Menumpas Pungutan Liar: Solusi Praktis untuk Mengatasi Korupsi
Politik | 2023-05-24 08:16:37Baru-baru ini, dunia Tik Tok dihebohkan oleh pengakuan salah satu guru yang ada di Pangandaran, Husein Ali Rafsanjani mengenai pengalamannya yang ditagih pungli sebesar Rp270 ribu untuk uang transportasi dan Rp310 ribu lagi saat pelatihan berlangsung. Dia mengaku keberatan dengan pungli tersebut.Artikel ini telah tayang. Ia pun mengadukan pungli tersebut ke lapor.go.id. Masalahnya, Husein dipaksa untuk mencabut laporannya dan bukannya ditindaklanjuti. Jika tidak mencabut laporannya, ia bahkan diancam akan dipecat.
Masih banyak warga yang terkena pungutan liar. Saat belanja di minimarket misalnya, banyak tukang parkir, padahal sudah jelas tertera tulisan 'bebas parkir' di tembok minimarket tersebut. Seorang wisatawan yang hampir dianiaya karena tidak mau membayar pungutan liar sebesar Rp20 ribu di pemandian air panas Sidebu-debu, beberapa sopir truk yang dikenai pungli saat berada di Gerbang Tol Semanggi oleh petugas polantas daerah setempat, dan masih banyak lagi masyarakat yang mengalaminya.
Pemandangan tersebut lumrah terjadi di masyarakat dan dianggap hal biasa. Dia hanyalah satu dari sekian banyak orang yang mengalami dan berani mengabadikan pengalamannya lewat sosial media. Fenomena pengenaan pungli di tempat-tempat pelayanan publik seperti samsat menunjukkan buruknya kualitas public service dalam negeri. Apalagi publik tidak mengetahui penarikan pungutan yang terjadi dan dianggap sebagai bagian dari peraturan pembayaran.
Peraturan yang Mengatur Pungli Di Indonesia
Di Indonesia sendiri, peraturan tentang pungli telah diatur dalam Pasal 368 KUHP yang berisi tentang tindak pidana 9 tahun bagi siapa saja yang dengan tujuan untuk menguntungkan diri mereka sendiri atau orang lain secara tidak sah, memaksa orang lain untuk menyerahkan harta benda yang seluruhnya atau sebagian adalah milik mereka, atau untuk memberikan utang atau membatalkan utang, dengan menggunakan ancaman kekerasan. Sekalipun telah diikat dengan pasal KUHP, namun oknum-oknum tidak bertanggung jawab masih saja memberlakukan pungli. Ditunjang dengan lemahnya pengawasan serta masyarakat yang ingin urusannya cepat selesai rela memberikan ‘suap ringan’ kepada mereka. Pengenaan pungli ini, sama saja memberikan citra buruk bagi pemerintah selaku penyelenggara pelayanan publik. Memberikan pengertian bahwasannya pelayanan publik yang disediakan pemerintah terkesan ribet dan lambat sehingga masyarakat berani memberikan beberapa uang agar urusannya dipermudah dan menyingkat waktu. Secara tidak langsung, masyarakat merasa dirugikan terkait dengan keberadaan pungli ini. Mereka memberikan sejumlah uang, yang kemudian uang tersebut masuk ke dalam tabungan mereka ditambah dengan gaji yang mereka dapatkan. Tidak hanya Pasal 368 KUHP yang memuat tentang peraturan pungli, UU No. 31 Tahun 1999 yang mengalami pembaharuan menjadi UU No. 21 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga memuat tentang pelarangan pungli. Mulai dari Pasal 12 e hingga Pasal 12 h.
Akibatnya, pengenaan pungli ini tidak hanya membuat pelayanan publik menjadi buruk, namun juga dapat melemahkan daya saing nasional sehingga upaya menjadikan Indonesia negara ramah investasi menjadi jauh dan sulit digapai. Seperti perizinan pembangunan hotel dengan restauran, maka bentuk perizinannya sendiri-sendiri, hotel sendiri dan restauran sendiri sekalipun dibangun dalam satu lahan yang sama. Oleh karenanya, Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo berharap agar pemerintah daerah dapat menyederhanakan segala perizinan yang ada sehingga harapan pemerintah menjadikan Indonesia sebagai negara ramah investasi dapat terwujud.
Implementasi UU Tipikor Di Berbagai Negara
Mengingat pungli masuk dalam kategori korupsi dan penyuapan, banyak sekali negara yang mengatur dan memberikan sanksi yang tegas apabila ada salah satu warga negaranya yang melakukannya. Di Inggris misalnya, Hukum Anti Suap-nya menjadi hukum anti-korupsi paling keras di dunia. Dengan pelakunya mendapat hukuman 10 tahun penjara, penyitaan kekayaan, dan juga denda yang tidak terbatas yang berdasar pada Pasal 7 Hukum Anti-Korupsi. Di beberapa negara juga ada yang menerapkan hukuman mati, seperti Vietnam, Tiongkok, dan Singapura yang telah diatur dalam Undang-Undang Korupsi. Negara Hitler juga menerapkan hukuman wajib menggganti uang yang senilai dengan yang dia korupsi. Berbeda dengan Jerman, Korea Selatan menerapkan hukuman yang cukup unik, Negeri Gingseng tersebut membuat para koruptor dipermalukan dan di aniaya secara massal juga dikucilkan dari masyarakat.
