Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hasan Albana

Indikator Simpelnya

Agama | Monday, 22 May 2023, 19:32 WIB

Membaca tulisan ini tentu tidak menarik sekali bila anda menjadi diri anda sendiri, karena anda tidak akan masuk menjadi pelaku yang ada pada tulisan ini, meskipun pelaku sebenarnya adalah saya, namun terdapat petunjuk untuk dapat menjadi diri saya sang pelaku namun dalam diri anda sendiri. Fasilitas gratis pada internet menawarkan anda untuk menjadi diri saya sama seperti FB, fasilitas sosial gratis di internet, namun lebih saya sarankan untuk memakai fasilitas gratis yang similar dengan FB, yakni Edmudo. Dalam Edmudo tampilan awal biru meriah akan ditawarkan dua pilihan untuk sign in, pertama ditawarkan untuk menjadi guru bila anda memang guru dan yang kedua ditawarkan menjadi siswa bila anda adalah siswa. Kaitannya dengan membaca tulisan saya ini adalah saya tawarkan dua pilihan juga yakni pertama jadilah saya sebagai pelaku, dan yang kedua jadilah diri anda sendiri akan tetapi berfikirlah sebagai saya.

Cerita ini berawal dari membeli mobil second yang tanpa pertimbangan matang, dan hasilnya baru diketahui penyakit mobil second ini setelah 2 minggu pemakaian. Cacat pertama ada pada aki dan dinamo mobil yang lumayan aus dan memaksa saya untuk bersabar bila hendak distater namun tak kunjung nyala dan kap mesin harus saya buka untuk memeriksa kabel aki, yang akhirnya menyalalah mobilku setelah dipegang kabel minus dan plus yang ada pada aki. Cacat kedua yaitu ternyata untuk mengetahui stock bensin ada atau habis ternyata tak bisa saya lakukan karena baru diketahui bahwa indikator manual mobil zebra tahun 91 saya ternyata rusak dan tidak bisa diperbaiki melainkan diganti baru.

Melaju dengan kecepatan sedang namun pasti, setiap hari saya pakai mobil itu untuk mondar-mandir dari tempat kerja menuju sekolah, begitu sebaliknya saya lalui selama 2 minggu. Tepat hari sabtu, tanpa saya periksa dan ingat-ingat kapan pengisian bahan bakar bensin terakhir kali saya isi, saya terus melaju dengan percaya diri menuju rumah setelah selesai bekerja, diawali dengan penyakit pertama yakni sulitnya stater mobil hingga menyala, setelah setengah perjalanan, tepatnya ditengah jalan mobil saya mendadak berhenti, sehingga mengundang sahut-sahutan bel mobil dan kendaraan roda dua yang ada dibelakangku.

Yang terjadi selanjutnya adalah seketika itu pula saya sadar dan keringat dingin bercucuran melewati keningku karena arus lalu lintas padat tetapi mobil tidak bersahabat , kucoba tekan kunci berkali-kali namun hasilnya nihil , kubukalah pintu mobil dan memasang wajah senyum serta melambai-lambaikan tangan kearah para pengguna jalan yang mulai geram karena macet mulai melanda jalanan yang saya lintasi tersebut, dengan bahasa tubuh saya isyaratkan kepada mereka semua bahwa ternyata mobilku kehabisan bensin.

Layaknya acara fear factor atau reality show lainnya, dimana seorang algojo mendorong mobil sendirian tanpa bantuan orang lain, kuperankan algojo-algojo seperti kulihat di tv dengan mendorong mobil bercat putihku seorang diri tanpa bantuan orang lain dan kudapai mobilku telah sampai ditepi jalan, raut muka lega saya lepaskan supaya tubuhku tak terlalu tertekan dan kalah pada kondisi jalanan yang menekanku selama mobil pick up putih jagoanku berhenti di jalan alias mogok karena kehabisan bensin.

