Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Cut Putri Cory

Pengembangan Kurikulum Ulul Albab

Pendidikan dan Literasi | Wednesday, 24 May 2023, 22:19 WIB

Oleh: Cut Putri Cory

(Penulis adalah Mahasiswi Program Pascasarjana Magister Pendidikan Agama Islam IAI-N Laa Roiba Bogor, alumnus UIN Ar-Raniry Banda Aceh)

Mercusuar peradaban, pendidikan adalah petunjuk sebagaimana Islam memuliakan dan mengondisikan setiap umatnya untuk meningkatkan produktivitas bernas dengan ilmu. Inilah posisi strategis pendidikan, sehingga Islam mengintegrasikan antara ilmu dengan agama yang menjadi pondasi kokoh, inspiratif, dan produktif mencetak generasi berkepribadian Islam. Itulah kenapa takkan pernah salah jika ada yang mengatakan (dan memang telah terbukti) bahwa Al-Qur’an yang menjadi salah satu sumber hukum Islam merupakan sumber inspirasi dari maju dan berkembangnya keilmuan dalam peradaban Islam masa lalu.

Dalam perspektif Islam tak dikenal pemisahan antara ilmu agama dan selainnya. Islam tak sama dengan sekularisme. Yang nampak dan merupakan kewajiban adalah bagaimana agar akidah produktif yang diyakini oleh setiap Muslim begitu menggerakkan mereka untuk menjadi pribadi yang bermanfaat bagi semesta, mereka adalah manifestasi bersatunya ilmu dan iman. Hal ini bukan tanpa sebab, Islam dalam praktik pengembangan kurikulum pendidikannya menjadikan pendidikan agama sebagai pondasi terkuat yang darinya lahir para spesialis yang menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam yang menyeluruh dan terintegrasi dengan berbagai bidang ilmu akan mewujudkan generasi yang tak hanya jago dalam pikir, tapi juga zikir. Mereka adalah orang-orang yang ilmunya koheren dengan ketaatannya, tak memisah antara ilmu dan amal, serta senantiasa menjadikan karya-karyanya sebagai manifestasi dari akidah.

Ini bukan rayuan gombal, inilah fakta ketika sistem Islam diterapkan yang berimbas pada sistem pendidikan dan politik pendidikan. Memang benar bahwa manusia adalah bentukan sistem. Saat sistem yang diterapkan adalah kapitalisme sekuler seperti sekarang, itu akan sangat mewarnai politik pendidikan dan sistem pendidikan yang diterapkan, di negara ini khususnya.

Lihat saja, indeks pengembangan SDM secara global, nyata bahwa skor negara kita lebih jauh di bawah apa yang didapat di negara-negara maju. Tingkat literasi dan daya saing di dunia pendidikan pun membuat kita mengernyitkan dahi. Tapi tulisan ini takkan membahas detil tentang itu, karena singgungan dari fakta itu ada pada peluang yang tak merata, serta penerapan sistem pendidikan dan politik pendidikan yang terkait dengan kurikulum. Dan ternyata memang ketiga hal itu adalah manifestasi dari ideologi yang diterapkan oleh negara. Kesemuanya berimbas pada indeks pembangunan manusia hari ini.

Diakui atau tidak, perlu ada evaluasi yang serius tentang kurikulum pendidikan agama Islam yang sedang diterapkan, perlu ada pengembangan yang tak memisah antara satu ilmu dengan ilmu lainnya. Karena pada faktanya, semua manusia akan menemukan bahwa ketaatan seseorang kepada Allah SWT menjadi penentu dalam kehidupan, sekaligus merupakan hikmah dari pentingnya melanggengkan iklim takwa. Mana ada orang tua yang ingin anaknya bertitel banyak tapi tak memahami perintah syariat tentang birrul walidayn, hal ini akan menjadikan setiap orang tua merindukan bakti dan kasih sayang dari anak-anaknya yang “pintar” itu.

Sebagaimana pula sukses itu bukan semata terkumpulnya materi dan segala jenis kenikmatan dunia yang banyak dicemburui manusia, tapi dia enggan untuk tunduk kepada perintah salat. Hal ini karena ilmu agama dipisah dari keilmuan yang lain. Padahal di dalam Islam, spirit semua keilmuan adalah akidah, justru Al-Qur’an menjadi satu-satunya kitab yang banyak menginspirasi dalam perkembangan ilmu.

