Pendidikan dan Kesadaran Gizi: Kunci Penanggulangan Gizi Buruk di Indonesia
Edukasi | 2023-05-21 11:20:03Pendidikan dan kesadaran gizi menjadi kunci dalam penanggulangan gizi buruk di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 2020, terdapat sekitar 24,8 juta anak-anak di Indonesia yang mengalami gizi buruk atau kekurangan gizi. Angka ini tentu sangat mengkhawatirkan dan menunjukkan bahwa penanganan masalah gizi buruk di Indonesia perlu segera dilakukan. Salah satu kunci penanggulangan masalah gizi buruk di Indonesia adalah pendidikan dan kesadaran akan gizi. Pendidikan gizi yang baik dapat membantu masyarakat memahami pentingnya nutrisi dan dampak dari gizi buruk.
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang dikelola oleh masyarakat, khususnya dalam pemantauan status gizi. Pemantauan status gizi sangat diperlukan karena gizi mempengaruhi perkembangan otak dan perilaku, kemampuan kerja dan produktivitas, serta ketahanan terhadap penyakit infeksi. Pengawasan oleh orang tua sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak. Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) yang benar sangat penting untuk disosialisasikan. Melakukan penyuluhan, diskusi, simulasi latihan, dan evaluasi dengan menggunakan pre-post test menjadikan sosialisasi gizi menjadi lebih efektif. Evaluasi dilakukan dengan melihat indikator keberhasilan dari sasaran, yaitu masyarakat terutama pada orang tua. Penyuluhan atau pendidikan gizi dikatakan berhasil jika orang tua dapat mempraktikkan PMBA dengan benar kepada anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah melakukan penyuluhan gizi, pengetahuan orang tua terutama ibu meningkat sebesar 34,6%, sedangkan sikap ibu meningkat sebesar 57,7%. Peningkatan perilaku ibu setelah mendapatkan pendidikan gizi menjadi lebih baik dengan menerapkan anjuran yang telah diberikan.
Dengan meningkatkan pendidikan dan kesadaran gizi di masyarakat, diharapkan para orang tua dapat belajar mengenali makanan bergizi, memahami kebutuhan gizi pada berbagai tahap kehidupan, serta mempelajari cara mempersiapkan dan mengonsumsi makanan yang sehat. Ketika orang tua memiliki pengetahuan yang memadai tentang gizi dan kesadaran akan pentingnya pola makan yang seimbang, mereka dapat mengambil tindakan yang tepat untuk menjaga kesehatan dan mencegah terjadinya gizi buruk pada anak serta menurunkan angka gizi buruk di Indonesia.
Selain itu, untuk meningkatkan pendidikan dan kesadaran gizi di Indonesia, diperlukan upaya yang melibatkan pemerintah, lembaga pendidikan, tenaga medis, serta masyarakat secara keseluruhan. Pemerintah bisa berperan aktif dalam meningkatkan pendidikan dan kesadaran gizi di masyarakat dengan mengadakan program-program pendidikan dan kampanye gizi secara teratur, serta memperkuat peran tenaga kesehatan dalam memberikan edukasi dan penyuluhan gizi kepada masyarakat. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah melakukan pemantauan dan pemberian bantuan melalui Dinas Kesehatan (Dinkes). Kegiatan ini tidak hanya dilakukan Kemenkes dan Dinkes saja, namun juga melibatkan 12 kementerian, universitas, anggota legislatif, PKK, dan LSM. Sebagaimana diketahui bahwa keberhasilan status gizi masyarakat ditentukan oleh 30% sektor kesehatan dan 70% sektor non kesehatan seperti tingkat pendidikan, ekonomi, dan kualitas lingkungan.
Program pendidikan gizi yang terintegrasi dalam kurikulum sekolah, penyuluhan atau kampanye kesadaran gizi melalui media massa, dan pelatihan bagi para tenaga kesehatan merupakan beberapa contoh lain dari upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah gizi buruk dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama meningkatkan kesadaran gizi dan memperjuangkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.