Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gili Argenti

Gerakan Mahasiswa Menurut Soe Hok Gie

Sejarah | Friday, 26 May 2023, 06:29 WIB
Photo Soe Hok Gie, Sumber : www.lpmfreedom-unisba

Perjalanan sejarah republik Indonesia tidak pernah sepi dari narasi pergerakan mahasiswa, sejak dari 1908, 1928, 1945, 1966, 1974, 1977/78, dan 1998, gerakan mahasiswa senantiasa menjadi pioner perubahan politik di negeri ini, mereka meminjam istilah dari Culla (2001) sebagai generasi patah tumbuh hilang berganti.

Peran mahasiswa telah memberikan sumbangan tidak kalah besar dari kekuatan politik lain, bahkan pada periode tertentu mampu menggeser peran yang seharusnya diperankan oleh partai politik atau parlemen sebagai institusi formal berfungsi mengawasi jalannya roda pemerintahan (eksekutif). Mahasiswa sebagai kaum intelektual memiliki karakteristik sangat khas, sebagai orang-orang tidak pernah puas menerima kenyataan sebagaimana adanya, mereka mempertanyakan kembali kebenaran berlaku pada suatu saat, dalam hubungannya dengan kebenaran yang lebih tinggi serta lebih luas.

Karakteristik Mahasiswa

Mahasiswa digolongkan sebagai kaum muda memiliki beberapa karaktertistik utama. Pertama, kelompok masyarakat memperoleh pendidikan terbaik, mereka memiliki horizon sangat kuat diantara masyarakat Indonesia untuk lebih mampu bergerak diantara yang lain. Kedua, kelompok masyarakat paling lama mengeyam pendidikan, mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang. Ketiga, kehidupan kampus membantu gaya hidup sangat unik dikalangan mahasiswa, karena dunia perguruan tinggi merupakaan tempat alkulturasi sosial dan budaya (Hasibuan, 2008).

Gerakan mahasiswa 1966 menjadi salah satu angkatan dalam gerakan mahasiswa Indonesia kerap dijadikan referensi gerakan, keberhasilan mereka mengganti penguasa serta sistem politik dari Orde Lama ke Orde Baru merupakan inspirasi tiada henti bagi generasi mahasiswa selanjutnya.

Salah satu tokoh aktifis mahasiswa angkatan 1966 adalah Soe Hok Gie, mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI), sosoknya dikenal memiliki reputasi sebagai aktifis idealis, humanis, dan progresif. Soe Hok Gie dikenal sebagai aktifis mahasiswa dari kelompok independen, kelompok mahasiswa yang memiliki pendirian politik kuat, bahwa gerakan mahasiswa harus terbebas dari kepentingan elit politik, Soe Hok Gie kerap mengkritisi organisasi kemahasiswaan dinilai memiliki hubungan patron-klien dengan partai politik di parlemen, membuat mahasiswa tidak mampu bersikap independen, banyak disetir elit politik ketika berpikir dan bertindak.

Di masa demokrasi parlementer (1950-an) dan demokrasi terpimpin (1960-an) partai-partai politik menjadikan organisasi kemahasiswaan sebagai kepanjangan tangannya di perguruan tinggi, sehingga lembaga intra kemahasiswaan menjadi ajang perebutan pengaruh berbagai organisasi mahasiswa. Karena siapa yang bisa menguasai lembaga intra kampus maka kegiatan-kegiatan kemahasiswaan bisa diarahkan untuk memenuhi kepentingan patron politiknya.

Soe Hok Gie melawan, bersama rekan aktifis mahasiswa independen, merintis Mahasiswa Pencita Alam (MAPALA UI), wadah para mahasiswa anti intervensi politik praktis ke dunia kampus, untuk bersama-sama mengaktualisasikan diri hidup bersama alam. Tentu kegiatan MAPALA UI tidak hanya sekedar naik gunung, aktifitas diskusi politik tetap dilakukan dengan menjaga kemurnian dan independensi gerakan.

Kegiatan kelompok Soe Hok Gie ini terkenal steril dari kepentingan elit politik, mereka betul-betul menjaga netralitas dan otonomi organisasi kemahasiswaan. Bagi dia serta kelompoknya tugas kaum intelegensia sejatinya sebagai kekuatan moral politik, melibatkan diri dalam aksi perlawanan meruntuhkan kekuasaan otoriter. Tetapi ketika kekuasaan otoriter itu berhasil dijatuhkan, kaum intelegensia menarik diri dari politik praktis, melakukan penjagaan politik di luar sistem, mereka kembali ke rutinitas akademis, tetap intens mengawasi jalannya roda pemerintahan, tidak masuk ke dalam sistem politik.

Gerakan Politik VS Gerakan Moral

Pasca tumbangnya Orde Lama angkatan 1966 mendapatkan “bonus politik” dari penguasa baru, sebagian aktifis mahasiswa mendapat tawaran posisi sebagai anggota parlemen. Pada Januari 1966 terdapat empat belas aktifis mahasiswa dalam daftar anggota baru MPRS dan DPR-GR (Maxwell, 2001).