Negara Denmark, Finlandia, dan juga Selandia Baru menjadi menjadi negara dengan indeks persepsi korupsi terbaik dan menempati urutan teratas negara anti korupsi dengan indeks kumulatif 80 dari 100 poin. Hal yang mereka lakukan adalah berbagai lembaga pemerintah menerapkan toleransi nol bagi korupsi dengan cara membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disetiap instansi negara.
Urgensi Kebijakan Pasal 368 KUHP bagi Pelaku Pungli
Menjadi negara dengan keragaman suku, budaya, dan ras, Indonesia harus menjadi penegak keadilan yang bersih dari korupsi, pungli, maupun kasus penyuapan. Indonesia harus bisa menjadi negara anti-korupsi yang setara dengan Denmark, Finlandia, maupun Singapura. Pelaksanaan Pasal 368 KUHP bagi mereka, para pelaku korupsi tidak hanya dengan hukuman penjara, namun juga harus berupa pemecatan secara tidak terhormat dan denda sesuai dengan yang diperbuatnya. Pelaksanaan undang-undang tersebut secara tegas dengan pengenaan sanksi yang sesuai harus bisa membuat para oknum pemerintah yang tidak bertanggung jawab jera dan ‘kapok’ untuk mengulangi kembali. Selama ini hukum di Indonesia terlalu lemah bagi mereka ‘pejabat yang berduit’. Alhasil, masyarkat menjadi berspekulasi tentang hukum Indonesia yang ‘bertangan besi’ bagi rakyat miskin dan ‘bertangan malaikat’ bagi mereka yang berduit.
Solusi Praktis Menumpas Pungli
Untuk mengatasi kejadian korupsi ini dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan terbuka, ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan.
a. Memperkuat Kebijakan Hukum dan Penegakan Hukuman
Dengan cara menciptakan lembaga anti-korupsi yang kuat dan independen yang memiliki wewenang untuk menyelidiki, menuntut, dan melarang pemerasan dan bebas dari pengaruh politik. Di samping itu, pemerintah juga menerapkan hukuman yang berat dan proporsional terhadap pelaku pemerasan, seperti hukuman pidana dan pengembalian uang hasil pemerasan, akan meningkatkan efisiensi penegakan hukum.
b. Teknologi dan transparansi
Mendorong keterbukaan informasi dengan menyediakan informasi publik yang penting bagi masyarakat untuk mengurangi potensi pemerasan. Di samping itu, juga memanfaatkan teknologi digital, seperti platform layanan online dan e-procurement, untuk meminimalkan kontak langsung antara pihak-pihak yang bertransaksi, sehingga dapat mengurangi potensi pungli.
c. Pendidikan dan Penyadaran Publik
Mengintegrasikan pendidikan anti-korupsi ke dalam kurikulum pendidikan formal dan non-formal untuk mengajarkan generasi penerus bangsa akan pentingnya moralitas, etika, dan pengetahuan hukum. Selain itu, juga melakukan upaya penyadaran publik secara luas untuk meningkatkan kesadaran akan dampak merugikan dari pemerasan dan pentingnya memerangi korupsi.
d. Meningkatkan moralitas dan integritas:
Melindungi para pelapor yang mengungkap kasus-kasus pemerasan dan menawarkan insentif untuk melakukan hal tersebut, sehingga mereka dapat melakukannya tanpa rasa takut akan pembalasan. Selain itu, juga mempromosikan perilaku etis di semua bidang masyarakat dengan mendorong keterbukaan, tanggung jawab, dan kejujuran dalam semua aspek kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, Pungli yang beredar di masyarakat harus dapat dikendalikan oleh masyarakat sendiri, mereka harus berani melawan oknum-oknum tersebut dan menolak pungutan diluar peraturan yang harus dibayarkan. Sehingga untuk mewujudkan Indonesia ramah investasi menjadi terbuka lebar dan mulus tanpa kendala. Peraturan yang mengatur tentang pungli harus ditegaskan, oknum yang mengadakan pungli ditindaklanjuti hingga diberhentikan dari jabatannya, penyelenggara pelayanan publik yakni pemerintah harus bisa memaksimalkan pelayanannya kepada masyarakat sehingga pelayanan publik bisa terbebas dari pungli dan Indonesia bisa menjadi negara anti-korupsi terbaik di dunia.
Mahsyar, A. (2011). Masalah pelayanan publik di Indonesia dalam perspektif administrasi publik. Otoritas: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 1(2).
Svinarky, I. (2016). Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pungutan Liar (Pungli). Jurnal Cahaya Keadilan, 4(2), 70-78.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.