 320 juta orang dalam satu tahun. Normalisasi angka kelaparan kronis yang sangat tinggi itu memakan waktu puluhan tahun.

Nyatanya, pertumbuhan angka tak berkorelasi dengan kesejahteraan manusia, terutama rakyat jelata, melainkan hanya memakmurkan para korporat saja.

Kerusakan Sistem Ekonomi Kapitalisme

Dalam asas sistem Kapitalisme, pertumbuhan produksi dianggap sebagai asas penyelesaian masalah ekonomi, bukan kehidupan tiap-tiap individu dari masyarakat. Karena itu kekayaan negara dinilai secara keseluruhan tanpa melihat pemiliknya, lalu dibagi dengan jumlah penduduk, selanjutnya dikatakanlah rata-rata pendapatan per kapita itu sekian, meskipun faktanya yang memiliki total kekayaan negara itu hanya 10% saja, sedangkan 90% penduduk sisanya hampir tidak memiliki pangan, sandang, dan papan. Ini karena sistem Kapitalis meyakini bahwa tidaklah mungkin menyelesaikan masalah kemiskinan dan kekurangan dalam suatu negara kecuali dengan cara meningkatkan produksi dalam negeri, serta memberikan kebebasan kepada penduduk untuk mengambil hasil produksi (kekayaan) itu sebanding dengan apa yang mereka sendiri hasilkan untuk negara, yakni sebanyak yang mereka mampu untuk diperolehnya, sehingga kemiskinan dan kekurangan dalam negeri dapat dipecahkan.

Kapitalisme memang mengkaji tentang distribusi dan produksi, tapi yang dimaksud adalah distribusi sumber daya (alat pemuas) untuk kebutuhan dalam negeri secara umum, tidak untuk kebutuhan semua individu per individu dalam negeri. Dengan demikian, sistem ekonomi Kapitalisme hanya memiliki satu tujuan yaitu meningkatkan kekayaan negara secara umum. Bukan dibangun untuk memuaskan kebutuhan individu dan juga tidak menyediakan pemuasan bagi tiap-tiap individu dalam masyarakat. Konsep ini salah dan dzalim.

Alih-alih menyelesaikan masalah kemiskinan dan kekurangan pada level individu, Kapitalisme justru meningkatkan keberadaan orang-orang miskin dan kekurangan di dalam masyarkat. Sebab, mustahil dalam masyarakat tidak ada orang lemah dan miskin, serta orang yang berpegang teguh pada sifat-sifat yang luhur, dan mereka akan tetap menjadi orang miskin selama asas sistem ekonominya adalah pertumbuhan pendapatan nasional, dan yang memperolehnya hanya orang yang memiliki kemampuan saja. Maka orang yang kuat, semisal konglomerat atau korporat dengan kekuatannya akan mendapatkan kekayaan, sedangkan orang yang lemah, oleh sebab kelemahannya, tidak bias mendapatkannya. Dengan demikian, mau tidak mau kemiskinan justru semakin meningkat.

Inilah realitas sistem ekonomi Kapitalis yang senantiasa menjadikan orang-orang kaya mendominasi negara, menjadikan kekuasaan ada dalam genggaman mereka, sehingga memungkinkan bagi mereka untuk mengendalikan (berlaku sewenang-wenang) pada masyarakat, maka semakin nyata kesejahteraan hanya sebuah ilusi bagi rakyat yang lemah.

Sistem Islam Menjamin Kesejahteraan

Sesungguhnya Islam memiliki cara yang unik untuk mewujudkan suatu negara menjadi negara yang independen dan antikrisis. Penerapan Islam secara totalitas akan menjadikan negara auto mandiri. Mulai dari karakteristik politik ekonomi Islam yang memanusiakan manusia, pengaturan kepemilikan, mata uang yang tahan krisis hingga pasar yang berbasis sektor rill.

Pertama. Karakteristik politik ekonomi Islam yang memanusiakan manusia. Politik Ekonomi Islam adalah jaminan pemenuhan semua kebutuhan primer setiap orang serta pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kemampuannya sebagai individu yang hidup dalam masyarakat tertentu yang memiliki gaya hidup yang khas.

Maka untuk merealisasikan hal ini, Negara akan menempuh serangkaian kebijakan untuk memastikan pemenuhan kebutuhan dalam negeri berjalan dengan baik dan kesejahteraan dirasakan oleh rakyat seluruhnya.

Kedua. Pengaturan kepemilikan. Dalam Islam, konsep kepemilikan dibagi menjadi tiga yaitu, milik pribadi, milik umum dan milik negara. Terhadap kepemilikan individu, Negara hanya memastikan tidak terjadi distorsi pasar. Negara dalam menghukum pebisnis curang, dzalim dan melakukan penimbunan terhadap produk pangan. Tidak ada perlakuan khusus terhadap individu tertentu dalam bisnis.

Ketiga. Mata uang yang tahan krisis. Salah satu biang kerok krisis dunia adalah mata uang kertas yang tidak berbasis emas dan perak. Akibatnya, dunia sangat rawan mengalami pelemahan nilai tukar nilai uang terus melemah dari waktu ke waktu, dunia inflasi tanpa henti. Dalam Islam mata uang wajib berstandar emas dan perak. Mata uang dengan standar emas dan perak memiliki nilai tukar yang stabil dan tahan terhadap inflasi.

Keempat. Pasar yang berbasis sektor rill. Ekonomi Islam adalah perekonomian yang berbasis sektor rill. Islam tidak mengenal sektor non-rill seperti yang ada dalam sistem ekonomi Kapitalis. Islam hanya memandang kegiatan ekonomi hanya terdapat dalam sektor rill seperti pertanian, industri, perdagangan dan jasa. Dari sektor inilah kegiatan ekonomi didorong untuk berkembang maju.

Firman Allah Swt: “Apakah hokum Jahiliah yang mereka kehendaki ? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (TQS. Ali Imran : 50). Wallahu’alam

Referensi.

**Politik Ekonomi Islam

**Al Waie September 2022

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image