Bung Hatta, Haruki Murakami, Milan Kunderra, Buku, dan Kehancuran Budaya
Pendidikan dan Literasi | 2023-05-19 19:06:11Kehadiran smartphone dan jaringan internet telah menggeser eksistensi buku, majalah, dan koran. Sebagai sumber bacaan berita, kehadiran majalah dan koran telah tergantikan dengan format-format berita online. Koran dan majalah versi cetak hanya dibaca kalangan tertentu. Demikian pula halnya dengan buku versi cetak, kehadirannnya sudah mulai tergantikan dengan kehadiran e-book.
Sayangnya kehadiran format berita online sering tidak semendalam koran versi cetak, sehingga sering terjadi salah tafsir terhadap suatu berita yang disajikan. Demikian pula dengan kehadiran e-book, banyak orang yang cukup melakukan copy-paste terhadap hal-hal yang dianggap penting saja. Seperti halnya terhadap berita online, kemungkinan salah tafsir dan salah paham terhadap kutipan bacaan kemungkinan besar dapat terjadi.
Kehadiran teknologi internet dan alat komunikasi, pada satu sisi memudahkan orang untuk memperoleh informasi dan hiburan, namun pada sisi lainnya menyebabkan orang sering tergesa-gesa dalam memahami suatu informasi dan menyebarkannya. Banyak orang yang mudah melakukan sharing terhadap suatu berita seraya belum memahami sepenuhnya terhadap berita tersebut.
Jika kita menelusuri pemikiran para cendikiawan dalam segala bidang, pada umumnya mereka bisa menghasilkan pemikirannya setelah mereka membaca buku. Hampir setiap hari mereka “melahap” buku dalam beragam ilmu. Mereka rela menjadi kutu buku agar dapat memberi gizi terhadap otaknya, dan menghasilkan pemikiran yang brilian, bernas, dan bermanfaat.
Bung Hatta merupakan salah seorang politisi sekaligus cendikiawan yang kehidupannya tak bisa lepas dari membaca buku. Selepas mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden, hampir enam jam sehari waktunya ia habiskan untuk bergelut dengan buku. Ia pernah berkata, dirinya rela dipenjara asalkan ditemani buku. Hasil dari menjadi kutu buku, beberapa pemikirannya, terutama pada bidang ekonomi menjadi acuan bagi para ilmuwan sampai pada saat ini.
Seperti halnya terhadap tubuh, kita harus memberikan beragam gizi terhadap otak. Selain suplemen makanan dan vitamin, otak pun memerlukan asupan informasi yang bergizi , salah satunya adalah beragam bacaan buku yang isinya positif dan enak dibaca.
Otak kita akan semakin tajam dalam berpikir manakala otak kita diberi asupan informasi yang beragam, positif, dan bermanfaat. Karenanya, sebaiknya kita membaca buku atau koran yang tidak dibaca orang lain. Tujuannya agar kita mampu memiliki pemikiran dan sudut pandang yang berbeda terhadap suatu masalah dan mewarnai terhadap pemikiran dan sudut pandang yang sudah ada.
Dalam hal ini, Haruki Murakami, seorang cerpenis/penulis asal Jepang memberikan nasihat agar kita terbiasa membaca buku yang berbeda dengan buku-buku yang dibaca orang-orang pada umumnya. “Kalau engkau hanya membaca buku yang dibaca semua orang, engkau hanya bisa berpikir sama seperti semua orang.”
Namun demikian, buku apapun yang kita baca meskipun sama dengan buku yang dibaca orang lain, satu hal yang terpenting adalah kita jangan meninggalkan membaca buku, baik buku fisik/buku tercetak maupun e-book. Selain menambah wawasan keilmuan, “mengolahragakan” otak, membaca buku juga berarti melestarikan budaya bangsa.
Jika suatu bangsa sudah tidak peduli lagi terhadap eksistensi buku, apalagi buku-bukunya sampai musnah, berarti budaya bangsa tersebut akan sirna, dan pada akhirnya hilang dan musnah. Berkenaan dengan hal ini , layak kita renungkan kata-kata Milan Kundera, seorang Novelis dari Republik Ceko, “Jika kau ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya, maka pastilah bangsa itu akan musnah.”
Meskipun sudah lewat sehari, selamat hari buku nasional dan hari ulang tahun ke-43 Perpustakaan Nasional, 17 Mei 2023.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.