Setelah saya periksa kanan-kiri, jadilah sebuah kesimpulan yang sangat tepat yaitu bensin memang benar-benar habis, dari situ saya menggerutu dan bergumam coba kalau indikatornya menyala dan berfungsi seperti mobil-mobil bagus dibelakangku tadi dan memamerkan lantunan bel sirine yang terus-menerus tanpa mengerti perasaanku bahwa saya juga ingin punya mobil seperti itu,bagus, indikator berfungsi dan bahkan indikatornya digital, sungguh senangnya hatiku, namun hanya dalam khayalan 4 detik,, saya sadar kembali bahwa mobil dengan bak berisi kayu milikku ternyata memanggil-manggilku untuk segera diisi bahan bakar.

Berjalan menyusuri jalan adalah solusi utama dan wajib bagiku untuk mencari penjual bensin eceran guna mengisi dahaga mobilku akan bahan bakar guna melanjutkan misi mengantarkan majikannya menuju rumah. Akhirnya selang -+1000 m kudapati ibu tua menjual bensin eceran dan kurenggut satu botol dan segera membayar dan kukatakan pada ibu tua tersebut bahwa mobil saya mogok, bensinya habis. “kok bisa ndak tahu?” tanya ibu tua tadi. “karena Indikatornya rusak bu”. Jawabku lirih.

Setelah ku isi mobil dengan bensin, mobilku tersenyum dengan memberikan sinyal bahwa dia siap berangkat dan kuelus-elus pedal gas hingga mobilku meraung-raung. Akhirnya kutancap dari tempat tersebut selang 30menit berhenti.

Sesampai dirumah saya bergegas mandi dan ganti baju koko guna menunaikan shalat jum’at berjama’ah di masjid. Seperti biasa, mengulang guyonan diantara teman-teman kerjaku bahwa waktu tidur yang paling nikmat adalah tidur diwaktu khatib jum’at menyampaikan tausiyahnya, kelihatannya lucu tapi sungguh memalukan sekali. Namun guyonan tersebut sedikit mendukung para ilmuwan yang meneliti bahwa manfaat dari tidur siang yang dilakukan hanya sebentar maksimal 7 menit akan mampu memperkuat daya ingat seseorang. Namun hal tersebut sangat kurang tepat dilakukan bila pada saat hari raya umat muslim setiap minggunya yaitu hari jum’at dikala menunaikan ibadah shalat jum’at.

Rasa capek yang terlalu pada diriku setelah berjalan 1000 m mencari bahan bakar buat mobilku dan juga kegiatan fisik yang sebelumnya saya lakukan di tempat kerjaku memaksaku untuk berjuang mati-matian menahan rasa kantuk pada saat suasana hening semua jama’ah mendengarkan dengan khidmat pesan-pesan khatib di atas mimbar. Benar sekali, mungkin 15 detik saya termakan rayuan setan untuk menutup mata disaat duduk bersila mendengarkan khutbah, namun tersadar dari kantuk tersebut saya mencoba mengubah posisi duduk dari bersila kuubah bersimpuh, dan strategi tersebut cukup ampuh, mata saya pun terbelalak menatap khatib dan seluruh tubuhku kembali hidup tatkala sang khatib mengatakan sesuatu yang ada kaitannya dengan apa yang baru saja saya alami bersama berdua dengan mobil putih kesayanganku.

“Ayatul munafiqu tsalatsuuna: idza hadatsa kadzaba. Wa idza .............akhlafa, wa idza’ tumina khoona”. Hadits yang biasa dibacakan oleh seorang guru di sebuah sekolah dasar Islam dan di ikuti oleh seluruh siswa-siswinya setelah melaksanakan shalat dzuhur berjama’ah tersebut menyentak diriku sendiri hingga rasa kantuk tadi tak diijinkan olehku untuk hinggap lagi menggoda kelopak mataku untuk menutupnya. Mengapa saya tersentak?, tak lain karena guru yang biasa membimbing membacakan hadits tersebut adalah saya sendiri, sehingga saya paham betul arti dari hadits tersebut sebelum khatib menjelaskan artinya, namun apa kaitannya dengan kejadian yang baru saya alami sebelum shalat jum’at?.

