Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image raisya rizaldi

Backhanded Compliment, Memuji Tanpa Ketulusan Hati

Curhat | Friday, 24 Dec 2021, 20:48 WIB
Ilustrasi orang menggunakan media sosial. (sumber: unsplash.com)

Namanya juga anak muda yang hobi santai, banyak waktu yang saya habiskan di media sosial (medsos). Dengan algoritma medsos -yang entah bagaimana cara kerjanya- membuat jangkauan saya kepada orang asing semakin luas. Jenisnya juga jangan ditanya lagi, unik-unik banget. Contohnya di aplikasi Tiktok, salah satu yang sering saya kunjungi. Video yang mampir di laman umum saya bisa dari orang bermain alat musik, tutorial memasak, hewan peliharaan yang menggemaskan, atau bisa saja perempuan cantik yang menampilkan koreografi hits.

Di ruang publik, apapun bisa menarik warganet untuk menyampaikan opini. Khususnya di kolom komentar, nano-nano banget isinya. Nah, dari sini mulai bermunculan suatu genre komentar yang sepertinya bikin jari gatal kalau tidak diunggah. Setelah iseng cari tahu di internet, saya temukan istilah yang merepresentasikan jenis celotehan ini: backhanded compliment. Kalau mengacu pada penjelasan di Urban Dictionary, artinya suatu hinaan yang disembunyikan dan/atau dibarengi oleh kalimat pujian. Masih bingung? Seperti ini misalnya:

Gemuk aja cantik, apalagi kalau beratnya ideal!

Wah CV kamu bagus ya untuk ukuran lulusan SMA,

Gak nyangka loh, orang seperti kamu bisa diterima di PTN.

Bla bla bla .

Coba kita cari titik tengahnya, jadi niat dibalik komentar semacam itu ingin menghina atau memuji? Percaya atau tidak, meskipun saya berharap pembaca tulisan ini mengakui kebenarannya, komentar seperti ini banyak sekali bertebaran. Seperti daun kekuningan di musim gugur, sudah siap untuk disapu oleh petugas kebersihan. Sayang saja tangkapan layar komentar backhanded compliment yang saya pernah temui tidak bisa dilampirkan, khawatir orang yang memiliki akun merasa tidak nyaman dan lain sebagainya.

Semakin kesini ada sedikit kegelisahan pribadi andaikata cara memuji seperti ini menjadi normal. Saya ingin mengajak para pembaca untuk turut menelaah, apakah ‘pujian’ ini baik-baik saja? Sedikit miris ketika melihat content creator yang naif merasa tersanjung menerima komentar menghina berbungkus hadiah di lamannya, padahal di mata orang sensitif atau memang kritis tidak ada yang bisa disyukuri. Selain itu, mungkinkah ada unsur iri dari mereka sehingga compliment tersebut keluar menyakitkan?

Melemparkan meriam ke orang lain yang tidak kenal dan belum tentu temui lagi di dunia maya, tidak sepenting itu. Seandainya kita visualisasikan skala prioritas hidup sebagai tangga di gedung dua kampus Fikom Unpad Jatinangor, posisinya ada di keset welcome depan pintu. Benar, bahkan tidak masuk ke dalam gedung. Izinkan saya sebagai penulis untuk memberikan saran ringan kepada pembaca sekalian, jika tidak memiliki hal baik untuk disampaikan maka cukup diam. Pasti familiar kan dengan kalimat tersebut? Dua puluh tahun hidup di dunia sebagai manusia berakal, saya seringkali mendapat petuah seperti itu. Akan tetapi, maafkan saya karena tidak dapat memberitahu nama penciptanya. Lagipula apakah itu penting? Selama pesannya tersampaikan, maka terima dan resapi. Sampai bertemu di lain hari.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image