Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Celine Chelsea Amelia Afaratu

Menghindari Romantisasi Mental Illness

Edukasi | Friday, 26 May 2023, 00:46 WIB
Sumber: www.huffpost.com

Semakin berkembangnya zaman, kesadaran atas keberadaan penyakit mental adalah hal yang patut diacungi jempol. Banyak kaula muda yang lebih peka atas kesehatan mental dan pentingnya menjaga mental antar individu baik dalam kelompok kecil seperti keluarga atau teman, atau bahkan dalam kelompok yang lebih besar seperti sosial media. Seiring berjalannya waktu, mulai terbentuk pula akun ataupun lapak khusus yang berperan dalam menyebarkan kesadaran akan mental illness dan dikemas dalam bentuk gambar atau tulisan yang indah atau estetik. Pada dasarnya, kondisi tersebut adalah hal yang baik namun semakin lama banyak individu – individu tertentu yang malah salah mengartikan kondisi mental illness ini. Keadaan ini kemudian dinyatakan sebagai romantisasi mental illness. Romantisasi mental illness dinyatakan sebagai kondisi penyakit mental dianggap lebih menarik dan estetik dibanding kondisi sebenarnya (Shresta, 2018, h. 69). Kemudian, bagaimana hal ini dapat terjadi?

Self-diagnosis Bermodalkan Media Sosial

Seringkali ketika tengah berbincang dengan teman atau bahkan di media sosial, kita dihadapkan dengan kelompok individu yang suka mengatakan pernyataan seperti; “Aku susah makan, loh! Kayaknya aku eating disorder.” Atau bahkan “Aku nggak suka lihat benda berantakan, kayaknya aku OCD.” Pernyataan yang cenderung self-diagnosis seperti itu telah terjadi dalam masyarakat. Mereka tidak mendatangi ahli melainkan bergantung pada karakteristik mental illness yang disajikan oleh media massa. Bukan berarti kemungkinan mental illness tersebut tidak ada, namun belum pasti. Mental illness tidak sebatas dan sekecil yang disajikan di media massa. Akan sangat baik bila dapat menemui pihak ahli agar mengenal dan mengetahui kebenarannya.

Sosial media memiliki peran besar dalam kecenderungan self-diagnosis dalam masyarakat. Shresta (2018, h. 74) menyatakan bahwa media menyebabkan trend sehingga masyarakat ingin untuk sakit mental. Sakit mental dianggap memberikan gambaran yang positif. Bila ditelaah lebih jauh, sebagian besar individu yang ingin memiliki mental illness mengharapkan perhatian dari khalayak. Mereka beranggapan dengan adanya masalah kesehatan mental, mereka menjadi unik dan berbeda dengan orang lainnya. Kebiasaan self-diagnosis pada dasarnya membuat masyarakat lebih peka terhadap diri sendiri. Akan tetapi kondisi ini akan lebih baik dibarengi dengan kesadaran untuk menemui tenaga profesional dan kesadaran akan bahaya dari mental illness itu sendiri.

Romantisasi Mental Illness Dalam Media Sosial dan Media Massa

Sebagai pangkal dari lahirnya self-diagnosis, media juga dianggap sebagai sumber dari romantisasi mental illness. Banyak bermunculan cerita – cerita dalam media sosial seperti Wattpad ataupun Alternative Universe (AU) yang dibuat dengan menggabungkan unsur mental illness dan hubungan indah antara perempuan dan laki – laki yang menggelitik hati. Cerita yang dibuat tanpa adanya pengertian dan penjelasan lebih lanjut dari penulis berpotensi membuat pembaca dengan pengetahuan masih rendah menjadi terpengaruh untuk merasakan hal yang sama dengan protagonis dalam cerita.

Selain itu, beberapa film dan serial dianggap meromantisasi mental illness. Mereka adalah 13 Reasons Why dan hubungan romantis antara Joker dan Harley Quinn. 13 Reasons Why dianggap mempromosikan suicide dan hubungan antara Joker dan Harley pada dasarnya toxic tetapi dikemas dengan baik sehingga banyak yang kemudian menyukai pasangan ini. Karakter Joker yang sesungguhnya mempresentasikan mental illness dengan baik juga menjadi sasaran dari romantisasi dengan adanya pandangan yang menormalkan kejahatan karena mereka sesungguhnya adalah orang yang tersakiti.

Selain itu, media seperti tumblr atau akun yang mengemas mental illness dalam kata – kata puitis juga tidak lepas dari romantisasi mental illness. Secara tidak langsung mereka menjadikan mental illness sebagai sesuatu yang estetik dan indah.

Hindari Romantisasi Mental Illness

Romantisasi mental illness secara tidak langsung meningkatkan kecenderungan masyarakat untuk ingin dan berusaha memiliki mental illness. Mereka beranggapan bahwa memiliki mental illness menjadikan mereka berbeda dari masyarakat kebanyakan. Pujian dan anggapan bahwa mereka melewati hal yang lebih berat membuat mereka merasa lebih dari orang lain. Selain itu, dalam proses untuk ‘memiliki’ mental illness, individu akan berusaha untuk ikut berada dalam keadaan yang mungkin menyakitkan seperti self-harm. Hal ini tentunya sangat disayangkan.

Tentunya dengan adanya trend mental illness ini juga sangat merugikan mereka yang berjuang melewati mental illness. Mereka mengalami kerugian karena kesehatan mental yang serius tidak lagi dianggap begitu bahkan untuk khalayak luas. Mereka yang membutuhkan perhatian khusus jadi dipandang sebelah mata karena tidak dapat dibedakan antara mereka yang berpura – pura dan tidak.

Oleh karena itu, sangat dibutuhkan penanaman edukasi mental health yang baik kepada masyarakat luas. Baiknya mereka mengenal dan mengetahui bahaya dari mental illness sehingga lebih aware terhadap mereka yang membutuhkan bantuan. Selain itu, perlunya kesadaran bahwa self-diagnosis ataupun situs – situs yang beredar di media massa tidak mendefinisikan kesehatan mental manusia melainkan harus berhadapan langsung dengan tenaga ahli.

Referensi:

Shrestha, E. C. H. O. (2018). Echo: The romanticization of mental illness on Tumblr. 69 Echo: The Romanticization of Mental Illness on Tumblr| Anima Shrestha.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image