Bila berkata dia akan berbohong, bila berjanji dia akan mengingkari, dan bila diberi amanah dia akan khianat, wah, tentu saya sebagai seorang guru tidak mau menyandang gelar munafik, yakni mengatakan dan bahkan mendikte muridku untuk menghafal hadits tersebut dengan maksud supaya mereka semua tidak menjadi orang munafik seperti hadits yang dibaca bersama. Berat sekali rasanya setelah mengingat-ingat bahwa saya pernah mengajak siswa-siswiku untuk mengikuti sunnah Rasul tersebut, namun karena saya telah berikrar sebagai seorang muslim dan percaya kepada Allah dan Rasulnya, tentu alasan tersebut membuatku adem dan semangat kembali menjalani hidup. Dari mana kita tahu kalau orang munafik bila berkata selalu berbohong? Tentu dari kita berinteraksi dengan sesama manusia dan menemukan bukti yang kuat bahwa orang tersebut benar-benar munafik, sama halnya dengan mobil saya yang mogok, dari mana saya tahu dia berbohong ketika bahasa body nya mengatakan bahwa dia tidak apa-apa dan siap untuk berangkat, ternyata jawabnya adalah dari setelah berinteraksi dan memakai mobil tersebut barulah saya ketahui bahwa mobil itu ternyata berbohong kepada majikannya.

Bila berjanji mengingkari, tentu orang akan emosi dengan perlakuan seseorang yang sudah sering berjanji bahkan berulang-ulang berjanji namun menginkarinya, dan tak pelak pasti orang tersebut tidak akan mendapat kepercayaan lagi dari orang lain, kalaupun dapat tentu prosesnya akan sangat lama dan bahkan hingga tutup usiapun akan sangat sulit menjadi seperti semula. Bila diberi amanah dia akan khianat, sering kita jumpai orang mengatakan bahwa “kau adalah pengkhianat”, tentu perkataan tersebut muncul dari kumpulan perasaan yang terlalu lama mengendap dalam hati dan keluarlah kata-kata tersebut dimana seseorang telah sangat kecewa terhadap seseorang yang telah diberi amanah namun khianat terhadap amanah tersebut.

Bagaimana dengan mobil pick up saya?, untuk mengetahui ada tidaknya bensin, dan juga mengetahui kecepatan laju kendaraan tentu diperlukan “indikator” yang berfungsi sebagai petunjuk bagi pengendara mobil tersebut. Sama halnya dengan yang disampaikan khatib jum’at , untuk mengetahui dan menghindari terjadinya sesuatu pada diri manusia tentu dalam hal antisipasi berkenaan dengan sifat munafik, rujukannya adalah “indikator” itu sendiri, namun apa indikator dalam Islam yang disampaikan oleh khatib tersebut?,

Beliau menjawab bahwa untuk mengetahui persediaan bensin pada diri manusia tentu jarum penunjuknya ada pada isi kepala masing-masing manusia dan yang mengendalikan adalah hati nuraninya apakah cukup untuk persediaan hidup kedepan guna menyongsong sebagai khalifah dimuka bumi ini. Kedua indikator manusia tersebut tentu tak akan lepas dari buku manual petunjuk yang telah diturunkan oleh Penciptanya yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan juga Indikator pada diri manusia tersebut tak lepas dari peran serta Allah Swt yang mengendalikannya sehingga dengan sebuah keyakinan bahwa segala sesuatu hendaklah dikembalikan kepadaNya, tentu kita akan relax dalam menjalani hidup ini. Mobil putihku pasrah kepadaku dan bila indikator menyala tentu akan sangat mudah bagiku mengetahui cadangan bensin yang ada dan bilapun indikator telah mati masih ada harapan untuk memperbaikinya ataupun menggantinya dengan yang baru

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image