Mensikapi masuknya aktifis mahasiswa ke parlemen, gerakan mahasiswa terpolarisasi ke dalam dua kutub, antara gerakan politik dan gerakan moral.

Gerakan politik memiliki keyakinan pasca jatuhnya Orde Lama, mahasiswa tetap melakukan perjuangan politik, masuk di dalam sistem, melakukan pengawasan dan berkontribusi menentukan arah kebijakan dari dalam pemerintahan. Mereka berdalih masuknya aktifis mahasiswa ke dalam sistem untuk menghindari reformasi politik dibajak kelompok-kelompok statusqo.

Sedangkan gerakan moral menyakini tugas politik mahasiswa selesai ketika berhasil menjatuhkan pemerintahan otoriter-totaliter, mereka kembali ke kampus menyelesaikan masa studinya, tentunya sambil mengawasi jalannya pemerintahan baru dari luar.

Soe Hok Gie termasuk tokoh mahasiswa yang masuk ke dalam kubu gerakan moral, memiliki keyakinan gerakan mahasiswa sebagai kekuatan civil society harus menjaga jarak dengan entitas politik praktis, agar mahasiswa bisa lebih jernih melihat berbagai persoalan yang terjadi, sehingga bisa berpikir, bersikap, dan bertindak secara objektif, disertai kemandirian dan otonomi menyampaikan kritik pada pemerintah, tidak dibayang-banyangi kekuataan patron tertentu. Itulah harapan seorang Soe Hok Gie kepada gerakan mahasiswa Indonesia baik di masanya atau di masa datang.

Melawan Pemerintahan Orde Lama

Masa pemerintahan Orde Lama tepatnya ketika demokrasi terpimpin diterapkan, navigasi politik Indonesia di bawa ke arah sistem politik bercorak otoriter-totaliter, salah satu episode kelam dalam sejarah politik Indonesia. Soe Hok Gie menilai jalannya pemerintahan Orde Lama tidak sesuai dengan mekanisme demokrasi, terlebih kedekatan penguasa dengan kelompok kiri dinilai memperburuk situasi politik.

Melalui Gerakan Pembaharuan yang digagas eksponen Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) Soe Hok Gie terlibat dalam gerakan bawah tanah menggulingkan pemerintahan Orde Lama. Kegiatan Gerakan Pembaharuan mengkampanyekan perlawanan politik terhadap pemerintah melalui kegiatan diskusi dan selebaran gelap, tujuannya pembentukan opini di tengah-tengah masyarakat mengenai kebobrokan pemerintah.

Oposisi Gerakan Pembaharuan semakin menguat pasca tragedi 30 September 1965, kelompok ini mengabungkan diri dengan gerakan mahasiswa melakukan perlawanan menggulingkan pemerintahan Orde Lama. Soe Hok Gie menurut ilmuwan politik dari Australia, John Maxwell (2001) menjadi salah satu tokoh kunci dibalik layar menyusun skenario kerja sama antara mahasiswa dengan militer anti PKI dalam melakukan oposisi terhadap sistem demokrasi terpimpin.

Keberhasilan gerakan mahasiswa menumbangkan Orde Lama tidak membuat Soe Hok Gie berhenti dari kritisme, dia memutuskan tetap berada diluar sistem politik pemerintahan, ketika sejawatnya memilih masuk ke pemerintahan Orde Baru. Soe Hok Gie memilih menjadi pemikir bebas banyak menuangkan pemikirannya dalam berbagai artikel yang dimuat di surat kabar nasional periode 1960-an. Tulisan-tulisan Gie dikenal sangat kritis, menukik, dan menyerang berbagai ketimpangan sosial di era Orde Baru. Tema tulisannya sangat beragam dari tema politik, ekonomi, sosial, kemanusiaan, pendidikan, dan kebudayaan. Itulah Soe Hok Gie memilih gerakan moral sebagai jalan perjuangan politik, sampai akhir hidupnya dipuncak Gunung Semeru pada 16 Desember 1969.

Gili Argenti, Dosen Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA). Ketua Bidang Hikmah dan Hubungan Antar Lembaga Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Karawang.

Referensi Artikel

1. Culla, Adi Suryadi. 1999. Patah Tumbuh Hilang Berganti : Sketsa Pergolakan Mahasiswa Dalam Politik dan Sejarah Indonesia 1980-1998. (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada).

2. Gaffar, Afan. 2006. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. (Pustaka Pelajar, Yogyakarta).

3. Hasibuan, Muhammad Umar Syadat. 2008. Revolusi Politik Kaum Muda. (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia).

4. Maxwell, John. 2001. Soe Hok Gie : Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani. (Jakarta, PT. Pustaka Utama Grafiti).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image