Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image asfina nazwa

Perlukah Evaluasi Pemerintahan dan Politik Hukum Diberlakukan di Indonesia?

Politik | Wednesday, 24 May 2023, 14:19 WIB
https://www.shutterstock.com/image-photo/714591016?utm_source=iptc&utm_medium=googleimages&utm_campaign=image" />
Sumber gambar : https://www.shutterstock.com/image-photo/714591016?utm_source=iptc&utm_medium=googleimages&utm_campaign=image

Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak negara di dunia yang dalam pemerintahannya masih mengalami berbagai permasalahan yang berarti. Permasalahan yang menimbulkan dampak-dampak buruk bagi negeri. Permasalahan yang dialami pemerintahan Indonesia tidak lepas dari adanya campur tangan politik hukum yang memang merupakan dua aspek yang tidak terpisahkan dalam suatu kegiatan pemerintahan. Kendati demikian, tidak dapat dipungkiri bahwasannya campur tangan politik hukum yang terlalu semena-mena dan melebihi kapasitas yang dimaklumi oleh publik justru menimbulkan pertikaian dalam masyarakat dan pemerintahan yang kacau. Salah satu contoh campur tangan politik hukum secara berlebihan yang pernah menggemparkan dunia politik di Indonesia ditunjukkan dalam kasus Antasari, Century, Susno, hingga Gayus Tambunan.

Permasalahan yang demikian sudah menjadi hambatan dalam pelaksanaan pemerintahan Indonesia untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara yang maju dari berbagai sektor. Berbagai upaya telah dilaksanakan guna mewujudkan negara Indonesia yang maju, namun nyatanya usaha tersebut tidak menunjukkan hasil yang seharusnya. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, adanya campur tangan politik hukum yang berlebihan dapat menghambat perkembangan Indonesia dalam mewujudkan negara yang maju. Suatu evaluasi dalam pemerintahan dan politik hukum yang ada di negeri ini merupakan suatu keharusan yang tidak boleh dilewatkan atau dispelekan. Nyatanya, evaluasi dalam pemerintahan dan campur tangan politik hukum di negeri ini masih jarang ditemukan.

Timbal balik yang buruk akibat adanya campur tangan politik hukum secara berlebihan dalam pemerintahan dianggap sebagai suatu keharusan dan kebiasaan yang sulit ditinggalkan oleh para apatur negara dan para politisi serta penegak hukum. Bahkan, tidak jarang, dari mereka justru bekerjasama saling mencampuri urusan masing-masing secara berlebihan. Padahal, suatu negara yang baik adalah negara yang mampu menyelaraskan politik, pemerintahan, dan hukum sesuai dengan porsinya masing-masing, tidak terlalu mencampuri urusan secara berlebihan, namun tidak juga terpisahkan. Pemerintahan dan politik hukum idealnya adalah satu kesatuan yang saling melengkapi, saling menyeimbangkan antara urusan yang satu dengan yang lain demi mewujudkan kedisplinan pembangunan negeri.

Evaluasi merupakan salah satu tindakan dalam menciptakan suatu perbaikan bagi berbagai aspek yang ada di dunia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, politik, dan lain sebagainya. Suatu evaluasi yang dilaksanakan dengan baik dan berkesinambungan atau secara bertahap akan mampu menciptakan suatu keadaan yang lebih baik dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Evaluasi mampu menjadikan negeri ini bercermin terhadap ketimpangan atau buruknya pemerintahan dan campur tangan politik hukum secara berlebihan. Melalui adanya evaluasi tersebut, tentu akan mampu membedakan manakah hal yang seharusnya diselesaikan secara politik, pemerintahan, hukum, atau ketiganya. Melalui evaluasi tersebut akan dapat terwujud demokrasi yang sesungguhnya. Lantas, harus darimanakah evaluasi ini dilaksanakan?

Evaluasi terhadap pemerintahan dan politik hukum di negeri ini harus dilaksanakan sejak bagian terkecil suatu pemerintahan, yakni pada tingkatan daerah hingga ke skala yang lebih besar yakni tingkatan nasional. Evaluasi terhadap campur tangan antara politik hukum dan pemerintahan di pedesaan harus dilakukan, mengingat dari tingkatan terkecil pemerintahan tersebut sudah nampak terlihat jelas bagaimana pemerintahan di negeri ini bersatu dengan politik hukum secara tidak pada porsinya. Salah satu bentuk praktik campur tangan politik hukum secara berlebih ditunjukkan pada pemilihan lurah atau kepala desa, seringkali dijumpai praktik-praktik kecurangan yang seharusnya tidak ada di negeri ini. Apalagi pada tingkatan atau skala yang lebih luas, misalnya pada pemilihan kepala daerah yakni bupati atau walikota, pemilihan DPRD, pemilihan gubernur, atau bahkan pada pemilihan kepresidenan. Para calon pejabat negeri tersebut bahkan tidak segan secara terang-terangan menunjukkan rencana kecuragan mereka yang dikemas dalam praktik “baik”.

Kita semua tentu telah memahami bagaimana taktik dari partai politik pemimpin dan hukum yang ada di Indonesia dalam mencampuri urusan pemerintahan. Tidak jarang, suatu kader yang diusulkan dalam pemilihan umum merupakan kader-kader yang telah bekerjasama dengan berbagai pihak, menghalalkan segala cara, agar dapat meraih suara kemenangan tertinggi, dan mendapatkan kursi jabatan pada posisi yang mereka incar. Situasi yang demikian, sangat-sangat menggambarkan bagaimana seharusnya negeri ini melakukan evaluasi dalam pemerintahannya. Bukankah negeri ini dibangun, dibentuk, dan berdiri atas dasar dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat? Lantas mengapa semboyan yang diangung-agungkan tersebut justru tidak dapat ditemukan pada pemerintahan kini?

Evaluasi memang merupakan salah satu upaya guna mewujudkan negara Indonesia yang maju. Negara Indonesia yang sesuai dengan tujuannya, yakni menyelenggarakan pemerintahan yang berasaskan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Maka, sudah sepatutnya, sebagai rakyat Indonesia kita bersama-sama mendobrak gerakan evaluasi pemerintahan dan hubungannya dengan campur tangan politik hukum di negeri ini. Kita sebagai bagian dari rakyat Indonesia harus secara tegas menolak tindakan-tindakan kecurangan yang dilakukan oleh para petinggi-petinggi negeri.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image