Lumpy Skin Disease: Ancaman Penyakit Emerging bagi Status Kesehatan Hewan Nasional
Edukasi | 2023-05-28 09:03:51Lumpy Skin Disease (LSD), yang juga disebut Pseudo-urticaria, Neethling virus disease, exanthema nodularis Bovis merupakan penyakit pada sapi yang disebabkan oleh virus bermateri genetik DNA dari genus Capripoxvirus dan famili Poxviridae dengan penularan utama diduga melalui vektor, meskipun mekanismenya masih belum jelas. Penyakit ini dapat menginfeksi sapi dan kerbau serta mempunyai dampak ekonomi bagi peternak. Pertama kali penyakit ini ditemukan di Afrika pada tahun 1929 dan kemudian menyebar ke beberapa negara Timur tengah, Eropa, dan Asia.
Virus LSD ditularkan oleh vektor serangga/arthropoda walaupun mekanismenya belum jelas. Namun terdapat beberapa vektor yang mungkin yaitu lalat stable (Stomoxys calcitrans), nyamuk (Aedes aegypti), dan caplak (spesies Rhipicephalus dan Amblyomma). Vektor penularan virus LSD secara langsung melalui kontak dengan lesi kulit, namun virus LSD juga dieksresikan melalui darah, leleran hidung dan mata, air liur, semen dan susu. Secara tidak langsung, penularan ini terjadi melalui peralatan dan perlengkapan yang terkontaminasi virus LSD seperti pakaian kandang, peralatan kandang, dan jarum suntik.
Gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi virus LSD antara lain demam mencapai 41,5°C, tidak nafsu makan dan penurunan produksi susu, ingusan, konjungtivitis, hipersalivasi, depresi dan pembengkakan limfoglandula yaitu Lgl. subscapularis dan Lgl. prefemoral, dan terdapat nodul pada kulit yang berbatas, jelas dan menonjol di bawah kulit atau di bawah otot dengan diameter antara 2-5 cm. Umumnya nodul terdapat di daerah kepala, leher, punggung, abdomen, ekor dan bagian daerah genital. Nodul ini akan nekrosis dan menyebabkan sifat yaitu meninggalkan lubang yang dalam.
Pada sapi jantan dapat menyebabkan infertilitas permanen atau sementara, sedangkan pada sapi betina menyebabkan abortus dan infertilitas sementara. Umumnya sapi yang terkena sulit untuk sembuh total. Infeksi sekunder sering terjadi terutama pneumonia dan nodul yang tergigit lalat akan menyebabkan luka yang dalam. Sebagian hewan tidak menunjukkan gejala klinis, meskipun antibodi dapat terdeteksi. Karena itu diagnosis yang cepat dan akurat sangat diperlukan agar penyebaran infeksi LSD dapat dicegah.
Virus LSD adalah patogen dengan virulensi tinggi yang menyebar sangat cepat diantara kelompok sapi, sehingga pencegahan penyebaran virus ini perlu diperhatikan. Oleh karena itu pengenalan sifat virus LSD perlu dipahami. Virus LSD sensitif terhadap suhu >50°C dan peka terhadap pH basa atau asam. Berdasarkan sifat virus ini, maka pemakaian desinfektan yang tepat diperlukan untuk mendekontaminasi pekerja maupun lingkungan saat pengambilan sampel di lapang maupun saat bekerja di laboratorium dan dalam penanganan pengolahan limbah dan desinfeksi lingkungan kerja.
Di Indonesia, penyakit ini masih belum dilaporkan keberadaannya dan dinyatakan bebas terhadap infeksi LSD. Mengingat penyakit ini merupakan penyakit eksotik bagi Indonesia, maka pengenalan penyakit LSD sangat diperlukan terutama bagi dokter hewan lapang, penyuluh dan pemilik ternak, sehingga antisipasi dapat dilakukan lebih awal bila terdapat penyakit yang dicurigai LSD.
Untuk pencegahan dan pengendalian penyakit LSD ini dapat dilakukan antara lain dengan vaksinasi, pembatasan lalu lintas ternak, pelaksanaan karantina yang ketat, kontrol vektor, dan apabila memungkinkan stamping out. Sejauh ini terdapat 3 macam vaksin untuk pencegahan dan penanggulangan LSD, yaitu vaksin homolog dan heterolog, serta vaksin inaktif yang baru-baru ini dikembangkan. Selain itu penerapan biosecurity yang baik dapat mencegah masuk dan menyebarnya LSDV ke dalam suatu peternakan. Selain itu, manajemen pemeliharaan juga berpengaruh dalam pencegahan LSD.
Lalu lintas ternak merupakan risiko utama penyebaran LSDV, sehingga diperlukan karantina sebelum mengizinkan hewan masuk atau keluar dari suatu wilayah. Infeksi ringan dan hewan subklinis akan menyebarkan penyakit melalui lalu lintas ternak dan perdagangan. Oleh karena itu, dibutuhkan stamping out hewan yang terinfeksi sebagai upaya pencegahan dan pengendalian yang paling efisien sebelum terjadi wabah. Namun kebijakan ini masih belum dapat diterima dan diaplikasikan di beberapa negara, terutama pada negara berkembang seperti Indonesia mengingat dampak ekonomi yang akan mengikutinya
Sampai saat ini belum tersedia obat atau antivirus spesifik untuk Lumpy Skin Disease. Terapi yang dapat diberikan yaitu berupa terapi suportif dan pengobatan untuk lesi kulit. Antibiotik dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder dan pneumonia. Obat anti inflamasi dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit sehingga hewan terinfeksi tetap ingin makan. Oleh karena itu, diperlukan adanya vaksin yang efektif untuk mencegah penyakit ini.
Dalam rangka kesiapsiagaan dini menghadapi masuknya LSD ke Indonesia, maka 3 komponen penting yaitu early detection (deteksi dini), early report (laporan awal), dan early response (tanggapan awal) perlu dilakukan. Monitoring kesehatan hewan perlu ditingkatkan, sosialisasi penyakit LSD perlu dilakukan sehingga laporan mengenai adanya LSD atau yang diduga dapat dilakukan secepatnya. Disamping itu, penyediaan perangkat deteksi penyakit LSD telah disiapkan, sehingga adanya gejala yang mirip dengan LSD dapat dideteksi lebih awal untuk menghindari penyebaran emerging. Untuk itu, kerja sama lintas instansi perlu dilakukan agar masuknya penyakit LSD ke Indonesia dapat diantisipasi dengan sedini mungkin.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.