Namun miris, sungguh sedih jika kita melihat kondsi umat Islam saat ini. Imbas dari penerapan sekularisme yang memisah agama dari kehidupan, sehingga jauh pula umat ini dari cahaya Al-Qur’an. Wakil Ketua MPR Yandri Susanto menyebut kondisi sebanyak 72 persen umat muslim Indonesia mengalami buta aksara Al-Quran (CNN Indonesia, 6/3/2023). Data itu lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu 65 persen. Sebagaimana dilansir Republika, data ini mengacu pada kajian dan penelitian mendalam oleh organisasi pemuda Islam dan tokoh-tokoh pemuda Islam.

Situasi berjaraknya generasi dari Al-Qur’an adalah gulita yang membuat mereka tumbuh berkehidupan dalam kegelapan. Padahal ada gelar istimewa yaitu Ulul Albâb bagi para intelektual Muslim. Sebanyak 16 kali dalam Al-Qur'an, gelar ini diulangi sebutannya. Ibnu Kasir menyebut Ulul Albâb sebagai orang yang memiliki akal yang sempurna dan cerdas, yang digunakan untuk mengetahui, merenungi, meneliti sesuatu dengan hakikatnya agar diketahui keagungannya. Jadi, mereka para Ulul Albâb ini tersuasana untuk menjadi orang yang senantiasa mengaktivasi akal dan taatnya, mereka ada intelektual yang ahli dalam pikir dan zikir.

Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam ala zikir pikir atau Ulul Albâb inilah yang menjadi ruh dari keterkaitannya dengan cabang ilmu lain. Hal ini bisa diimplementasi melalui kebijakan sistemik oleh negara melalui penerapan politik pendidikan dalam sistem pendidikannya. Implementasi kurikulum diwujudkan dalam bentuk pengalaman belajar dengan prinsip-prinsip yang menjadikan tujuan dari pada kurikulum itu lebih mudah dan lebih efektif untuk dikomunikasikan ke berbagai pihak seperti seluruh pimpinan sekolah, pendidik, pengawas sekolah, dan staf pendukung lainnya. Harus dipahami secara pasti bahwa siapapun yang berada di sekolah selain siswa adalah pendidik, termasuk para staf dari seluruh unit sekolah, sehingga mereka pun termasuk menjadi bagian dari pada proses pendidikan dalam kurikulum Ulul Albâb ini.

Pada praktiknya, penting untuk melakukan analisis dan diagnosis kebutuhan. Karena harus diakui bahwa poin yang paling berat dari penerapan kurikulum Ulul Albâb ini adalah ‘menyembuhkan’ dampak destruktif penerapan sistem sekularisme pada diri generasi. Setelah pengorganisasian materi dan pengalaman belajar, perlu juga untuk mematangkan alat belajar dan mekanisme evaluasi. Itu semua disempurnakan agar tak menyimpang dari perintah Allah SWT, jangan sampai tujuan menghalalkan segala cara, karena penerapan syariat Islam adalah mutlak pada seluruh aspek yang diperlukan dalam menerapkan kurikulum ini. Sehingga dipastikan bahwa seluruh stake holder adalah mereka yang memahami ruh dari sistem pendidikan Islam dan pengembangan kurikulum penddikan agama Islam, sekaligus juga merupakan orang-orang yang punya kapasitas dan kapabilitas untuk memahami hukum Islam.

Alhasil, darinya akan terbentuk generasi yang berkepribadian Islam, memiliki tsaqafah Islam di antaranya kemampuannya memahami fiqh, membaca Al-Qur’an, dll. Yang ketiga adalah penguasaan terhadap ilmu kehidupan, di antaranya adalah sains dan teknologi. Sehingga generasi dengan pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam ala Ulul Albâb ini adalah generasi yang mentalitasnya membaja, terhimpun tiga karakter besar dalam dirinya, yaitu: ulama, ilmuwan, yang sekaligus juga merupakan para pengemban risalah Islam.

Inilah jika pendidikan berjalan efektif melalui penerapan sistem Islam yang terintegrasi dengan keseluruhan sistem hidup manusia. Sejarah mencatat dalam tinta emas, pada masa peradaban Islam, begitu banyak manusia baik Muslim maupun bukan menjadikan universitas-universitas Islam sebagai mercusuar ilmu. Mereka datang dari berbagai penjuru bumi untuk menimba ilmu dari sumur berkah peradaban Islam.

Sehingga dapat dipahami bahwa pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam adalah cabang yang tercakup dalam sistem terapan secara keseluruhan, dan mustahil untuk menerapkannya dalam sistem yang menjadikan sekularisme sebagai ruhnya. Semoga peradaban Islam segera tegak, sehingga integrasi ilmu dari akidah yang mulia dan inspiratif yaitu Islam segera bisa terwujud melalui penerapan kurikulum penddikan agama Islam di semua bidang ilmu. Insya Allah.[]

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image