Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Totok Siswantara

Kebangkitan Nasional dan Pikiran Sehat

Sejarah | Friday, 19 May 2023, 13:13 WIB
Pemuda era kini melihat diorama di Museum Kebangkitan Nasional

Benarkah makna dan semangat Hari Kebangkitan Nasional semakin pudar ? Sekarang terjadi kelangkaan budi utomo, utamanya dikalangan elite politik. Budi utomo dalam bahasa Sansekerta berarti perilaku baik atau budi pekerti yang luhur. Negeri kehilangan budi utomo hal itu terlihat dari semakin maraknya korupsi dan egoisme kelompok serta semakin langka pemimpin yang berjiwa negarawan.

Gerakan reformasi menghasilkan elite bangsa yang belum mampu mentransformasikan bangsa ini menjadi unggul dengan nilai-nilai kebangsaan yang kokoh. Kualitas dan kepribadian elite politik pada era revolusi kemerdekaan jauh lebih baik. Sehingga mereka mampu melakukan perubahan cepat dengan energi kebangsaan yang menggelora. Elite politik sekarang ini cenderung kurang bertanggung jawab terhadap proses kemajuan bangsa. Hal itu terbukti dengan semakin banyak elite politik baik yang duduk sebagai pejabat eksekutif maupun legislatif terlibat korupsi dan kasus-kasus yang tidak terpuji.

Esensi dari gerakan kebangkitan nasional yang utama adalah melakukan transformasi demokratik terhadap bangsa. Transformasi demokratik yang dilambangkan dengan ikon Boedi Oetomo terartikulasikan dalam gerakan membongkar budaya politik affirmatif lalu meretas jalan lain, yakni mengembangkan budaya politik yang kritis (critical), pemawas terhadap kekuasaan. Budaya politik critical juga analog dengan pentingnya bangsa ini untuk memiliki sebanyak mungkin produsen pikiran sehat. Pada era konvergensi teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini tatanan sosial semakin efektif dan mengalami determinasi yang luar biasa. Ironisnya, negeri ini justru dipenuhi dengan pikiran tidak sehat dari elite politik. Akibatnya, proses kemajuan bangsa semakin tidak efektif. Hal itu terbukti dengan terpuruknya indeks daya saing bangsa ini disegala lini.

Menghadapi kondisi bangsa saat ini Ibu Pertiwi memanggil Thomas Paine. Dirinya merasa perlu memanggil nama itu karena Common Sense ( pikiran sehat ) sekarang begitu langka dan semakin menghilang pada diri bangsa ini. Ibu Pertiwi pantas berduka, pasalnya negeri ini banyak terjadi salah urus yang parah, ketimpangan sosial dan merajalelanya korupsi. Sangatlah relevan jika Ibu Pertiwi menjerit memanggil-manggil Thomas Paine. Karena sosok yang dijuluki "puntung berapi" bangsa Amerika itu adalah produsen terbesar postulat "Pikiran Sehat" suatu bangsa sejak tahun 1770.

Paine adalah sosok belia ajaib, seorang penulis pamflet terbesar, seorang agitator budiman dan provokator putih yang menjadi inspirator utama jalannya Revolusi Amerika. Bukunya yang berupa pamlet setebal 47 halaman yang berjudul Common Sense diterbitkan pada tanggal 10 Januari 1776 dan langsung meledak di seantero koloni Inggris. Belum ada buku dalam sejarah yang memiliki pengaruh begitu cepat dan dahsyat seperti buku Common Sense. Buku ini seperti serunai sangsakala yang memanggil kaum revolusioner untuk bangkit memperjuangkan kemerdekaan Amerika dari penjajahan Inggris. Dalam buku ini Paine telah menjelaskan bahwa revolusi adalah satu-satunya jalan untuk menyelesaikan persengketaan Amerika dan Inggris dibawah raja George III. Buku Paine juga telah menampar keras kaum Tory yang telah menunjukkan kesetiaannya kepada Raja Inggris. Mereka itu antara lain George Washington, Benyamin Franklin, dan Thomas Jefferson untuk merubah fondasi pikiranya tentang kemerdekaan Amerika.

Ditengah-tengah gegar elite politik Indonesia sekarang ini, Ibu Pertiwi terus menerus memanggil Thomas Paine untuk mengimpor Pikiran Sehat-nya. Namun jeritan itu sia-sia karena ditelan ruang dan waktu. Ditengah-tengah duka nestapa dan kepiluan Ibu Pertiwi tersebut, mahkamah sejarah memberikan alternatif pikiran-pikiran sehat anak negeri. Mereka itulah wunderkinder politik, kaum belia yang mampu membuat perubahan yang esensial, yang agenda aksinya sangat fenomenal dan memukau. Bukankah negeri ini juga telah memiliki cukup banyak "puntung berapi" semacam Paine.

Indonesia sekarang ini membutuhkan puntung berapi dari kalangan belia untuk melakukan revolusi mental. Revolusi yang mampu menghancurkan berbagai modus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Pada saat kondisi bangsa yang serba amburadul karena ulah elite politiknya, Ibu Pertiwi terus memanggil kaum belia untuk bergerak memikul kembali tugas sejarahnya. Untuk kembali meretas jalan Kebangkitan Nasional yang telah digelorakan oleh Boedi Oetomo dimasa yang lalu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image